S2. 95

661 45 2
                                    


Brak!

Fred memukul pintu balkon dengan kesal, dia perlahan keluar balkon. Menatap pemandangan taman istana yang sudah tidak berbentuk—taman luas yang ada di luar jangkauan barrier itu luluh lantak. Sedangkan hanya berjarak beberapa meter di depannya adalah barrier, monster-monster itu makin menumpuk, dengan segala cara menyerang kubah itu.

Di belakangnya, Hanzel nampak terduduk lesu, pedang miliknya tertancap pada bangkai monster di tengah ruangan. Reynand nampak duduk tak jauh dari sana, wajahnya kembali murung.
Fred kembali menatap tumpukan monster itu yang menatapnya buas, seakan ingin menerkam—namun terhalang tembok transparan dengan waena kemerahan.

Angin tiba-tiba berhembus, membuat Fred terbelalak. Dia sontak melesat masuk.

"Ayo pergi!" Fred menarik kedua orang itu. "Sebelum—"

BRAKKHH

Lengan monster tanaman menembus balkon juga dinding istana. Kemudian menyusul monster-monster berkaki delapan yang merayap masuk, mengepung mereka bertiga. Monster itu mendesis, cairan asam menyembur.

"Gi-gila!" Reynand menebas monster itu.
"Kubahnya hilang!" Dari dinding dan balkon yang jebol, dia bisa melihat jelas kalau diluar sana telah terjadi tsunami monster.

"Kita tidak bisa menahannya!" Hanzel juga menghadapi monster-monster itu. "Kenapa kubahnya hilang!?"

"Mana aku tahu!" Reynand berseru kesal, lagi-lagi dia berhadapan dengan monster merayap. "Sesuatu pasti terjadi di aula!"

Fred berdecak, setelah menebas monster yang menghalangi pintu, mereka segera berlarian di koridor. Dibelakang mereka mengikuti monster-monster merayap, mereka sesekali menembakkan cairan asam dari mulutnya.

"Ukh!" Reynand merasakan kalau sepatunya meleleh. "Aku benci laba-laba!" Gerutunya sambil berlari.

Koridor itu masih panjang, mereka masih terus berlarian, sesekali berbelok untuk memperlambat laju monster-monster itu.

"Hei, kau mau menghancurkan istanaku!?" Hanzel berteriak. Sejauh ini yang mereka lakukan hanya berputar-putar dalam istana bagian kanan—tempat untuk tamu wanita—juga kamar putri dan ratu. Membuat monster itu menyebar ke setiap sisi yang mereka lewati.

"Siapa suruh mengikuti aku, brengsek!" Fred yang memimpin di depan berseru kesal. "Aku akan membuat mereka tetap disini, jangan sampai mereka masuk aula!"

"Pasukan disana tidak cukup kuat menghadapi mereka," tukasnya sebelum kembali berbelok, kembali ke rute yang pernah dilewati.

"Astaga! Benar-benar menyebalkan!" Reynand nampak kelelahan. "Kalau saja kau datang lebih awal, ini takkan terjadi!"

"Apa maksudmu, aku baru menerima pesan darimu malam lalu!" Fred berseru jengkel. "Siapa yang disuruh mengirimkan kabar itu lebih cepat, hah!?"

"Rion," Reynand berkata pendek. "Kau tidak menerima pesan darinya, hah!?"

"Sialann!" Fred mempercepat lajunya. Kali ini ia memilih jalan yang langsung menuju aula.

"Ada apa?" Hanzel ikut mempercepat larinya. "Bukankah dia orang kepercayaan ayahmu!?"

"Aku tak pernah menerima pesan darurat darinya—tidak. Dia tidak pernah mengirimkannya!"

***

Beberapa saat yang lalu, aula istana. Kaisar nampak cemas, beberapa kali ia berjalan bolak-balik dengan gusar.
"Astaga, Juli putriku..." Kaisar bergumam. Sedangkan para kesatria itu, tidak ada seorangpun yang berani menyusul kesana.

"Sepertinya kita telah terjebak," Maverick berkata.

Demi mendengar itu kaisar mendekatinya. "Apa maksudmu!?"

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang