"Kita harus mengirim serangan balasan!" Hanzel menekankan kalimatnya. "Kaisar harus diselamatkan!"
"Aku mengerti kekhawatiran Anda, Pangeran." Salah satu bangsawan tinggi—dia salah satu penasehat kaisar. "Namun bagaimana caranya? Karena kesalahan strategi kita kehilangan lebih dari separuh kesatria kekaisaran."
"Tugaskan para kesatria yang baru, bukankah mereka ada banyak?" Hanzel melirik seorang kesatria senior yang ikut hadir—dia Edward, teman seperjuangan Maverick yang masih mengabdi hingga sekarang.
"Benar, sangat banyak. Bahkan dua kali lipat dari jumlah kesatria resmi yang berpangkat," jawabnya tenang. Edward—seorang baron yang hidup sederhana di pinggir ibukota bersama keluarganya. Dia dipanggil Maverick untuk mendiskusikan rencana ketika surat ancaman Alaric Zephany datang.
Hanzel nampak lega, "Kalau begi—""Kalau begitu Anda mau berbuat apa, Pangeran?" Pria paruh baya itu memotong, "Untuk apa dengan banyaknya jumlah pasukan jika strategi kita masih keliru? Anda mau membiarkan bibit-bibit unggul itu mati juga?"
Hanzel tercekat, "Bukan maksudku—"
"Aku sudah kenyang dengan kematian, dari dulu pun seperti itu. Kami hanya para bawahan, tinggal menunggu perintah menuju kematian jika strategi yang mereka buat ternyata salah, keliru. Selalu saja, selalu kami yang menjadi korbannya!" Edward sedikit berteriak dengan ucapannya. Tanpa sadar membangunkan ingatan-ingatan kelam dalam benaknya.
"Kalau tidak dengan mereka lalu bagaimana!?" Hanzel mulai ngotot. "Aku tidak mungkin mengandalkan para kesatria senior sepertimu, bukan!?"
"Sebentar, aku menghargai pendapatmu, tuan," Elios menengahi suasana yang mulai memanas itu. "Benar juga katamu, Pangeran, kita harus menggerakkan apa yang ada—tapi, aku pikir mereka belum siap." Elios memberi penjelasan dengan lebih baik.
"Strategi yang gegabah sangat mungkin membawa mereka pada kematian, ditambah mereka yang tidak memiliki pengalaman bertarung langsung."
"Lalu bagaimana?" Penasehat kaisar yang lain bertanya. "Kita memerlukan strategi yang bagus untuk serangan balik!"
"Benar!" Dua penasehat lainnya berseru setuju. "Kalau saja ada tuan Maverick, memikirkan ini akan jauh lebih mudah!"
Elios terdiam, melirik satu-persatu peserta rapat malam itu. Dari segala sisi manapun empat penasehat kaisar kurang cocok untuk menentukan itu—mereka para penasehat keuangan dan juga masalah ekonomi, mana tahu masalah strategi perang. Disamping mereka ada sang pangeran, Hanzel. Sang penerus satu-satunya yang dimiliki Kaisar—yang sayangnya kurang berpengalaman masalah berperang.
Kemampuan bertarung Hanzel memang cukup baik, namun kurang tepat untuknya menjadi pemimpin banyak orang di situasi seperti ini. Pangeran masih terlalu labil dengan temperamennya. Sedangkan yang lainnya adalah kesatria Ravens yang jelas sangat mampu dan berpengalaman dalam hal ini. Namun, para penasehat itu nampaknya tidak mau mempercayai Ravens akibat perbuatan Rion kali ini."Kalau begitu, aku minta rapat ini ditunda," Elios memutus ketegangan yang menggantung. "Setidaknya sampai kapten Fred bangun."
"Fred?" Empat pria bangsawan tinggi itu saling lirik, berkata dalam suara rendah. "Bocah tidak sopan itu, kenapa kita harus mengandalkannya?"
"Keputusan tertinggi saat ini ada di tanganmu," Elios menatap sahabatnya dengan lebih baik. "Bagaimana menurutmu, Hanzel?"
Hanzel sedikit tergugup, "Ah, kalau begitu kita tunggu Fred bangun—"
"Anda sungguh-sungguh, Pangeran!?" Para penasehat kaisar nampak tidak terima. "Kenapa kita tidak menentukan rencana penyerangan itu sekarang? Anda bisa melakukannya saat ini juga. Kami akan membantu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasyApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...