Pagi hari yang indah di istana kekaisaran. Bangunan super megah dengan pilar-pilar nan besar itu nampak berkilau begitu sinar mentari menyiram.
Seorang gadis dengan gaun mewahnya tengah berjalan-jalan di sekitar taman, sesekali ia berhenti untuk mengamati keindahan taman luas itu.
"Selamat pagi, tuan putri Julianne," seseorang menyapa dari belakang. Gadis dengan rambut pirang pucat itu segera berbalik.
"Oh, ternyata kau, Glen, ada apa?" Julianne bertanya lugas, matanya menatap asisten Hanzel dengan tajam.
"Apa anda melihat pengeran mahkota?" Glen mencoba tetap ramah, tersenyum.
"Tidak." Tukas Julianne, dia kembali berjalan meninggalkan Glen. "Kau itu asistennya, kenapa bisa tidak tahu, sih?" Julianne bertanya sebal.
Glen hanya tertawa kecil, mengikuti Julianne di belakang. "Tuan putri sungguh tidak tahu?" Glen bertanya lagi.
Julianne berdecak sebal, berbalik menatap Glen. "Sudah kubilang tidak. Berhenti mengikutiku, bikin risih saja." Julianne bersungut-sungut, melangkah pergi dengan cepat.
"Baiklah," Glen menghela nafas, nasib punya majikan super menyebalkan. Glen memutuskan untuk kembali masuk kedalam istana, berusaha mencari Hanzel dari ruang-ruang yang biasa ia datangi.
"Eh, kau cari siapa?" Sheila, pelayan muda itu menegur ketika Glen melewati pintu besar dapur.
"Kau lihat pangeran?" Glen bersidekap, dia nampak lelah, dengan keringat di dahi. Kemana pula sejak pagi buta pemuda itu hilang, biasanya juga masih rebahan di kamarnya. Glen menghela nafas.
Sheila mengangguk, ia ngat."Sepertinya di ruang arsip, beberapa saat yang lalu pangeran menuju kesana." Tukasnya.
"Baiklah, makasih Sheila, sampai jumpa." Glen segera berlari meninggalkan Sheila. Gadis muda itu segera melanjutkan kegiatannya.
***
Tepat saat Glen sampai di depan ruang arsip, pintu itu terbuka. Dua orang pria dengan wajah serupa itu keluar dengan membawa tumpukan dokumen tua. Glen mengabaikan empat penjaga yang sempat menghadang, segera memberi hormat, lantas membantu membawakan kertas-kertas tua itu.
"Pastikan semuanya baik, sempurna dan tanpa ada celah." Tukas Kaisar. Hanzel hanya mengangguk dalam. "Jangan sampai ada yang terlewat satu katapun, kita takkan pernah tau trik apa yang akan dilakukan orang-orang dari hutan itu." Kaisar berkata lugas. Hanzel hanya mengangguk dalam.
"Mintalah asistenmu untuk membantu, dan pastikan ia menutup mulut." Ucapnya dingin. Pria dengan seragam dan jubah kebesaran itu segera melangkah pergi, membawa dua orang ksatria.
Glen menilik wajah Hanzel yang nampak suram. "Jadi pangeran, apa ada yang perlu saya bantu?"
Hanzel segera tersadar, mengangguk. Mereka segera pergi ke ruang kerja Hanzel.
"Anda serius?!" Itu perkataan pertama-sekaligus seruan tidak percaya dengan apa yang barusan Hanzel ceritakan.
"Kasus besar itu, semua adalah rekayasa Kaisar Calderon I ??"
Hanzel mengangguk pelan.
"Dan, dan semua yang terlibat-termasuk pembunuhan para penulis itu juga perintah Kaisar?" Glen bertanya, Hanzel mengangguk lagi.
"Hah!?" Glen menyisir rambutnya dengan jemari. "Bagaimana mungkin?! Dan sekarang, saya diminta untuk memalsukan semua kejadian itu?"
Hanzel menunduk. "Aku tahu kau pasti keberatan, itu sebabnya aku tidak memberi tahumu masalah surat anonim pagi buta tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasyApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...