Bagian 51: Buat aku yakin dengan perasaan ini

36.6K 3.8K 131
                                    

Theo tengah memikirkan sesuatu di balkon kamarnya, dia baru saja mendapat kabar jika Samuel sudah sadar dari koma. Ingin rasanya Theo menjenguk sepupunya itu, tetapi dirinya sangat amat merasa kecewa dengan perbuatan Samuel mengenai terfitnahnya Verry hingga membuat dia dan Alana menikah.

Menyesal karena menikahi Alana? Tidak, dia justru sangat merasa bersalah telah merenggut masa remaja Alana. Di umur Alana yang belum genap dua puluh satu tahun, harus merasakan terkekangnya dalam biduk rumah tangga.

Alana memang tak mempermasalahkan, tetapi Theo tahu jika istrinya itu kerap kali iri melihat anak kuliahan yang berteman dan bermain bebas di luar sana tanpa tanggung jawab menjadi seorang ibu dan istri.

"Haah ...,"

Grepp

"Kamu ngapain disini? Gak pake baju lagi, kalau masuk angin gimana?"

Theo tersentak kaget saat merasakan pelukan hangat dari belakang tubuhnya, indra penciumannya merasakan wangi yang membuat dirinya candu.

Senyum tipis pun muncul, tangan besar Theo mengelus tangan putih nan mulus milik istrinya itu.

"Kenapa bangun?" Tanya Theo tanpa membalikkan badannya.

Alana, dia menyandarkan tubuhnya pada punggung terekspos milik sang suami. Wangi maskulin begitu menyeruak di hidung Alana, dan ini yang dirinya suka saat memeluk Theo.

"Aku tidak merasakan kau tidur di sampingku, jadi aku bangun," ujar Alana.

Theo melepas lilitan tangan Alana, dia membalikkan badannya dan menangkup wajah cantik Alana.

"Jadi ... Sekarang kau tidak bisa tidur pulas tanpa ku ya?" Ledek Theo.

Alana mengerucutkan bibirnya sebal, dan hal itu membuat Theo merasa gemas ingin menciuminya.

"Apa kau telah jatuh cinta padaku?" Tanya Theo dengan raut wajah berubah serius.

Alana bergeming, dia memikirkan apa yang baru saja Theo katakan. Cinta? Bahkan di kehidupan ia dulu tak pernah ia merasakan cinta, hidupnya terlalu hambar dan penuh kepalsuan.

Theo yang melihat keterdiaman istrinya pun tersenyum kecut, dia sadar jika tak mudah bagi Alana mencintai dirinya yang sudah membuat hidup kakaknya hancur.

Namun begitu, Theo bersyukur karena Alana mau ia ajak untuk komitmen di dalam rumah tangga. Tidak ada orang ketiga, selama mereka masih mampu untuk melakukan tanggung jawab masing-masing. Kebahagian putra mereka, lebih berharga dari pada mencari yang baru demi keegoisan diri.

"Sudahlah, lupakan. Aku hanya bercanda, lebih baik kita masuk." Ajak Theo sambil mengelus lembut pipi Alana.

Theo menjauhkan tangannya dari wajah Alana, dia menarik tangan Alana masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu balkon.

Saat Theo mendekati ranjang dan akan tertidur, tiba-tiba saja Alana manarik tangannya dan mengecup rahangnya.

Theo terdiam membeku, aliran darahnya terasa terhenti. Jantungnya berpacu dengan cepat, dia masih terkejut dengan apa yang Alana lakukan.

"Buat aku yakin dengan perasaan ini." Lirih Alana sambil memandang Theo dengan tatapan lembutnya.

"Aku tak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta pada pria mana pun, aku selalu ketakutan. Di pikiranku, pria hanyalah menjadikan wanita sebagai mainan saja. Untuk itu, buat aku percaya padamu jika tidak semua seperti itu. Tolong, bantu aku untuk merasakan kekuatan cintamu," ujar Alana dengan menundukkan wajahnya.

Theo tersadar, ia tersenyum tipis. Tangan kekarnya terangkat dan di selipkan di leher Alana.

"Aku akan menunjukkanmu jika hatiku ini, sudah mentok padamu. Aku akan menjelaskan bagaimana dengan cinta itu, dari sini ...."

Theo membawa tangan Alana ke dadanya, hal itu membuat pipi Alana bersemu merah.

"I love you darling." Bisik Theo di telinga Alana.

Kedua wajah mereka mendekat, deru nafas mereka saling menerpa. Hingga hidung mereka hampir bersentuhan.

BRAK! BRAK! BRAK!

"BUKA WOYY!! ANAK LO BANGUN NIH!"

Alana dan Theo sama-sama terkejut, keduanya menghela nafas dan berjalan menuju pintu kamar.

Cklek!

Tatapan Theo dan Alana mengarah pada Verry yang menggendong Al, anak mereka kini tengah menangis entah karena apa.

"Tadikan pules bang tidurnya, kok bisa bangun?" Tanya Alana sambil mengambil putranya.

"Mana abang tahu, orang tadi dia nangis," ujar Verry cuek.

Theo menatap Verry penuh selidik, semenjak abang iparnya menetap tinggal di rumahnya ada saja perkara yang membuatnya gagal romantis bersama sang istri.

"Udah yah, jaga tuh anak. Gue mau tidur!" Seru Verry dan berlalu dari hadapan pasutri itu.

Verry kembali memasuki kamarnya dengan senyum mengembang.

"Emang enak, rasain lo!" gumam Verry dengan senyum kemenangan.

***

"Dek, kamu gak ada rencana lanjutin kuliah gitu? Bukannya kamu mau jadi perawat yah?" Tanya Verry di sela mereka sarapan.

Alana terdiam sejenak, dia yang berjiwa Aubrey bukan ingin menjadi perawat melainkan ingin menjadi arsitek. Namun, dia juga baru tahu jika Alana ingin menjadi perawat.

"Belum kepikiran ke arah sana bang, sekarang Alana sibuk ngurus Al yang lagi aktif-aktifnya," ujar Alana.

Theo hanya bisa menyimak, dia akan menghargai apa yang istrinya itu inginkan.

"kan ada bapaknya, lo tinggal kuliah aja napa si. Lagian juga ini semua gara-gara dia buat lo bunting!" Celetuk Verry.

"Bang." Peringat Alana.

Alana merasa tidak enak dengan Theo, dia takut Theo merasa tersinggung dengan ucapan sang abang. Padahal mereka telah sepakat untuk memperbaiki semuanya.

"Bang Verry benar sayang, kau harus kuliah karena impianmu ada di sana. Aku akan menjaga Al, kau tenang saja," ujar Theo dengan senyum tipis.

"Enggak deh, Al gak bisa aku tinggal bang. Aku gak tenang aja bawaannya, aku udah nyaman sama statusku saat ini." Terang Alana.

Verry menatap kesal pada Theo, dia langsung beranjak dari ruang makan tanpa pamitan sama sekali.

"Sayang, mending kamu dengerin deh kata bang Verry. Aku gak kau karena pernikahan kita ini, aku menghalangi kamu buat jadi apa yang kamu mau," ujar Theo berusaha untuk membujuk istrinya.

"Yang aku mau itu ngerawat anak aku, ngerawat kamu sebagai suami aku. Menjaga keutuhan rumah tangga kita, itu impian aku sekarang," ujar Alana dengan tegas.

Theo merasa terharu, dia bangga dengan istrinya yang bisa berpikiran bijak.

"Bukan berarti masa depan aku suram karena aku tidak memiliki karir.menjadi ini rumah tangga merupakan karir paling mulia, aku ingin dapat predikat itu," ujar Alana dengan senyum cantiknya.

Theo tersenyum, begitu pula dengan Alana. Sedangkan Revan, dia hanya mengamati tanpa mengerti apa yang kedua orang tuanya itu bicarakan.

"Yasudah, ayo berangkat. Revan, kau sudah besar, tidak perlu di tunggu. Pulang, papah akan menjemputmu." Seru Theo sambil bangkit dari duduknya.

"Huh, di bilangna Levan nda cuka cekolah." Gerutu anak itu.



Siapa yang mau double up nih🤭🤭🤭






Plot Twist TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang