S2. 103

1.3K 61 8
                                    

Tengah malam telah terlewat beberapa menit lalu, udara semakin dingin menusuk kulit, kabut tebal menutupi pandangan.  Di atas sana, awan gelap bergulung-gulung dengan kilat yang sesekali menyambar.

"Beberapa kilometer lagi padang rumput Skylerian...," gumam Hanzel di atas kudanya. "Semuanya, sebentar lagi kita akan sampai di tempat istirahat sementara kita!" Pesan itu segera disampaikan secara berantai, memastikan semua telah mendengar.

"Ingat! Jangan merusak apapun! Jangan mengganggu penduduk disana!" tegasnya pada semua pasukan.

Para prajurit muda itu mengangguk patuh, fokus melihat sekitarnya. Beberapa puluh meter berjalan, suasana menjadi sangat sunyi. Suara serangga yang selalu berdenging itu tiba-tiba lenyap, digantikan dengan suara gemerisik dedaunan dan ranting pohon yang terkena angin.

"Perasaanku tidak enak...," keluh salah satu prajurit, dia bersama empat orang lainnya berjalan di bagian samping kanan barisan.
"Itu cuma perasaanmu," celetuk rekannya, posisinya tepat bagian kanan, paling luar dari barisan. "Tidak ada apa-apa di hutan ini, mereka pasti takut dengan kita!" Dia berucap sambil menggerak-gerakkan obornya--hanya itu yang ia lihat dari temannya.

"Tapi sungguh!" Dia berkata, melirik ke samping lainnya, cahaya obor teman-teman yang lain mulai menjauh. "Hei, kenapa berhenti?" Dia bisa melihat obor yang temannya itu tertinggal cukup jauh.
"Hei!" Dia berseru, tapi temannya itu tidak menjawab. "Oh, ayolah...." Dia bergumam-gumam bimbang.

Dia terlalu takut untuk menyusul ke belakang, sedangkan teman-teman yang lain sudah jauh di depan sana.
Baru saja dia hendak berbalik, tiba-tiba saja obor yang temannya pegang itu terjatuh, suara kuda meringkik ketakutan terdengar menggema. Bersamaan dengan itu, angin berhembus kencang. Nyala api yang ia pegang segera padam. Gelap. Pemuda itu panik mencari teman-temannya yang ada di depan, namun nihil, ia justru menemukan rentetan pohon-pohon besar mengepungnya.

Tiba-tiba kuda yang ia tumpangi mengamuk, meringkik marah dan membuatnya terpental jatuh.

"Tolong...." Matanya melihat ke atas, posisinya terlentang, merasakan sesuatu telah menembus dadanya.
Kilatan-kilatan petir menyambar di antara renggang kanopi pohon. Sebelum mata itu benar-benar tertutup, dia sempat melihat sesosok wanita cantik dengan gaun putih menatapnya.
"Nona malaikat?" racaunya dengan setengah kesadaran. Wanita yang menatap dari atas itu tersenyum lebar, sebuah tombak teracung tepat di depan wajahnya.

"Itu... untuk apa?"

Jruk!

***

"Hei, dimana dua bocah penakut itu?" Salah satu senior bertanya, dia kebetulan ada di barisan paling luar bersama dua orang juniornya.

"Tidak tahu, bukannya tadi ada di belakang senior, ya?" Junior itu menelan ludah, dua temannya itu tidak ada.

"Astaga, cepat laporkan pada pangeran!" Senior itu mulai gusar. Satu junior segera hilang di antara kabut, menyusul puluhan nyala api yang ada di depan.

"Berhati-hatilah," ucap sang senior, "Kita tidak tahu ada apa saja di hutan ini."
Junior yang ada di samping kanannya mengangguk, "Apa itu termasuk wanita?"

"Hah, apa maksudmu? Jangan bergurau!" Sang Senior masih memperhatikan nyala obor prajurit lainnya di bagian kiri depannya. Puluhan meter mengikuti nyala api itu, menunggu jawaban dari junior yang pergi melapor.

"Sial, kenapa suara mereka tidak terdengar sama sekali?" Senior menyipitkan mata, mencoba melihat puluhan nyala api di tengah-tengah tebalnya kabut.

"Hei ayo lebih ke kiri, kita sudah jauh terpisa--" pria berkumis itu terdiam kebingungan. Junior di belakangnya itu sudah tidak ada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang