10. Zakhiya meresahkan

1.6K 216 3
                                    

Selepas mengajar di kampus terbaik Sumatera, Nino menyempatkan diri untuk mengunjungi lahan yang ia investasikan tanaman singkong.

Di desa ini Nino berniat membangun sebuah Villa, tempat istirahatnya untuk menghilangkan penat.

"Tanah diatas itu punya siapa?" Sebuah lahan vegetasi yang ditumbuhi banyak rerumputan liar namun memiliki unsur hara yang sedikit.

"itu tanah milik pak Bandi tapi pak Bandinya sudah meninggal. Sekarang di pegang oleh cucunya. Bapak mau lihat barangkali" Nino mengangguk sebelum naik undakan tangga yang terbuat dari tanah.

"Tanahnya pak Bandi hampir satu hektar termasuk ladang kentang disana" dilihat dari struktur tanahnya sangat beragam

Nino Menatap lurus, membayangkan sebuah villa dimana ia berada di depan pintu villa tersebut. Sangat pas, Karena yang terlihat di depan sana adalah gunung Kerinci yang dikelilingi hamparan rumah penduduk. Jika malam tiba maka akan terlihat lampu warga yang mirip seperti bintang dari kejauhan.

"Sebagian yang di rawat?"

"Semenjak pak Bandi meninggal, tanah ini di urus oleh cucunya. Mungkin karena dia perempuan pak, tidak terlalu mengerti merawat ladang seluas ini, jadi hanya seadanya. Itupun ladang kentangnya saya yang garap"

"Saya mau ketemu sama pemiliknya" Pak Jayanto menatap ragu

"Sebetulnya dulu ada yang tawar satu juta per bata tapi ditolak. Dengar-dengar tanahnya mau dipakai bangun rumah"

Nino masih menatap lurus gunung dihadapannya "Boleh minta tolong pertemukan saya sama cucunya pak Bandi"

Tak ada pilihan lain, pak Jayanto mengiyakan ajakan lelaki yang baru saja menginjak akhir dua puluhan

Menggunakan mobilnya, Nino mengikuti arahan pak Jayanto. Roda empat milik Nino membelah ladang kebun teh yang bercampur kabut.

Kaki Nino bergerak cepat saat seorang ibu-ibu menghalangi mobilnya, tangannya melambai meminta bantuan. Lantas Nino dan pak Jayanto keluar untuk memastikan apa yang sedang terjadi

"Tolong pak. Ada yang pingsan"

Nino dan pak jayanto mengikuti langkah ibu-ibu tersebut yang cukup jauh dari tempat parkir mobil.

Ditengah kerubunan orang, seorang perempuan tergeletak tak sadarkan diri

"Pak Jayanto"

"Siapa yang kecelakaan bu?" wajah perempuan itu tak terlihat jelas karena terhalangi

"Zakhiya pak"

"Zakhiya" kali ini pak Jayanto melihat jelas wajah Zakhiya setelah berdesakan memastikan.

"Loh, ini cucunya pak Bandi yang saya maksud pak" lanjutnya menoleh kaget pada Nino

******

Membuka mata, Khiya sudah dikagetkan dengan tirai bangsal RSUD saat Khiya

Tunggu, kakinya?

kakinya di gips dan beberapa luka ditangannya di perban.

"Buk" ibu yang sedang membaca kitab suci menoleh pada Khiya

"Alhamdulillah sudah sadar, Masih inget ibu kan?" Khiya menahan matanya untuk tidak memutar.

"Pulang" raut ibu yang semula khawatir berubah kesal

"Pulang, pulang, badan atas kau yang pulang. Sudah, ibu mau panggil suster" ibu menghentakkan kakinya kemudian keluar

Beberapa perawat memeriksakan kondisi Khiya lalu mengatkan kondisinya membaik namun sementara waktu harus beristirahat disini

Tidak!

Khiya benci rumah sakit!

"Khiya tidak mau disini buk" bahkan Khiya berani menangis dan merengek untuk pulang. Ditengah rengekan sambil keluhannya dua orang lelaki menghampiri Khiya dan tampak akrab dengan ibunya.

"Ini Pak Nino yang bantu kamu" tak ada respon apapun dari Khiya selain kedipan saat menatap pria matang dihadapannya.

Yang menjadi hilang fokus, tatapan pria itu seperti kulkas, dingin.

"Khiya" ibunya menyadarkan Khiya untuk menyapa pria itu

"Zakhiya, terima kasih sudah menolong" langsung Khiya palingkan wajahnya kesamping karena tidak tahan dengan tatapan Nino.

"Maaf ya pak Nino, Khiya memang pemalu. Tadi saja nangis tidak mau rawat inap disini"

"Rawat jalan" sahutnya singkat.

Khiya kembali membalas tatapan Nino yang masih tak mengalihkan perhatiannya.

"Kedengeran tadi sampai luar, kalau dibiarkan bisa tambah stress dan penyembuhannya bisa jadi lebih lama" merasa didukung, bibir Khiya tak sadar tertarik ke atas

"Iya bu rawat jalan saja"

"Memang dengan kondisi seperti ini bisa?"

"Saya pastikan bisa" Nino memperhatikan luka yang dialami Khiya

"Lukanya tidak parah"

"Anu buk, pak Nino dosen farmasi" sahut pak Jayanto di samping Nino menjawab kebingungan ibu Khiya

hanya membutuhkan Waktu satu jam untuk mengurus seluruh keperluan Khiya hingga bisa pulang ke rumah pada waktu malam hari.

Khiya langsung di suruh istirahat setelah dipaksa ibu untuk makan.

Jendela khiya sangat dekat dengan arah pintu lalu samar-samar ia mendengar percakapan ibu dan pria bernama Nino.

"Saya akan bertamu kembali besok. Ada yang mau saya bicarakan dengan cucunya Pak Bandi"

"Ayah saya? Ayah saya kenapa?"

"Dilanjut besok, lebih baik ibu istirahat"

"Selamat malam" pamit Nino sebelum meninggalkan halaman rumah Khiya.

Didalam kamar, Khiya memikirkan ada hubungan apa kakek dengan Nino. Pintu terbuka dan ibunya menghampiri Khiya dengan wajah yang berseri-seri.

"Nindi tidak nangis ibu tinggal?"
Ibunya menggeleng lalu menempati bagian sebelah kanan ranjang Khiya.

"Ibu titipin ke neneknya" khiya menghela sambil menerka seberapa parah luka di kakinya.

"Nino ganteng ya" jangan bilang ibunya mau promosikan pria lagi. Kalau begini caranya, Khiya rela tidak ditemani tidur oleh ibu.

"Tadi aja ibu perhatikan dia sering liatin kamu"

"Tau tidak, kata pak Jayanto sebelum kamu dibawa ke RSUD, Nino gips kaki kamu pake peralatan P3K yang ada di mobilnya. Terus yang bayarin kamu di RSUD tadi itu pak Nino"

"Uang ibu habis?"

"Bukan gitu. waktu ibu mau bayar tiba-tiba ada pemberitahuan lunas. Kata pak Jayanto, Nino yang bayar. Terus waktu ibu ganti uangnya malah di tolak"

"Khiya tetap mau ganti"

Ibunya hanya menghela lalu memunggungi Khiya sedang saat ini khiya tak merasa ngantuk sedikitpun karena ingatan tentang Mahesa kembali berputar

Ngomong-ngomong Mahesa, khiya masih kecewa perkara berduaan di kontrakan, sampai saat inipun khiya masih enggan mengaktifkan hapenya.

Tapi...

rindu

Khiya menyerah dan mengambil ponsel di meja samping lalu mengaktifkannya

Ada sembilan puluh delapan pesan yang masuk dari Mahesa.

Abang pulang kalau misalkan kamu masih susah di hubungi




Tbc

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang