S2. 84

681 53 0
                                    


Kaila tersenyum lebar penuh kemenangan. Ketika dia melihat ke bawah-

"Siapa kau!?" Amaira melotot.

Wanita itu loncat ke belakang. Balas menatap tajam Amaira. "Apa maksud nona? Aku Kaila, ibu yang mengasuhmu, Nona." Dia berkata, suaranya sama seperti biasanya. Lembut, penuh kasih sayang.

"Yang benar saja." Amaira beranjak berdiri, dia menyeka dada sebelah kanannya. Sesuatu yang hangat mengalir dari balik gaunnya. "Kau bukan Kaila, penyusup sialan."

Wajah Kaila mengerut marah. Tidak disangka, Amaira mengetahui penyamarannya.

"Oh ini yang 'tuan'mu perintahkan?" Amaira berganti menatap wajah Kaila. "Dengan menghilangkan semua bukti dan saksi mata, kau kira bisa menutupi semuanya?" Amaira bersiap, kedua tangannya mulai menyala biru.

"Sepandai-pandai kalian menyembunyikan bangkai, suatu saat akan tercium busuknya!"

"Banyak omong!" Wanita itu melesat, kembali mengarahkan senjatanya. Sebuah belati yang cukup panjang. Amaira meloncat menghindar, cipratan cairan merah segera tercecer. Amaira meringis.

"Oh, benar kata tuan," Seseorang yang berwajah Kaila itu berjalan dengan santai. "Kau tidak bisa menggunakan dua jenis mana sekaligus."

Amaira terengah-engah. "Diam kau! cepat pergi dari Kaila!" Amaira melesat mengacungkan tinjunya.

Kaila menghindar dengan sigap, segera menangkap tangan Amaira dan memutarnya kebelakang.

Jreb!

Belati itu kembali menancap, kini di bahu kiri Amaira.

"Ukkhh!" Amaira berontak, jatuh bergulingan di lantai. Belati itu segera ia ambil dan lemparkan jauh.

"HAHAHA.." wanita itu tertawa renyah.

"Penyihir sialan.." Amaira nampak pucat. Mati-matian berusaha menyembuhkan diri. Namun entah kenapa, pemulihannya benar-benar lambat.

Kaila berjongkok dan menatapnya remeh. "Percuma saja.. kau tetap akan mati," ucapnya dengan senyum lebar.

Amaira terbatuk, darah segar menyembur dari mulutnya. Racun. Belati itu sudah dilapisi racun.

"Itu racun paling mematikan, dan sampai sekarang belum ada penawarnya," tukasnya.

Amaira terpikir cara lain, dia mengumpulkan mana pada tangan kanannya.

"Oh, kau masih mau menyerangku? Bodohnya.."

Kaila tidak berpikir panjang, dia santai membiarkan Amaira terus mengumpulkan banyak mana di tangannya. "Percuma saja, kau akan mati duluan..." gumam wanita itu dengan percaya diri.

Amaira sempurna mengumpulkan mananya, dan ketika wanita itu lengah, Amaira segera memukulkan tangannya ke lantai.

DUARHH

Lantai marmer mengkilat itu seketika hancur, membuat retakan dan lubang yang cukup dalam, seisi ruangan bergetar sejenak.

"Apa yang-" Wanita itu kebingungan. "Apa yang kau lakukan?!" Menatap Amaira yang baru saja membuat lubang besar, lantai marmer itu berterbangan, kamar remang itu segera dipenuhi kepul debu.

Amaira menyeringai. Tidak mungkin penghuni kediaman ini diam begitu saja merasakan besarnya Mana yang ia sebar. Tinggal menunggu untuk mereka datang, semoga saja-

"Ha! Usaha yang sia-sia," Dia berseru angkuh. "Semua yang ada di kediaman ini pasti telah terlelap."

Amaira menggigit bibir, ia hanya bisa duduk dengan tangan gemetar sebagai penyangga.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang