S2.81

938 75 0
                                    

Jack segera mencabut pedang dari sarungnya, segera melompat dan menebas akar yang melilit Adel. Tubuh Adel meluncur jatuh, dalam gerakan cepat Jack segera menangkapnya.

"Cepat bawa Adel menjauh!" seru Amaira. Dia membungkuk, menghindari akar-akar sebesar paha orang dewasa yang terus menggelepar itu.

"Tapi-"

"Cepat!" Amaira sudah mengambil pedang milik Jack. Segera melesat, memotong salah satu lengan monster tanaman. Akar itu jatuh, kemudian layu dan menjadi debu berwarna hitam.

"Sihir gelap," Amaira menyeka keringat. "Kira-kira, dimana orang itu?" Amaira bergumam melirik Jack yang patuh, berlari membawa Adel sembari berteriak minta tolong.

Monster yang terpaku dalam tanah itu masih menggerakkan akar-akarnya yang berotot. Menggelepar kesana-kemari, pecahan kaca  berterbangan. Menggilas pot-pot dan bunga milik Adel, taman itu luluh lantak.

"Sepertinya kau komplotan orang itu, ya?" Amaira bisa merasakan keberadaan sihir gelap itu. Terasa tipis, seperti benang, terjalin pada tiap akar yang menggelepar liar.

"Dasar pengecut," Amaira kembali memanas-manasi.  "Setidaknya tunjukkan wajahmu, penyihir sialan!"

Hening. Hanya suara gesekan antara akar-akar itu. Orang yang ada dibelakang tanaman itu tidak tertarik untuk meladeni Amaira.

Amaira menarik nafas dalam-dalam. "HEH, SIALAN!" teriaknya.
"ASTAGA, KALIAN BENAR-BENAR COCOK! KALIAN SAMA-SAMA PENGECUT!" lanjutnya.

Mendengar itu, wanita berjubah hitam itu menggertakkan giginya. Mengepalkan tangan. Seketika itu pula puluhan akar bergerak cepat menerjang Amaira. Dia tak berkutik, pedangnya jatuh, ia dililit kuat keatas.

"Seperti kata tuan," sosok penyihir itu muncul, dia bertumpu pada salah satu akar yang sangat mudah ia kendalikan.
"Kau ini benar-benar banyak omong." katanya.

"Huh, akhirnya, kita bertemu lagi." Amaira nyengir. Meski ia dililit kuat, dadanya sesak, dia tetap mencoba untuk tenang.

Penyihir wanita itu membuka tudung jubahnya, menatap Amaira lebih baik. Matanya berwarna merah, begitu juga rambut panjangnya. Kulitnya putih cenderung pucat. Melihat wajah pucat dan tirusnya, membuat Amaira kembali mengingat saat tiga tahun lalu. Dimana ia diculik dan penyihir ini adalah bos bandit itu.

Dia melambaikan tangannya sekali lagi. Amaira makin tercekik, susah payah untuk bernafas.

"Aku jadi tidak tega membunuh anak secantik ini," ucapnya dengan seringai kecil. Dia menggerak-gerakkan akar itu, bermain-main, Amaira dibolak-balik, naik-turun. Amaira masih berusaha tenang, meski perutnya sudah bergejolak.

"Haha, baru segini," Penyihir itu menatap rendah Amaira. "Ternyata, 'tuan' hanya menakut-nakuti aku. Bocah ini tidak ada apa-apanya.."

"Sialan," Amaira terengah-engah, sekarang posisinya terbalik, wajahnya tepat menghadap sang Penyihir. "Kalau kau mau kau bisa berduel denganku langsung, tidak pakai bantuan monster."

Sang Penyihir mendengus, "Memangnya kau siapa? Kesatria?" Dia membuat Amaira makin pusing dan mual. "Tidak perlu hal bodoh seperti itu, bagaimanapun juga, kau akan kalah."

Dalam satu kali gerakan jarinya, Amaira terlontar dari ketinggian sepuluh meter. Menimpa pot-pot bunga, gaunnya sobek di beberapa bagian. Amaira meringis, ia bisa merasakan kalau ada beberapa tulangnya yang patah.

"Berhentilah bermimpi kalau kau bisa menghentikan kami." Penyihir itu turun dari atas dengan gerakan yang sangat mulus seakan terbang.
"Aku tak punya waktu banyak, jadi pejamkan matamu, ini takkan lama.." Penyihir itu nampak mengumpulkan gumpalan gelap di telapak tangannya, matanya terpejam. Perlahan mendekati Amaira.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang