Amaira mendongak. "Eh bukankah itu kembang api?"
Senior Lucy disampingnya menggeleng." Tidak tahu, kabut ini sangat mengganggu."
Amaira menghela nafas. Entah kenapa perasaannya tidak tenang sekarang. Dia segera bernajak berdiri.
"Kau mau kemana?" Senior Lucy bertanya." Kearah cahaya tadi?"
Amaira mengangguk. Ini sangat jarang terjadi, tapi firasat buruk ini sangat mengganggunya.
"Baiklah, seseorang tolong jaga Safira."
Amaira segera bersiap. Mengambil tombak dan menaiki kuda hitam. Dibelakangnya mengikuti seorang pemuda tim cadangan.
Amaira segera memacu kudanya, melesat menembut kabut, menuju tengah pemukiman.
***
Kabut tebal sejauh mata memandang. Membuat jarak pandang berkurang drastis.
Amaira menoleh kesana kemari, dimana agaknya yang membuat kembang api itu?
"Aku akan cari di taman belakang." Pemuda yang menemani Amaira pamit. Tanpa banyak protes Amaira mengangguk. "Baiklah, aku akan cari disekitar air mancur." Tukas Amaira.
Merekapun berpisah, Amaira turun dari kudanya, berjalan ke tengah lapangan.
Kabut masih menutupi pandangan, Amaira bahkan tidak bisa melihat tangannya sendiri.
"Halo...apa ada orang?" Amaira beseru. Hening. Tidak ada yang membalas. Amaira kembali melangkah lebih ketengah lapangan.
Sebuah tangan besar tiba tiba menyambarnya dari samping, Amaira yang kaget berakhir terpelanting jatuh.
"Astaga.. apa itu?" Amaira mengerjap-ngerjap. Tidak ada apapun disekitarnya. Meski begitu, rasa sakit yang mulai menjalar dari bagian bahu kirinya membuatnya sadar. Pasti ada monster di tengah kabut ini.
Amaira mencoba berdiri, belum genap gerakannya, sebuah tangan besar kembali menerkamnya. Membuat ia jatuh tersungkur.
Amaira terbatuk, melihat kesana kemari. Tidak ada, makhluk itu jelas sangat lihai dalam kabut.
Lima menit berlalu. Dan dari tadi Amaira seakan menjadi mainan monster itu. Terjatuh, tersungkur, terpelanting kesana kemari. Membuat seluruh tubuhnya penuh luka, pakaiannya pun kotor oleh tanah.
Amaira menggeram. Sudah cukup ia dipermainkan.
"Heh, sialan! tunjukan wujudmu kalau berani!" Amaira berseru marah.
Sebagai balasan tangan besar dengan cakar tajam itu melesat kearahnya. Amaira bisa melihat banyangan tangan itu, segera menghindar.
Grhh..
Monster itu menggeram. Amaira tersenyum tipis. Ia tau motif penyerangan monster itu. Penglihatan monster itu pasti buruk, dilihat dari cara ia menyerang hanya mengandalkan suara.Sialnya, tombaknya terjatuh entah kemana. Terpaksa dia harus mengandalkan tangan kosong.
Amaira berjongkok, menunggu adalah langkah yang paling tepat. Dia mengepalkan tangan, sekuat tenaga menyalurkan mananya. Tangan kanannya pun mulai bercahaya, biru terang. Amaira masih ingat ketika ia bertarung melawan serigala waktu itu. Mungkin saja sihirnya pun bisa untuk bertarung.
Amaira masih berjongkok dalam diam. Menunggu kesempatan hingga monster itu benar-benar didekatnya. Kaki-kaki berbulu lebat nan kucel melintas disamping Amaira. Membuatnya menahan nafas. Dia segera bergerak, tanpa suara, meloncat kearah makhluk dengan tinggi tiga meteran itu.
DUAKH
Bughh
Moster itu seketika tumbang. Serangan keras menghantam kepalanya. Nafas Amaira memburu, sepertinya serangan tadi menguras banyak mananya. Matanya menatap awas ke sekeliling. Bisa jadi ada lebih dari satu monster di sekitarnya.
Tapi hening. Setelah suara pukulan keras itu timbul, nampaknya tidak ada lagi yang mendekat.
Amaira memutuskan untuk terus berjalan ketengah. Kemungkinan ada yang butuh bantuan. Sejak tadi perasaannya tidak nyaman. Rasanya.. seperti ada yang mengganjal, tapi Amaira tak tahu karna apa.
Kaki langit timur nampak terang, menandakan fajar sebentar lagi datang.
"Ah, akhirnya.." pemuda dengan tangan terluka itu berseru lega, tatkala melihat Amaira muncul dari kabut.
"Apa anda dari tim medis?" Pemuda itu bertanya.
Amaira buru-buru mendekati pemuda itu. Dengan niat ingin menyembuhkan tapi langkahnya terhenti, ketika melihat seseorang tergeletak disamping pemuda itu.
Rambut peraknya kusut masai, baju zirah yang kotor dan wajah pucat penuh luka.
Amaira langsung berubah haluan, mendekati pria yang tergeletak tak jauh dari sang pemuda.
Entah apa yang Amaira lakukan, tanpa pikir panjang, ia meletakan kepala Luke dipangkuannya, lantas segera mengerahkan teknik penyembuhannya.
15 menit lengang. Amaira masih mengerahkan teknik penyembuhannya, sembari terus menatap wajah Luke.
'Sudah jadi papan talenan beginipun, kau masih saja sangat tampan..' ucap Amaira dalam hati.
Perlahan wajah Luke kembali normal, luka-lukanya pun telah menutup sempurna, hilang tanpa bekas.
Sepertinya pria itu kehilangan banyak mana. Dia masih tak sadakan diri.
Pandangan Amaira menuju keufuk timur. Sang mentari mulai menampakan dirinya. Kabut disekitar mulai menipis, mencair menjadi embun pagi.
Amaira beralih ke pemuda tadi, segera menyembuhkan luka ditangannya.
"Terimakasih, untunglah anda datang. Kalau tidak pasti aku dan tuan duke dalam bahaya.." ucap pemuda itu.
Amaira mengangguk. Melirik kearah Luke, pria itu masih setia memejamkan matanya. Perasaan tak nyaman Amaira sudah berkurang, sekarang dia merasa lega.
'Apa penyebabnya dia?' Amaira berkata dalam hati.
"Astaga!"
"Apa yang terjadi!?" Giffrey berseru dari timur pemukiman. Dia memacu kudanya, dengan cepat menghampiri Luke.
"Luke!" Seseorang memekik panik dari belakang Giffrey. Dia dengan buru-buru berlari kearah Luke. Siapa lagi kalau bukan Carina. Mata hazelnya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.
"Apa yang terjadi?" Giffrey bertanya. Pemuda yang tadi segera menceritakan semua, dari awal ia tedesak, ditolong Luke dan kedatangan Amaira.
"Heh kau, apa yang kau lakukan disini!?" Carina menatap tajam Amaira.
Amaira balas menatap tajam. "Mau apapun bukan urusanmu."***
"Hiiyy..besar sekali!" Seru seorang pemuda, menatap ngeri bangkai monster yang tergeletak tak jauh dari sana.
"Mengerikan. Tapi lebih mengerikan yang bisa mengalahkannya dengan satu pukulan." Timpal temannya.
Dilihat-lihat, tak ada luka selain di kepala monster itu. Tercetak pula cerukan berbentuk kepalan tangan dikepala monster itu.Amaira tersenyum tipis.
"Kau baik-baik saja?" Giffrey menatap Amaira.
"Ya, selain rasa sakit dan kelelahan, selebihnya aku baik."
"Ah baiklah, aku lega insiden ini berakhir, ayo kembali ke kastil." Seru Giffrey pada beberapa pemuda yang ikut berkumpul.
Luke segera dibawa dengan kereta, mereka segera ke kastil.
Amaira segera menaiki kudanya, menjalankan perlahan.
'Ah.. akhirnya aku bisa istirahat..' Amaira berseru dalam hati.
***
Double up:DJangan lupa tinggalkan jejak❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Sang Antagonis
FantasyApa?! Aku jadi Antagonis ? Its okay, aku tinggal merubah alurnya kan? *** Bukankah hal yang wajar kalau sang Antagonis dalam novel memiliki ending yang buruk? Atau tragis? Sama seperti Amaira , sang Antagonis dalam novel berjudul 'Red lily'. Dikisa...