Dini hari di kamar Hanzel. Pria itu nampak duduk di sofa sambil melamun, tatapannya kosong, sedangkan kedua tangannya yang saling bertaut. Wajahnya nampak kusut, begitu juga rambutnya, sesekali ia menggumamkan sesuatu."Pangeran," seseorang baru saja membuka pintu. "Anda diminta datang ke ruang pertemuan." Dia Glenn, orang kepercayaan Hanzel.
Hanzel menoleh, "Apa semua pemimpin divisi sudah datang?"
Glenn mengangguk. "Kaisar meminta anda untuk bergegas." katanya lagi sebelum pergi dan menutup pintu.
Hanzel dengan langkah berat berjalan ke arah ruang pertemuan, sebuah ruangan di sebelah ruangan singgasana sang kaisar.
Hanzel sesekali mengusap wajahnya, merapikan rambutnya juga baju yang ia kenakan.Sesampainya disana, semua orang telah menunggu—tapi tentu saja mereka tidak berani berbicara dan menghakimi sang pangeran. Hanya ayahnya, sang kaisar yang mendesis galak karena keterlambatannya. Maverick yang datang sejak kemarin malam, hanya berpangku tangan di atas mejanya.
"Baiklah, langsung saja pada intinya," Kaisar membuka percakapan. Suara kerasnya menggema di ruangan yang luas itu. "Saat ini kekaisaran sedang dalam keadaan genting. Musuh kita tiga belas tahun lalu—yang telah kita kalahkan, kini akan datang untuk menuntut balas."
Sepuluh kapten divisi kesatria itu menelan ludah, wajah mereka tegang.
"Karena itulah aku mengumpulkan kalian semua, bersama jendral, untuk merencanakan startegi pertahanan."
"Seperti yang kita ketahui sejak lama, orang itu sangatlah berbahaya dengan sihir gelapnya, yang mampu melakukan apa saja demi tujuannya."
Para kapten divisi itu saling pandang, mereka tidak mengalami perang itu secara langsung. Namun, mereka mendengar banyak kisah mengerikan mengenai sang Raja Zephania itu.
"Semua teror monster yang kita alami pastilah dia pelakunya, tidak ada yang bisa memindahkan monster-monster tingkat tinggi di berbagai tempat sekaligus."
"Maaf menyela, Baginda," kapten divisi 6 mengangkat tangannya. "Apa surat ancaman itu benar dari orang itu?"
Kaisar nampak kesal ucapannya dipotong, "Pasti. Tidak ada yang bisa masuk istanaku sembarangan dan meletakan bangkai burung dan surat yang tertulis dengan darah burung itu sendiri."
"Bagaimana kalau ada orang di dalam istana yang melakukan itu?" Kapten divisi 7 juga mengangkat tangannya.
Kaisar memandang dia dengan mata melotot, "Maksudmu putriku yang melakukannya?"
"Bu-bukan yang mulia! Saya tidak bermaksud menuduh tuan putri.." Kapten divisi itu menunduk ketakutan.
Kaisar kembali berkata. "Tujuannya tidak lain adalah untuk mengambil kembali pedang pusaka dan baju perangnya kembali."
"Bagaimana kalau dia berhasil mendapatkannya, Baginda?"
"Seluruh kekaisaran ini—tidak, seluruh dunia akan hancur." Kaisar memandang wajah-wajah ketakutan itu dengan datar.
"Baiklah, langsung saja," Kaisar enggan berkata-kata lagi, dia segera membentangkan peta besar diatas meja ruang pertemuan. "Kerahkan setengah pasukan untuk melindungi istana, khususnya ruang tempat senjata itu diletakkan." Kaisar melirik Maverick.
Maverick segera paham, dia maju dan mulai menjelaskan apa yang baru saja ia diskusikan dengan kaisar semalam suntuk.
"Dengan begitu, divisi enam melindungi dalam istana, sedangkan empat divisi lainnya akan berjaga di luar istana.." para kesatria terpilih itu mulai memahami rencananya.
"Persoalan strategi perlawanan aku serahkan pada kalian, para pemimpin divisi." tukas Maverick.
"Kapan penyerangan itu akan dimulai, Grand Duke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasyApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...