17

11.7K 1.1K 10
                                    

Amaira menghela nafas, lantas duduk meluruskan kaki.
Pukul dua siang, pekerjaan pertamanya selesai. Lantai marmer putih itu terlihat mengkilat.

"Hm, lumayan untuk seorang nona bangsawan," Luke berkata datar dari lantai 2, sendari pagi ia mengamati kinerja Amaira.

Amaira menatap Luke sinis.
Awas saja kau akan mendapat yang setimpal! Batin Amaira mengutuk.

"Sudah selesai kan?"
"Boleh aku pulang?" Amaira beranjak berdiri.

Set..

Tiba-tiba Luke muncul di depanya. Membuat Amaira terlonjak kaget, buru-buru mengatur ekspresi.
"Tentu saja tidak, nona." Ucapnya dengan nada menjengkelkan.
Belum lagi wajahnya yang sok itu, Amaira berpikir untuk memukulnya sekali, tapi sayang mana bisa dia memukul wajah bak dewa yunani itu.
"Cepat mandi, dan temui aku di gerbang depan." Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Luke sudah menghilang.

Amaira berdecih,
Mentang-mentang punya banyak teknik teleport, malah dipake terus!

Amaira menghela nafas, segera pergi ke kamar tempat ia bangun tadi. Delisa sudah disana, sudah menyiapkan bak mandi dengan air dan pakaian.

"Biar aku mandi sendiri," Amaira mencegah gerakan Delisa.
Wanita tinggi itu mengangguk, segera keluar. Selesai dengan ritualnya, segera ia berpakaian. Pakaian ini sederhana, hanya atasan kemeja dan bawahan rok coklat biasa-sangat mudah memakainya, tidak seperti gaun-gaun para nona bangsawan yang ribet dengan menyertakan corset dan Crinoline
Amaira mengambil karet, dan mengikat rambutnya kebelakang. Sambil menatap pantulan dirinya dicermin. Meski berpakaian sederhana, Amaira masih nampak cantik dan elegan.
Amaira menoleh kearah bingkai besar yang tertutup kain itu. Tangannya terulur, segera menyingkapnya sebelum seseorang kembali masuk.
Mata Amaira terbelalak
"Ini..."

***
"Siapa yang ingin melanjutkan?" Fred bertanya dengan suara penuh wibawa.
Sekumpulan kesatria itu terdiam, saling lirik satu sama lain.

Elios mengangkat tangan kanannya.
"Aku ikut,"
"Dia adikku tentu saja aku ikut." Ucapnya yakin. Padahal Elios saat ini ketakutan, ia sangat membenci kegelapan, apalagi hutan.
Para kesatria itu saling tatap, masih merasa ragu.

"Aku juga." Jack ikut mengangkat tangannya.
"Kalian ini pasukan divisi 1 dan 2 loh. Masa takut sama hutan?" Jack menyeringai.

"Ka-kami tidak takut kapten!" Tegas salah satu bawahan Jack, dengan wajah pucat.
"T-tapi kami sayang dengan nyawa kami!"

Jack menghela nafas." Kalian ini, berpikirlah logis,"
"Jika kalian ikut nama kalian akan harum, bukan cuma nama kalian, tapi keluarga kalian juga. Dan meskipun kalian gugur dalam misi ini, kalian akan mati terhormat. Keluarga kalian juga akan mendapat kehormatan." Jack berbicara panjang lebar, mirip seperti sales produk dengan ilmu marketing tinggi.
Sekali lagi mereka saling tatap, tawaran tadi sangat menggiurkan.

"Aku ikut!"

"Aku!"

"Aku juga!"

Pada akhirnya semua orang ikut, mereka benar-benar sangat menjunjung tinggi nama baik keluarganya masing-masing.

"Teknik marketing yang bagus tuan Ashter." puji Fred.
Jack membusungkan dadanya, merasa bangga.
" Tentu saja, bagaimanapun keluargaku salah satu pedagang besar di kekaisaran Algerion." Ucapnya agak sombong.

"Siapa?" Fred bertanya.

"Siapa apanya?" Jack balik bertanya.

"Siapa yang bertanya?"

***

Tok tok

"Nona? Apa sudah selesai?" Delisa bertanya dari balik pintu.
Amaira segera menutup kembali lukisan besar itu.
" Iya sebentar lagi.."
Amaira buru-buru membukakan pintu, segera memasang wajah normal.
"Mari saya antar ke gerbang depan." Delisa berjalan mendahului.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang