22

8.6K 851 14
                                    


Mata Amaira terbuka, beranjak duduk. Dia melirik jam dinding yang tergantung di sisi lain tembok. Pukul 1 tepat. Tiga jam yang lalu, ia dipersilahkan memakai kamar tamu untuk beristirahat.
Kamar berukuran 5×5 meter itu nyaman. Dengan dinding batu bata merah, tempat tidur ukuran sedang dan sebuah lemari besar. Ruangan itu remang-remang, hanya dengan pencahayaan lilin disamping tempat tidurnya.
Tenggorokanya terasa kering, dia butuh segelas air.

"Kalau butuh apa-apa tinggal bilang ya. Kamarku ada di samping kamar tamu." Suara Merisa terlintas dibenaknya, itu ia katakan beberapa jam lalu.

Amaira menggeleng, ide buruk. Dia tak mau mengganggu Merisa, lebih baik ia melakukannya sendiri.
Amaira merapikan rambut kusutnya, bergegas menuju pintu. Gerakannya terhenti saat ada sebuah bayangan di balik pintu kamar.

"Kau kembali?" Itu Luke.

Bayangan seseorang kembali terlihat. Amaira menahan nafas, siapa itu? Luke bertemu seseorang jam segini?

"Yeah, ada sedikit masalah tadi." Ujar orang itu.

"Apa terjadi sesuatu?" Tanya Luke.

"Orang-orang kekaisaran itu memaksa memasuki hutan."
"Mereka membunuh para penghuni disana dengan kejam."

"Apa!?"
"Bagaimana dengan tiga penjaga?"

"Mereka tak memberi ampun pada 3 penjaga itu." Jawab orang itu. Sekilas, orang itu mengenakan jubah.

"Ck, orang-orang itu tak mau berubah!" Luke berdecak sebal.
"Selalu saja mengganggu dan merusak tatanan alam. Justru merekalan iblis sebenarnya."
"Kalau para penjaga itu dibunuh, kemungkinan besar pemimpin mereka akan membalas dendam.." Luke bergumam kecil.

"Oh ya Luke, sepertinya kau menyelamatkan seseorang?" Orang itu bertanya.

Amaira melangkah mundur.

"Benar, dia adalah putri 'majikan'mu." Nada kesal Luke berubah, kembali datar.

"Heh, sejak kapan sahabatku ini baik hati?" Orang itu bertanya. Tertawa kecil.

"Bukan urusanmu," Luke berkata dingin.
"Aku punya alasan baik untuk me-"

Tuk
Prak..

Amaira menoleh, dia tak sengaja menyenggol meja, dan membuat lilin jatuh. Percakapan Luke dan orang asing itu terhenti.

"Kita lanjutkan nanti, sampai jumpa." Bayangan orang itu seketika menghilang.

Luke melangkah, tanganya terulur hendak membuka pintu kamar. Sialnya pintu itu tak terkunci.
Amaira buru-buru mengatur ekspresi, segera berjongkok.

"Oh, hai Tuan Duke" Amaira menyapa Luke santai, sembari mengumpulkan potongan lilin yang pecah.

"Apa yang kau lakukan?" Luke bertanya datar.

"Kau tidak lihat? Tentu saja membereskan ini." Amaira menjawab ketus.

Luke membuka pintu lebar-lebar, membuat cahaya lentera di lorong masuk kedalam kamar.
Amaira beranjak berdiri, selesai membersihkan masalah kecil itu ia segera menyalakan lilin yang baru.

"Kau tadi menguping kan?"

"Eh menguping apa? Aku baru bangun loh." Amaira memasang wajah polos.

"Jangan menyangkalnya, katakan sejujurnya." Luke menatapnya datar.

"Aku sudah jujur, aku terbangun karna lilin ini jatuh tau.." Ucap Amaira bohong.

Luke masih menatap tajam Amaira. Jelas dia tak percaya.

"Haah, terserah kau mau percaya atau tidak, tapi segeralah kembali kekamarmu, aku mau tidur." Amaira bergegas menutup pintu, lalu menguncinya. Tidak peduli dengan Luke yang seakan terusir.

Takdir Sang AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang