35

6K 538 3
                                    


Pagi hari yang cerah di kota Erion. Langit nampak biru cerah, dengan gugusan awan putih berpadu dengan indah.
Para warga memulai aktivitasnya, jalanan sangat ramai.
Elios-alias Dean sang pengamen tampan telah siap diposisinya. Berdiri di pertigaan jalan kota. Mulai memainkan biola kesayangannya. Beberapa orang berhenti sejenak didekatnya, sekedar mendengarkan alunan nada yang membuat nyaman siapapun.

"Terimakasih~" Elios melambaikan tangannya pada seorang gadis kecil yang baru saja memberinya koin.

Elios menghela nafas, melirik ketiang lampu didekatnya. Poster dengan wajah Amaira juga tertempel disana.
"Pangeran sialan." Elios mendesis.
"Membayar dengan uang segitu untuk yang bisa menemukan adikku? Terlalu murah." Cibirnya.

"Cobalah untuk mengatakannya langsung padanya." Ujar seseorang. Elios menoleh, ternyata Jack. Pria bersurai abu-abu itu mengenakan pakaian petani biasa.

"Haha, aku bercanda. Aku masih ingin hidup." Elios menggeleng.

"Tumben sekali kau kesini?" Elios bertanya heran.

Jack mengangkat bahu." Yah, sekedar jalan-jalan, mencari suasana baru.." jawabnya sembari melihat kesekeliling.

Elios mengangguk, kembali memainkan biolanya.

"Oh iya ada yang ingin bertemu denganmu-" Jack tiba-tiba tersingkir.

Elios menoleh.

Plak!

Sebelum tau apa yang terjadi, pipinya kini terasa panas. Karla dengan wajah merah, menggebu-gebu menampar Elios.

"Karla!" Seru teman-teman yang lain. "Sudah kubilang jangan lakukan itu disini." Sarah mencoba menenangkan.

"Tapi pembohong sepertinya pantas untuk itu!" Karla melotot kearah Elios.

"Iya-iya aku tau, tapi jangan di pertigaan jalan juga." Sarah mendesis jengkel.
"Lihat, orang-orang mulai menonton kita."

Karla mendengus. Melirik tajam Elios.

Elios mengusap pipinya yang merah, masih dengan wajah polos, tak tau apa yang terjadi.

"Ayo cari tempat yang sepi." Sarah menarik tangan Karla. Diikuti oleh yang lain.

"Kau juga, ikut." Daisy menarik tangan Elios, menjauh dari keramaian.

***

"Maafkan tindakan teman saya tuan muda Elios.. maaf." Sarah membungkuk, diikuti oleh Darla." Maafkan saudari saya tuan muda.."

"Haha, tak apa kok, tidak sakit." Elios mencoba tertawa dengan pipi yang mulai membengkak.
"Seharusnya aku yang meminta maaf, sudah membohongi kalian dari awal. Maaf untuk semuanya, juga kau Karla." Elios menatap Karla yang masih diam membisu, dangan tatapan tajamnya.

Elios menghela nafas. Ia tau sejak dulu Karla sangatlah membenci para bangsawan, khusunya keluarga Ravens. Karna kejadian yang dulu ia alami, sampai sekarang masih terngiang, dan menjadi trauma untuknya.

"Baiklah, sebagai permintaan maaf, aku akan mentraktir kalian di resto itu." Elios menunjuk sebuah restoran besar, bintang lima.
"Silahkan pesan apapun, boleh."

Sarah memekik senang, begitu juga yang lain.

"Ayo-ayo! Aku sudah lapar!" Sarah menarik Karla. Para gadis itu segera masuk kesana diikuti Elios dan Jack-

"Mau apa kau?" Elios bertanya datar.

"Makan lah, apa lagi?" Jack berkata polos.

"Ini hanya untuk para gadis, kau tidak diajak."

"Yahh.."
"Kalau begitu Skyle-"
Elios segera merangkul leher Jack, menariknya memasuki restoran yang masih sepi.

"Awas saja kalau kau macam-macam Jack." Desis Elios dengan senyumannya.

Menyapa pegawai restoran. Terus menarik Jack menuju meja besar ke salah satu sudut ruangan. Disana para gadis duduk.

"Silahkan, pesan apapun yang kalian mau." Elios memanggil pelayan.

Para gadis itu dengan semangat memesan puluhan jenis makanan. Hingga meja mereka hampir tak muat.

"Hah.. enak sekali!" Sarah berseru. "Terimakasih tuan muda-"

"Iya, tak apa, panggil saja Dean." Elios menjawab cepat, melihat pegawai resto menuju kearahnya.

"Ini tagihannya tuan." Pegawai itu menyerahkan kertas panjang dengan daftar makanan dan harga yang harus dibayar.

Pundak Elios merosot, matanya syok melihat total harga yang harus dibayar.

"Makasih, kami duluan, hehe." Patricia mengajak teman-temannya keluar resto.

Jack mengintip kertas yang dipegang Elios.

"Satu juta koin, terlalu murah." Cibir Jack, segera lari keluar resto.

Elios menghela nafas. "Ini sih bener-bener bangkrut."

Dia menatap pegawai resto, memasang wajah memelas.
"Boleh pakai cek? aku tidak bawa uang segitu banyaknya."

***

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang