51. Enggan berlarut

2.4K 240 16
                                    


Ibu dan Khiya mengantar Nino sampai mobil "saya kabari kalau sudah sampai" jelasnya pada Khiya dan hanya dibalas senyuman tipis

"Bu saya pamit"

"Hati-hati, nak Nino"

Khiya termenung sambil menatap kepergian mobil milik Nino. Pria itu berkunjung dengan ibunya ke rumah Khiya siang tadi berdalih main saja dan ingin mengenal lebih jauh tentang Khiya dan keluarganya. Nino tidak tahu saja bahwa dini hari tadi ibunya sibuk memikirkan apa yang akan dimasak dan dihidangkan pada keluarga Nino. Semuanya terjadi secara tiba-tiba dan niat Khiya pulang kampung hanya sebatas rehat dari pekerjaan dan urusan hati—-pengungkapan Brian tentang isi hatinya membuat khiya jadi canggung saat melakukan pekerjaan.

Khiya menganggap pertemuan keluarganya dengan keluarga Nino hanya sebatas silatuhrahmi namun lain halnya dengan keluarga khiya dan kelurga Nino. Nena— ibunya Nino, luar biasa baik pada Khiya bahkan diawal pertemuan saja wanita itu memperlakukan Khiya seperti anaknya sendiri.

Hanya Nena, beliau meminta maaf karena suami dan adiknya Nino berhalangan hadir karena sedang berada di Macau.

Tibalah obrolan yang membicarakan hubungan Khiya dengan Nino atas pancingan sang ibu.

"Kapanpun saya selalu siap tapi saya harus menghargai keputusan Khiya" jelas Nino penuh keyakinan. Semuanya seakan mendorong khiya untuk melakukan hal yang sama, semudah berkata YA untuk menerima pria sebaik, setampan dan semapan Nino. Padahal jika dilihat dari isi hatinya, nama Nino tidak ada disana. Soal perasaan, mudah saja untuk berkata tidak seperti lelaki sebelum-sebelumnya yang melamar ke rumah namun ini Nino, pria yang tidak ada celah sedikitpun dimata Khiya dan pria yang banyak membantu Khiya.

Tak ada reaksi yang berarti selain tersenyum dan tertawa namun usai ibu Nino berpamitan lebih dulu, Khiya membicarakan hubungan ini dengan Nino.

"Khiya belajar banyak dari hubungan yang kemarin. Mungkin akan sedikit sulit juga untuk menerima lelaki lagi di hidup Khiya. Khiya butuh waktu untuk berpikir, abang bersedia menunggu Khiya?"

Tidak ada salahnya mempertimbangkan Nino menjadi pasangan hidupnya jika dilihat dari semua kebaikan pria itu. Mungkin saja saat bersama Nino, Cinta besar Khiya untuk Mahesa memudar.

Mahesa sudah menemukan tambatan hatinya. Sekarang, giliran Khiya mencari tambatan hati yang baru.

"Sampai kapan saya harus menunggu?"

"Tiga bulan" Nino mengangguk mengerti

"Saya akan mengajukan syarat" tatapannya mengunci telaga cokelat yang menyoroti Nino dengan penasaran

"Selama menunggu, selalu kabarin saya, bersama siapa kamu saat itu dan apa yang sedang kamu lakukan"

Khiya menyetujuinya karena tidak ada yang sulit dalam persyaratan itu.

"Satu lagi"

"Satu lagi?"

"Buka hati kamu untuk saya"

*****

Pagi hari sekali rumah keluarga Khiya sudah di hebohkan dengan tangisan Nindi yang kehilangan jepit rambutnya lalu meminta diantara keluarganya mengantar Nindi ke rumah om Mahesa untuk membawa jepitan rambut pemberian itu yang tertinggal. Baik Khiya maupun ibunya tentu saja menolak dan membujuk Nindi dengan segala cara.

"Ibu belikan yang baru ya di bu Anwar, disana kan bagus-bagus juga"

Nindi menggeleng keras sambil menangis dengan kaki yang menendang-nendang udara "tidak ada kucingnya"

Khiya meninggalkan kegiatannya yang sedang memasak di dapur. Nindi kalau sudah menangis cukup membuat telinga yang mendengarnya sakit, karena itu, Khiya turun tangan membujuknya.

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang