52

3.5K 383 11
                                    

Maaf. Itu kata pertama yang Amaira ucapkan setelah teman-temannya menariknya menuju belakang bangunan pertokoan.

"Aku sama sekali tidak ada niatan untuk membohongi kalian, sungguh," Amaira menunduk dalam-dalam. "Aku hanya ingin merasakan kehidupan orang biasa, ingin hidup bebas.." 

Karla masih bersidekap, nampak kesal. Tapi kemudian menghela nafas, begitu juga Patricia.

"Kami memang sudah memaafkanmu kok," ujar Karla, wajahnya kembali ramah. "Dengan syarat kakakmu itu harus mentraktir kami." Karla menunjuk Elios.

"Yeah, itu bukan apa-apa sih." Elios mengangkat bahu, tidak keberatan uangnya dipakai.

"Diluar itu, kami bersyukur kau telah kembali," Sarah memeluk Amaira hangat, begitu juga Karla dan yang lain." Apa kau baik-baik saja?" 

Amaira mengangguk. "Tentu saja!"

"Apa yang dilakukan para bandit itu padamu?" Karla melirik tangan Amaira yang diperban.

"Ah, aku.." Amaira bingung harus berkata apa," aku hanya di sekap di sebuah gubuk, nah disitu aku harus jadi pelayan mereka..begitu.." 

"Kamu ngga di apa-apain kan?" Karla nampak cemas.

"Engga kok, mereka takkan berani." 

"Awas saja kalau bertemu pelaku itu! Aku akan mencincangnya habis!" Elios berseru, untuk meyakinkan pernyataan Amaira.

Patricia tertawa, "cincang apanya, kerjaan kakakmu ini cuma bersedih tiap harinya, dia bahkan hampir menangis~" ejek Patricia. Wajah Elios memerah, membuat semua tertawa.

"Eh, aku laper nih, makan yuk!" ajak Darla, menggandeng Sarah.

"Iya, aku juga." Patricia mengikuti mereka. "Kau juga, tuan Muda~"

"Iya-iya," Elios meringis, merasakan dompetnya akan kembali menipis.

Amaira tertawa, melirik Daysie yang malah diam. 

"Tumben kamu diem, Daysie?" Amaira menegurnya. Mereka berjalan paling belakang.

Daysie menggeleng, "bukan apa-apa, kok." Matanya menatap kedepan, punggung Elios yang lebar. Wajahnya jadi memerah.

"Kakaku ganteng ya?" Amaira menyeringai.

"A-ah, engga, ma-maksudku iya," Daysie bak kepiting rebus. "Banget.." lirihnya membuang wajah.

***

Hingga mentari mulai condong ke barat , mereka masih betah di dalam sebuah restoran. Menikmati berbagai kudapan lezat, sembari mengobrol. Sesekali tertawa, dan bercerita. Khususnya Amaira, dia harus mengarang berbagai hal soal penculikannya itu.

"Eh, sudah sore nih," Patricia melirik jendela. Cahaya oranye menembus kaca. 

"Benar, ayo kita pulang!" Ajak Darla.

"Kami pulang dulu!" Sarah melambaikan tangan. Mereka ber lima segera keluar restoran.

"Enak sekali mereka, habis makan-pulang." Elios baru kembali dari membayar tagihan.

Amaira tertawa, "salah siapa bohongin mereka?"

Elios menggerutu. "Yah, karnaku juga sih,"

Amaira menguap, rasa kantuk tiba-tiba menghampirinya. Elios segera mengajak pulang adiknya itu. Kereta kuda sederhana segera melesat kearah kediaman Ravens.

Lima belas menit, mereka akhirnya sampai. Amaira segera melangkahkan kakinya memasuki gerbang. Menarik nafas dalam-dalam, lantas menghembuskannya perlahan.

"Akhirnya pulang juga!" Serunya antusias, segera berlari menuju teras depan.

***

Dua sosok dengan rupa sama itu ternyata telah menunggu di balik pintu. Wajah mereka juga sama, datar. Hanya tatapan mereka yang berubah lega saat Amaira berlari kearah mereka.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang