Mentari baru menampakkan dirinya saat jam menunjukkan pukul 10 pagi, pagi yang segar, semua mulai beraktivitas setelah melewati beberapa jam yang membosankan dengan gerimis.
Sejak pagi tadi, bahkan sekarang, Amaira masih tetap dalam kegiatannya. Rebahan diatas kasur. Ingin tidur, namun matanya tak kunjung menutup. Melirik kearah jam dinding, hampir pukul 11, tapi perutnya sudah berbunyi. Amaira beranjak, berjalan arah kantor Luke. Dengan harapan ada tuan Robert disana, bukan mengharap kehadiran orang itu sebenarnya. Hanya saja, jika ada orang itu, cemilan akan hadir diatas meja. Amaira terkekeh, melanjutkan jalannya.
"Selamat pagi nona Amaira." Seseorang menyapanya. Amaira mengangguk pada orang itu, " selamat pagi tuan."
Pria berjanggut putih itu segera menyejajarkan langkahnya dengan Amaira.
"Mau ke ruangan Luke?"
Amaira mengangguk, mereka berjalan berdampingan.
"Apa tadi malam semua lancar?" Pria tua itu bertanya lagi.
"Secara garis besarnya lancar, eh, bukankah anda sudah tahu itu?" Amaira teringat, orang didekatnya ini kan penyihir tingkat tinggi.
Tuan Robert tertawa kecil, menggeleng takzim. "Memang sudah, tapi aku ingin mendengar jawaban anda."
Amaira ikut tertawa, syukurlah kalau orang tua ini menepati janjinya.
"Ah, aku baru ingat ada yang mengundangku makan siang." Tuan Robert tiba-tiba terhenti, dia segera berbalik arah. Amaira memasang wajah bingung, bukankah kantor Luke sudah dekat? Tinggal beberapa meter lagi, pintunya pun sudah terlihat.
"Anda duluan saja, nona. Jangan heran, aku sudah tua, pikun pula."
"Saya pamit."Pria tua itu segera beranjak pergi.
Amaira tak ada pilihan lain selain mengangguk, aneh.
"Nona," tuan Robert berkata, Amaira masih menatapnya.
"Karna ada sedikit yang aku tahu soal masa depan, ada anda disana.. aneh.." ucapnya setengah bergumam, Amaira masih bisa mendengarnya, jarak mereka hanya lima meter.
"Apapun yang terjadi, jangan mencoba untuk mengubah takdir, biarkanlah terjadi semestinya. Saya takut, itu akan menjadi hal buruk dimasa depan nanti." Pesannya pada Amaira, lantas mempercepat langkah, pergi.
Amaira terdiam, tidak sempat bertanya. Apa maksudnya? Pria itu memanglah seorang yang bijak, karna kelebihannya melihat masa depan lewat mimpi. Tapi apa maksud ia tadi, Amaira menghela nafas, nanti-nanti saja ia cerna. Segera melanjutkan perjalanannya. Tidak menyadari, makna tersembunyi perkataan tuan Robert, yang mungkin saja akan terjadi.
***
Diketuknya pintu kantor Luke, di seberang pintu menjawab malas. Amaira segera membuka pintu besar itu. Kejutan. Ada seorang lagi disana, dengan rambut pirang dan wajah yang menyenangkan. Rion tersenyum lebar, melambaikan tangan. Amaira jadi salah tingkah, balas melambaikan tangan.
"Mau apa kau?" Luke bertanya dengan nada kesal. Aduh, lihatlah, Luke malah berantakan. Rambut peraknya kusut masai, wajahnya tertekuk. Kemeja putihnya tak tertutup dengan benar, menampilk dadanya yang bidang--
"Ma-mau, baca buku." Amaira mengalihkan pandangan. Kenapa pula jantungnya berdegup tidak normal, setelah melihat penampilan Luke.
Luke ber oh pelan, menunjuk rak buku, kembali duduk di mejanya, mengurusi dokumen.
Amaira bergegas mengambil buku diatas, sayangnya dia kurang tinggi. Tiba-tiba sebuah tangan terjulur, mengambil buku tujuan Amaira. Ternyata Rion, tersenyum memberikan buku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasyApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...