S2. 73

1.6K 110 0
                                    

Mentari mulai naik dari ufuk timur, menyinari dunia dengan cahaya hangatnya. Angin musim semi semilir mengalir, daun-daun bergemerisik. Semerbak aroma bunga tercium di setiap sisi. Taman timur kembali mekar, warna-warni bunga segera mengisi pandangan.

"Tak terasa, ya," gadis bersurai hitam itu bergumam. "Sudah tiga tahun sejak pertama kali aku melihat ini, masih sama indahnya.." Amaira mengambil nafas dalam-dalam.

"Nona," Kaila muncul dari pintu kaca balkon. "Tuan Jack sudah menunggu di depan," katanya.

Amaira berbalik menatapnya. Tersenyum. Setelah tiga tahun berlalu, Kaila masih sama, dia masih memiliki tatapan hangat nan teduh khas ibu. Yang berbeda hanya bertambahnya kerutan di bawah matanya.

"Baik," Amaira segera masuk kembali ke kamarnya, menghadap cermin. Selesai Kaila menata rambutnya, Amaira memandang rupanya di kaca besar. Setelah tiga tahun, rupanya juga banyak berubah, tingginya bertambah beberapa senti, rambut panjangnya harus beberapa kali dipotong karna hampir mencapai pinggang. Diluar itu kecantikannya masih sama-bahkan sepertinya makin bertambah cantiknya, dia semakin mirip dengan ibunya.

"Apa Luke sudah mengirim balasan?" Amaira bertanya, melirik tumpukan surat yang tercecer diatas meja.
Kaila menggeleng," belum, sudah dua hari jika dihitung dari tanggal dikirimnya."

Amaira , "apa mungkin pengirimannya mengalami masalah?" Gumamnya cemas.

"Nona tidak perlu khawatir, saya akan meminta bagian persuratan untuk melacaknya." Kaila berkata takzim, dia bergerak mulai membereskan isi meja. Amaira bergegas keluar dari kamar.

"Apa anda ada acara pagi ini?" Seseorang bertanya tepat saat Amaira kembali menutup pintu kamarnya.

Amaira menggeleng, " tidak ada, hari ini aku hanya ingin jalan-jalan."

"Begitu ya, seperti dua tahun yang lalu juga begitu, bukan?" Jack bertanya, segera menyejajarkan langkahnya dengan Amaira.

Amaira terkekeh, mengangguk. Ini sudah seperti tradisi setiap tahun. Pada tanggal yang hampir sama di awal musim semi, Amaira akan berkeliling melihat isi kediaman. Bukan dengan tujuan khusus, dia hanya ingin bernostalgia, mengingat bagaimana kagumnya ia saat pertama kali datang ke dunia ini. Sedangkan sekarang, rasanya sudah terbiasa, rasanya Amaira sudah hafal diluar kepala bagian rumah ini.

"Bagaimana kabar Patricia dan yang lain?" Amaira bertanya. Sejak kegiatan belajar lanjutannya itu ia jadi jarang berkunjung kesana, terakhir kali pun beberapa bulan yang lalu.

"Semuanya baik," Jack mulai bercerita, dia selalu menjadi pembawa berita bagi Amaira. Patricia sudah bisa mengurus rumah di ibukota, si kembar sudah bekerja di sebuah butik ternama, Sarah sudah membuat satu cabang baru toko kuenya. Sedangkan Daisy-

"Oh, selamat pagi, Amaira." Sapa gadis berambut hitam itu, dibelakangnya mengikuti seorang gadis remaja yang malu-malu melihat Amaira.

"Pagi juga, kakak ipar~" Amaira tertawa dengan wajah merah temannya itu. Benar, dia Daisy.

"Tumben sekali pagi-pagi ke sini?" Amaira melambaikan tangannya kearah Lily, adik Daisy yang sangat pemalu.

"Aku ingin menemui ketua pelayan, apa dia ada di kamarmu?" Daisy mengangguk sopan ketika melihat Jack.

"Oh, maksudmu Kaila, sepertinya iya. Tapi kenapa kau berjalan kearah sini, kamarku sebelah sana." Amaira menunjuk kebalikan dari arah yang baru saja Daisy lewati.

Daisy tertawa pelan, "kau tahu rumah ini terlalu besar bukan? Aku tersesat, lagi."

Amaira berusaha menahan tawa, ini sudah terhitung lima kali Daisy tersasar. "Baiklah, Jack tolong antarkan kakakku ini ke Kaila."

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang