70

2.4K 172 3
                                    

Keesokan paginya. Maverick perlahan membuka mata, menyesuaikan cahaya yang menerobos dari kaca jendela. Dia menghela nafas, mendapati sosok di sampingnya yang nampak lelap.
Maverick bangkit perlahan, mencoba untuk tidak membangunkan putrinya. Dia segera pergi mandi, dan berganti baju. Maverick perlahan membereskan meja kecil di tengah sofa itu, botol-botol anggur nampak kosong banyak, Maverick mengernyit, kepalanya terasa sangat pusing. Sebenarnya seberapa banyak ia minum malam tadi?

Hanya sedikit yang ia ingat, setelah mengobrol dengan Fred ia diantarkan oleh beberapa ksatria, kemudian dia meminta pelayan menghidangkan anggur favoritnya. Setelah itu.. rasa-rasanya Maverick bertemu dengan Maisie, mendiang istinya yang telah lama pergi.

"Eh, ayah sudah bangun?" Amaira mengerjap, beranjak dari senderan sofa.
Maverick mengerdikkan bahu, bergegas memindahkan botol-botol anggur ke kotak.
    
"Jam berapa sekarang?" Amaira melirik jam dinding dengan malas, pukul delapan pagi. Dia segera berdiri, berjalan keluar menuju pintu kamar ayahnya.

"Mau diantar?"

"Tidak usah, aku bisa sendiri." Amaira berjalan sempoyongan. Dia tampak berantakan. Dengan gaun kusut dan rambut mengembang, dia lebih mirip seorang gelandangan yang tersasar.

"Astaga," seseorang berseru ketika berpapasan dengan Amaira.
"Aku kira kau hantu."

Amaira merapikan rambutnya, melihat sosok di depannya ini dengan mata tajam. "Siapa?" Gumam Amaira, ia baru pertama kali melihatnya. Seorang pemuda tinggi dengan baju mewah yang rapi, ditambah dengan bau parfum yang menyengat.

"Perkenalkan, aku count Erland Davy Reshan." Ucapnya dengan nada di tinggikan. Tak lupa dengan dada sedikit membusung.

Amaira ber oh pelan, ternyata orang ini count yang dibicarakan Kaila beberapa hari lalu. Tampangnya memang lumayan, tapi dia beda jauh dari ketampanan Hanzel, diluar itu Amaira kurang suka dengannya. Dari manapun jelas, dia hanya tong kosong yang bunyinya nyaring.

"Nona hendak kemana buru-buru sekali?" Tanyanya dengan wajah ramah." Atau anda tersesat? Oh, akan saya panggilkan pelayan untuk mengarahkan anda untuk pulang?"

"Tidak. Terimakasih, aku bahkan ratusan kali lebih hafal darimu." Amaira melengos pergi, tak memperdulikan wajah pria itu yang memerah. Sepertinya ia tidak mengenali Amaira.

"Hei, nona, lain kali jaga sopan-santunmu!" Pria itu bergegas menghadang Amaira. "Aku ini sepupu jauh grand duke pemilik rumah besar ini. Tunjukkanlah sikap yang baik padaku." Ucapnya dengan amarah.

"Ck. Pagi-pagi sudah merusak moodku saja," Amaira beringsut menghindar, tangan kirinya melayang, dengan cepat mengenai leher pria itu.

Brukh

Tubuh dengan parfum menyengat itu seketika jatuh tengkurap diatas lantai lorong.

"Cuma Count saja, kebanyakan bacot." Amaira terlalu malas untuk menyingkirkannya ke tepi, alhasil ia tinggalkan begitu saja.

***

"Nona tidur dimana semalam?" Pertanyaan Kaila menyambut begitu Amaira membuka pintu kamar.
"Kamar ayah, dia berhalusinasi kalau aku adalah ibu." Amaira berkata lalu, sembari melepaskan satu-persatu bagian gaun yang masih terpasang.

"Begitu ya, syukurlah," Kaila segera membantu Amaira membuka gaun, ia sudah menyiapkan bak dengan air hangat. "Dini hari tadi tuan muda Fred mencari anda," tutur Kaila.

Amaira hanya mengangguk, sibuk bermain air di bak mandi. Selesai mandi dan mengenakan gaun, rambutnya segera ditata oleh Kaila.

"Nona baik-baik saja?" Kaila bertanya lembut.

Amaira menoleh, menatap wajah teduh wanita itu." Tentu, aku baik,"

"Ah, syukurlah, saya benar-benar cemas.." Kaila menunduk dalam, tatapannya sedih. Ia terus menyisir rambut Amaira.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang