45

4.7K 408 12
                                    

Latihan kali ini berakhir dengan cepat, Lucy memulangkan mereka lebih awal, masih pukul empat sore. Para pemuda-pemudi itu bergegas kembali ke kastil.

Setelah Amaira selesai bersih-bersih, seperti biasa dia akan ke dapur, sekedar mengintip menu makan malam sekaligus sedikit membantu.

"Wah, masak apa hari ini?" Amaira bergegas merapat disamping Merisa. Yang sedang sibuk mengaduk sesuatu dalam kuali.

Merisa tersenyum." Sup kacang merah."

Amaira mengangguk, menanyakan apa yang perlu dibantu. Merisa menunjuk gelas-gelas, maksudnya isi gelas itu, lantas bagikan.

Amaira mengangguk, memulai pekerjaannya. Sembari bersenandung, syukurlah, nampaknya Merisa tidak marah lagi padanya.

"Omong-omong makasih ya, gaun dan juga perhiasan itu." Merisa berkata tulus, " sangat indah."

Amaira mengangguk. "Sama-sama, kalau butuh apa-apa tinggal bilang ya, aku akan membantu." Ucapnya enteng sembari menuangkan minuman.

Merisa tertawa, "kira-kira seberapa kaya orang tua safira?" Tanyanya penasaran. Mengabaikan ucapan Amaira lima hari yang lalu-tentang orang tua yang sangat jauh. Tapi jelas segala bantuan yang datang tak terkira itu dari keluarga Safira.

Amaira menyahut dengan kekehan, "ngga akan habis hingga tujuh keturunanku nanti." Lantas mereka tertawa.

"Tapi aku bingung, untuk apa mengenakan gaun indah nan mewah itu disini?" Merisa bertanya lagi, kini beralih tempat, disamping Amaira, ikut menata gelas.

"Suatu saat pasti kau akan membutuhkannya, dan lagi, Skylerian takkan selamanya seperti ini." Ucap Amaira yakin.

"Atau kau bisa main ke rumahku, ke ibukota. "

Merisa mengangguk, tentu dia mau, itu impiannya sejak dulu. Berkunjung ke Ibukota, melihat dunia luar.

***

"Tetap berhati-hati semua, saling menjaga, dan segera laporkan jika ada sesuatu." Ujar Lucy, menunjuk kembang api di saku masing-masing pemuda.

Para pemuda mengangguk, dua regu itu segera meninggalkan kastil. Mulai menjalankan tugas, membunuh monster yang masih berkeliaran di pemukiman.

Langit cerah tanpa awan. Amaira mendongak keatas, berseru takjub. Bintang-gemintang nampak jelas, ribuan, sangat indah.

"Indah bukan?" Tanya Lucy santai, sembari mengelap pedang yang ia gunakan.

Amaira mengangguk, ini suatu momen langka. Mengingat dikotanya dulu tak nampak bintang satupun karna polusi cahaya.

"Sepertinya kita bisa pulang cepat nih!" Seru salah seorang pemuda.

"Benar! Aku sangat mengantuk." Tukas temannya.

Pada akhirnya itu terjadi, karna lengangnya malam ini, mereka pulang lebih cepat, pukul 4 mereka bergerak ke kastil. Dengan hati gembira, membawa kabar baik, bencana ini akan segera berakhir. Dan satu lagi, melihat Amaira yang nampak bersenandung ria. Dia juga akan segera pulang.

***

"Tidak boleh, kau harus tetap berada disini." Tegas Luke.

Tidak peduli Amaira yang nampak sedih mendengarnya. Dini hari tadi, begitu Amaira sampai di kastil, ia langsung menyambangi kantor Luke. Meminta dipulangkan.

"Ayolah.." Amaira memohon. "Bukankah ini sudah lewat seminggu?"

"Belum, masih sehari lagi." Tukas Luke cuek, kembali menilik dokumennya.

"Yasudah, besok, aku akan pulang besok." Cetus Amaira, yang langsung mendapat tatapan tajam dari Luke.

"Hei, aku sudah menuruti apapun yang kau mau, aku sudah berlatih, melawan monster juga cosplay menjadi warga sini-"

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang