Bagian 6: lapar tengah malam

78.9K 8.1K 78
                                    

SELAMAT MEMBACA

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, memang dasarnya Alana orang yang tidur cepat sekarang ia sudah tertidur sebelum makan malam.

Theo bahkan tak menyuruhnya untuk makan setelah pertengkaran tadi dan Alana hanya cuek saja karena merasa tak penting.

Cklek!

Pintu kamar Alana terbuka, Theo masuk dengan wajah datarnya. Ia kembali menutup pintu dengan netra yang tak lepas dari Alana.

Kaki jenjangnya melangkah ke arah ranjang, ia terhenti ketika dirinya sudah sangat dekat dengan Alana.

Tangannya terulur untuk menarik selimut hingga bahu Alana, ia mengelus pelan perut Alana dan mendapat tendangan dari dalam sana.

Theo berlutut, ia semakin mengelus perut Alana karena mendapatkan tanggapan dari sang bayi.

Theo kembali teringat apa yang di katakan temannya saat itu, saat Alana terbangun dengan sikap yang berbeda.

Flashback On.

"Kau tidak bisa menekannya! Sedari awal aku sudah mengatakan jika bayi itu tak akan bertahan lama, kandungan istrimu lemah dan hanya ada dua pilihan yang nanti kau pilih. Anakmu atau istrimu!" ujar Victor dengan penuh penekanan.

"Mungkin jika kau belum mencintainya, aku yakin kau pasti memilih bayimu secara kau amat teramat benci pada Alana dan menginginkan bayi itu sebagai pengganti nyawa yang verry lenyapkan!"

"Aku tak mencintainya, aku hanya khawatir pada bayiku," ujar Theo tanpa menatap Victor.

Victor terkekeh sinis, ia membuang pandangan sebentar dan menghembuskannya perlahan.

"Benci dan cinta itu beda tipis, aku tahu jika sebelum adikmu meninggal ... Kau sudah menaruh hati pada Alana, tetapi sayangnya wanita itu malah menjadi adik Verry pria yang telah membunuh adikmu,"

Flashback Off.

Theo menghembuskan nafasnya pelan, ia memandang wajah Alana yang damai saat tertidur.

"Kenapa kau berubah? Dulu kau wanita yang pasrah dengan keadaan, dengan rela kau menyerahkan diri padaku agar aku tak semakin menuntut kakakmu. Beruntung pria itu memiliki adik sebaik dirimu, tetapi sayang ... Karena darahmu dan darahnya sama, aku harus menyakitimu" ujar Theo dengan lirih.

Theo berdiri, ia berjalan menuju balkon dan berniat menutup pintu. Namun, ia melihat langit yang sangat indah dan beda dari biasanya.

"Langit, bisa kah aku memutuskan egoku? Bisa aku mengedepankan perasaanku? Bisakah aku tenang dengan rumah tanggaku tanpa benteng yang aku buat sendiri?" Lirih Theo.

Theo menghembuskan nafas berat, dia menutup pintu dan berbalik badan.

Dia melangkah ke arah kasur, matanya melirik sebentar ke arah nakas yang terdapat gelas kosong.

Kedua sudut bibir Theo terangkat, dia menggelengkan kepalanya sembari menatap Alana.

"Sudah aku duga kau tak bisa menahan lapar, saat tengah malam nanti kau pasti akan terbangun dengan perut yabg keroncongan," ujar Theo dan merebahkan dirinya di samping Alana.

Plot Twist TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang