Selamat Membaca
"Udah gue bilangkan, gue mau pulang! Pulang ke tubuh asli gue kampret!"
Kini Alana tengah marah pada sosok yang menemui dia sebelumnya sehabis kesakitan tadi dirinya langsung pingsan dan kembali bertemu dengan wanita itu kembali.
"Aubrey, aku memilihmu karena aku lihat kau bukan orang yang lemah. Aku melihatmu sosok wanita yang kuat dimana kau bertahan dengan segala tekanan keluargamu. Kenapa kau menjadi takut?" Tanya wanita itu pada Aubrey.
"Eh mak rempong! Gimana gue gak takut, gue gak tau siapa keluarga lu. Gimana sifat mereka, kalau gue macem-macem terus di bunuh gimana? Udah gitu mertua lu ...,"
"Mereka orang tuaku, cepat kembalilah sebelum terlambat!" Seru wanita itu dan langsung mendorong Aubrey.
Aubrey kembali terbangun dan lagi-lagi apa harus menjadi Alana. Netranya melihat Revan yang tengah menatapnya dengan raut wajah polosnya.
"Kau sudah sadal?" Tanya bocah itu pada Alana.
Alana mengangguk pelan, dia menduduki dirinya dan memegang perutnya. Dia tersadar jika dirinya harus berusaha untuk melawan dan tak terlihat lemah.
Dia harus bisa keluar dari keluarga ini dan membawa bayi di dalam kandungannya, karena bisa saja keluarga ini membuangnya setelah dia melahirkan bayinya.
Alana tak ingin itu, walaupun dirinya adalah Aubrey tetapi bayi di dalam kandungannya sudah menjadi hak dirinya.
Alana melihat ke arah balkon kamar, dia menyingkap selimut dan sedikit berlari ke arah sana.
Revan yang melihat itu terheran dengan sikap Alana, ia turun dari tempat tidur dan mengikuti Alana.
"Kau mau apa?" Heran Revan.
"Mati bersama bayiku!" Sentak Alana sambil membuat ancang-ancang melompat dari balkon.
Revan semakin mengerutkan keningnya, dia menggaruk pelipisnya karena heran dengan Alana.
"Tempatnya kulang tinggi itu," ujar Revan.
Alana terdiam, dia menundukkan kepalanya dan benar saja apa yang di katakan Revan. Dia lupa jika dirinya berada di lantai dasar, bahkan ia bisa melihat tukang kebut tengah menatap dirinya dengan heran.
"O-oh gitu, berarti aku harus mencari benda tajam!" Seru Alana sambil berjalan masuk kembali.
Revan hanya setia mengikuti Alana, dia pun tak mengerti apa yang akan wanita itu lakukan.
"Kau mencoba bunuh dili? Atau mencali sensasi? Jangan membuatku helan, jika kau malah kalena ayah tidak ada di sini sabal sebental!"
Mendengar perkataan Revan Alana melototkan matanya, dia mendekati Revan dengan tangan yang berada di pinggang.
"Kau tahu bocil, aku memimpikan ibumu. Ibumu berkata padaku agar aku menjagamu, dan gara-gara ibumu aku harus terjebak di tubuh ini!" Sentak Alana pada Revan.
Revan terdiam, dia mengangkat satu alisnya sembari menatap Alana.
"Kau tahu ibuku?" Tanya Revan.
"Tentu saja! Ibumu adalah istri ayahmu, dan ayahmu adalah suami ibumu!" kesal Alana.
Cklek!
Atensi Alana dan Revan mengarah pada pintu, terlihat di sana Theo tengah membaca segelas susu sambil mendekati Alana.
"Kau sudah sadar?" Tanya Theo.
"Apa kau buta?" Sinis Alana.
Theo mengerutkan keningnya, dia terheran mengapa sifat Alana sangat berubah drastis. Apakah setiap wanita itu pingsan dia akan berubah sikap seperti ini.
Theo mencoba menepisnya, ia harus mencoba mengontrol emosinya agar Alana tak kembali seperti tadi.
"Lupakan, bagaimana keadaanmu? Apa sudah membaik?" Tanya Theo sambil menaruh gelas susu itu di atas meja.
Alana mendelik, bisa-bisanya pria itu menanyakan keadaannya yang tidak baik-baik saja.
"Sangat buruk! Malah aku merasa seperti mayat hidup berada di rumah ini!" Sentak Alana.
"Ada apa denganmu?" Heran Theo.
"Kita cerai saja lah, udah biarkan aku hidup dengan nyaman!" ujar Alana memberanikan diri.
Theo terdiam, tapi terlihat jika rahangnya mengeras. Tangannya terkepal kuat, dan Alana melihat itu semua.
"Kau memang amnesia, mari aku ingatkan kembali tentang perjanjian kita!"
"Pertama, kau telah memberikan bayi itu padaku! Kedua, perceraian kita setelah bayi itu lahir! Ketiga, kau tak berhak memerintahku karena kau hanyalah tawananku! Bersyukur sampai saat ini aku memperlakukanmu dengan baik!" ujar Theo dengan dingin.
Alana terkejut, dia baru tahu perjanjian itu. Andaikan Alana asli memberinya ingatan agar tidak menjadi seperti ini.
"KALAU BEGITU AKU INGIN PERJANJIAN ITU DI BATALKAN!" Teriak Alana dengan lantang.
Theo terkekeh sinis, dia mendekati Alana yang malah bergerak mundur. Sepertinya Alana merasa takut apalagi aura Theo sangat lah menyakiti dirinya.
"Bayi ini adalah pengganti adikku yang sudah tiada, adikku yang kakakmu rusak dan adikku yang kakakmu itu bunuh! Selepas bayi ini lahir, kakakmu akan aku bebaskan sesuai kesepakatan kita!"
"Verry Orlando, seorang pembunuh! Kau, kakakmu dan seluruh keluargamu memang harus di singkirkan! Jangan macam-macam karena aku bisa membunuhmu setelah bayi ini lahir!"
Setelah mengatakan itu Theo keluar, ia menutup pintu dengan kencang hingga menimbulkan getaran.
Alana, wanita itu terdiam. Dia berusaha mencari informasi tentang pemilik tubuh ini, dan Theo yang malah memberikannya dan mempermudah rencananya untuk lepas dari keluarga ini.
"Jika kau pikir aku akan berhenti maka jawabannya salah, aku Aubrey tak bisa di ancam seperti itu. Kau akan lihat bagaimana diriku menaklukkanmu," ujar Alana dengan sorot mata yang dingin.
Jika kalian menyangka Aubrey, jiwa asing itu lemah maka kalian salah. Sebelumnya, Aubrey adalah orang yang sombong semacam antagonis yang berkeinginan menjadi protagonis. Hanya saja takdirnya malah membuat dirinya berada di tekanan seorang pemeran utama, dan Aubrey harus keluar dari jeratan skenario yang di buat oleh Theo.
"Aneh." Gumam Revan yang sedari tadi menonton pertengkaran mereka.
Alana melirik ke arah lemari, dia berjalan ke sana dan membuka lemari itu dengan gerakan cepat.
Dia membuka laci dan mencari sesuatu yang bisa ia jadikan sebagai tameng.
Cklek!
"Sedang apa kau?"
Alana yang tadinya memegang sebuah buku tiba-tiba terkejut dan sontak menoleh, ia melihat mamah Theo yang menatapnya tajam.
"Kau berusaha melarikan diri huh?"
Entah mengapa Alana tak bisa melawan, dia menjadi teringat akan sosok ibunya yang sabar atas sikapnya yang keras. Dia tak berani membentak mamah Theo seperti dia membentak Theo tadi.
"Revan, kembali ke kamarmu!" ujar Mamah Theo tanpa menatap sang cucu.
Revan menurut, ia langsung pergi dari kamar itu. Sedangkan Mamah Theo melihat Alana yang sudah terdiam sambil menjauh.
"Kau tak punya hak untuk melarikan diri sebelum cucu saya lahir," ujarnya dengan pelan.
"Aku bisa kapan saja membuat kakakmu di jatuhkan hukuman mati jika kau banyak berulah!" ujar Mamah Theo dan membalikkan tubuhnya.
Saat kakinya akan beranjak, suara Alana membuatnya terdiam.
"Kau memiliki anak perempuan bukan? Aku juga sama, aku seorang anak perempuan dari seorang ibu. Jika kakakku bersalah pada kalian, kenapa harus aku yang kalian balas? Aku tak mengerti dengan dunia ini dan dimana aku sekarang." Terang Alana.
"Tapi satu hal yang tante harus tahu, aku tak ada niat sedikit pun untuk berbuat jahat. Sama sekali, tidak. Bahkan aku tak bisa membentak tante seperti apa yang aku lakukan pada Theo. Karena apa? Karena tante sudah aku anggap seperti ibuku sendiri, apa aku salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Plot Twist Transmigration
FantasyMemasuki raga seorang wanita hamil, itulah kejadian yang di alami oleh aubrey Fathiah. dimana ia harus menghadapi berbagai masalah yang datang di kehidupan Alana yang merupakan raga yang ia tempati saat ini. "Mending kita cerai deh, buatnya aja aku...