"Ti-tidak mungkin!" Reynand terduduk lemas, tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan. "Bukankah mereka pasukan khusus milik ayahmu?"
Fred menggeleng, tatapannya kosong. "Aura mereka berbeda, rasanya sangat pekat dan gelap. Sihir terlarang.."".. Matthias, Eddie dan semua... maaf.." Reynand menunduk dalam, jemarinya meremas kuat rerumputan.
"Ini semua belum berakhir," Fred kembali berdiri, kini dihadapannya muncul monster lagi. "Simpan semua rasa sedih dan amarahmu itu, kita harus menyingkirkan mereka terlebih dulu—"
"Untuk apa?! Kita juga akan mati, bukan!?" Reynand berkaca-kaca. "Untuk apa mempertahankan lagi jika semuanya telah tiada?"
Pletak! Fred reflek menjitak kepala pria itu.
"Karena itulah! Jangan sia-siakan pengorbanan mereka dengan menyedihkan seperti itu, payah!" Fred menyerahkan pedangnya pada Reynand. "Setidaknya ayo mati dengan keren." ucapnya setengah bergurau.
Reynand menggerutu, mengusap kedua matanya. "Enak saja, aku tidak mau mati sebelum aku kaya."
Fred menyeringai, "Semangat yang bagus, berusahalah kali ini—" Pandangan Fred seketika tertuju pada seorang penyihir yang muncul di depannya. Fred mengenali pria itu sebagai kurir informasi.
"Ada pembaruan rencana, Tuan." Pria bertudung rapat itu menunduk sejenak. "Baginda meminta semua yang ada di luar istana untuk segera masuk ke dalam—""Bagaimana dengan ayahku?" Fred memotong.
"Justru karena beliaulah kunci kemenangan perang ini, beliau akan memperkecil ukuran kubahnya secara bertahap."
Fred terdiam, "Apa tidak apa-apa membiarkan sebagian wilayah istana hancur?"
"Baginda bisa saja membangun gerbang dan gazebo-gazebo indah itu dengan mudah," pria itu menyampaikan pesan dengan baik, sesuai apa yang diperintahkan.
Fred menghela nafas, "Baiklah, kita tidak ada pilihan lain selain menuruti apa yang akan di rencanakan Kaisar." Dia nampak pasrah. "Reynand, kita mundur,"
"Apa!?" Reynand nampak tidak terima. "Bagaimana—" ucapannya terpotong melihat wajah sendu Fred.
"Kumohon," Fred berbisik. "Aku tidak mau mengorbankan mereka lagi, "
"Baiklah, semua! Segera masuk kedalam istana!" Fred mengomandoi pasukan yang tersisa. "CEPATLAH! Sebelum kubahnya menyusut!"
***
"Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan?" Maverick mendatangi Kaisar dengan wajah sedikit memerah. "Dan kulihat kau belum mengevakuasi orang-orang dalam istana?!"
Kaisar terkekeh pelan, "Tenang saja, Mave, dia tidak akan menembus pertahananku kali ini." Tangannya menunjuk beberapa puluh orang berjubah. "Mereka adalah orang-orang dengan sihir sepertimu, mereka bisa mengulur waktu hingga pasukan Ravens datang."
Maverick menghela nafas, "Baiklah, terserah kau ." ucapnya sebelum pergi untuk beristirahat.
"Pasukan kita tinggal segini?" Fred menghampiri pemimpin divisi lainnya.
"Sejauh ini, iya." Mereka menghela nafas. "Pasukan cadangan dari divisi kami diperintahkan untuk berjaga di tiap-tiap kota sekitaran Erion."
"Benar, yang memerintahkan itu adalah tuan grand duke, untuk menanggulangi bila mana ada kemunculan monster disana." Yang lain ikut menyahut percakapan.
"Begitu, ya.." Fred melirik keluar jendela, nampak gerombolan monster menerjang halaman depan istana. Taman indah itu mulai hancur berantakan. Sebuah lapisan kubah melindungi istana dengan kokoh, itu bukan kubah Maverick, melainkan kubah gabungan dari para penyihir pilihan kaisar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasiApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...