Bagian 48: Hari pertama Revan sekolah

38.5K 3.9K 215
                                    

Hari-hari telah mereka lalui, walau Theo masih belum mendapatkan sambutan baik dari Verry kakak iparnya itu dia tetap menghormatinya. Theo masih merasa bersalah, bahkan ketika Verry memarahinya pun Theo tetap diam dan tak menjawab.

Theo bahkan sampai memohon-mohon agar tidak di pisahkan dengan istri dan anaknya, dia juga meminta maaf atas salah tuduh yang menyebabkan keduanya berpisah.

Hari ini adalah hari pertama Revan bersekolah, dia akan menduduki bangku taman kanak-kanak.

Alana cukup khawatir, pasalnya Revan tidak mudah bergaul dengan temannya.

Lihat saja sekarang, anak itu memasang tampang datar karena tidak ingin ke sekolah.

"Levan nda mau!"

"Revan, kau harus sekolah. Dekat kok dari rumah, nanti pulang bunda jemput okay sekarang berangkatlah sama papah." Bujuk Alana.

Lagi-lagi Revan menggeleng, bahkan anak itu menarik lepas dasi yang sudah Alana pasangkan.

Alana menghela nafas berat, dia pun akhirnya menatap Theo yang sedang menjaga Al di atas kasur.

"Theo, kau berangkatlah ke kafe. Biar Revan aku yang antar, mungkin aku akan menunggunya agar ia tidak takut," ujar Alana.

Theo pun mengalihkan pandangannya, dia membawa Al ke gendongannya dan berjalan mendekati Alana yang berdiri di samping lemari pakaian.

"Yasudah, ayo aku antar." Ajak Theo.

"Ayo Revan, jangan memasang tampang datar seperti itu. Kau harus sekolah, mau kau jadi orang bodoh dan tak punya pekerjaan?" Ujar Theo sambil menatap datar Revan.

"Levan tanya, papah punya keljaan nda?" Tanya Revan.

Theo mengerutkan keningnya, dia memang tak memiliki kerjaan tetapi dia memiliki kafe yang di kelola oleh anak buahnya selama ini.

"Papah nda kelja, keljana cuma liat-liat doang. Belalti papah bodoh nda punya keljaan," ujar Revan dengan menusuk.

Theo menjatuhkan rahangnya, melotot tak percaya dengan apa yang di katakan Revan. Sementara Alana menahan tawanya agar tak membuat Theo marah.

"Doh doh ... Hihi pah doh!" Celoteh Al sambil menepuk-nepuk tangannya.

"Kau! Awas kau yah, aku akan mengadukannya pada ayahmu!" Ancam Theo.

"Ah nda celu, maina antam teluz. Dacal penganggulan!" Ketus Revan dan beranjak keluar kamar.

Alana pun pergi menyusul Revan, sementara Theo masih bergeming di tempat karena mendapat tekanan batin dari sang ponakan.

***

Revan memasuki sekolahnya dengan tangan yang terus menggandeng Alana, sementara Al berada di gendongan tangan Alana yang bebas.

"Bunda tunggu di depan yah, jangan nangis. Berteman yang baik okay." Pinta Alana saat mereka sampai di depan kelas.

Revan menatap kaget pada kelasnya, bukan karena kelasnya bagaimana. Namun, semua anak-anak di sana bermain dengan bebas. Bahkan ada yang menggunting kertas hingga menyebabkan berantakan, ada yang mengusap ingus dan me-lapnya di meja.

"Iuww .... Apa bunda nda calah macukin kelas Levan?" Tanya ragu anak itu.

Alana menunduk. "Loh kenapa? Bukankah mereka seusia Revan?" Heran Alana.

"Jolok, kelasna jolok. Mau pulang ah!" Rengek Revan.

"Revan dengarkan bunda, anak seusia kalian lagi senangnya bermain berlari-larian kayak gitu. Jorok bagaimananya maksud Revan hm?" Tanya Alana karena ia tak melihat yang di lihat oleh Revan.

Dengan berat hati, Revan melangkah masuk ke dalam kelas. Dia lun melambaikan tangannya pada Alana dan duduk di bangku paling belakang.

Alana pun memutuskan untuk menjauh agar Revan tak terus menatapnya dan mulai bersosialisasi pada teman sebayanya.

Alana duduk di taman sambil melihat anak-anak tang lain bermain, Al pun menendang kakinya agar Alana menurunkannya untuk bermain.

"Jangan sayang, kotor." Bujuk Alana.

Al merengek, sehingga Alana menurunkan Al dan berpegangan pada bangku.

"Hai Alana,"

Alana mengalihkan pandangannya, dia terkejut melihat siapa yang berdiri di sana.

"Can ... Cantika?" Kagetnya.

Cantika tersenyum, dia duduk di sebelah Alana dan menatap Al yang berusaha untuk melangkah.

"Kau pasti sangat bahagia, memiliki suami yang tampan dan juga anak yang lucu. Apa kau tau? Di balik kebahagiaanmu ada aku yang menderita," ujar Cantika.

"Terus apa masalahnya denganku?" Heran Alana.

Cantika menatap wajah Alana, senyuman datar terhias dari wajahnya.

"Dari awal aku mencintai Theo, aku berusaha untuk masuk dalam hidupnya. Karena saat itu aku tidak tahu jika dia memiliki seorang istri dan anak. Apakah rasa cintaku pada suamimu adalah sebuah kesalahan?" Tanya Cantika.

"Jelas, kau mencintai semua orang!" Ketus Alana.

Entah salah apa dia hari ini hingga bertemu dengan Cantika, padahal kampus Cantika dan rumah wanita itu lumayan jauh dari sini.

"Aku tak pernah merasa salah karena mencintai Theo, ALana." Terang Cantika.

Alana melotot kaget, dimana malu wanita itu sehingga dengan beraninya membicarakan hal tak semestinya pada Alana.

"Aku sudah tahu semua masa lalu mu dengan Theo, apa kau yakin Theo kembali denganmu karena cinta? Bukan karena dia takut kau mengambil putranya dari dia?" Pancing Cantika.

"Apa maksudmu?"

"Bisa saja bukan, Theo memintamu bertahan di sisinya karena putra kalian bukan benar-benar mencintai. Bahkan aku bisa dengan mudah merebut Theo darimu," ujar Cantika.

Amarah Alana meletup-letup, namun dirinya harus berusaha sabar untuk menghadapi tikus kecil macam Cantika.

"Mau Theo bertahan karena Al atau karena cinta, itu tidak ada urusannya denganmu. Dengar ini Cantika, kau cantika dan juga pintar. Namun, kau merendahkan harga dirimu untuk mendapatkan suami orang. Kau dan keluargamu sama saja, sama-sama menghalalkan segala cara demi mendapatkan tujuan kalian!"

Cantika melotot marah, dia akan membalas perkataan Alana. Namun, Alana mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Cantika.

"Diam! Kakakmu yang br3ngs3k itu sudah membuat adik dari Theo merenggang nyawa! APa kau tidak malu? Apa kau merasa jika kau seorang putri yang akan di nikahi pangeran walau kesalahan keluargamu sudah sangat fatal huh? Cantika, apa kau pikir suamiku mau bersama wanita rakus macam dirimu dan keluargamu? Oh ... Tentu tidak,"

"Jika memang Theo tidak mencintaiku dan akan mencari yang lain, dia akan mencari wanita yang berada di atas ku bukan yang lebih rendah seperti dirimu!" Lanjut Alana.

Cantika sontak saja berdiri, dia sangat marah dengan perkataan Alana.

"Liat saja Alana, suatu saat Theo akan kembali padaku!" Ketus Cantika dan berjalan pergi meninggalkan Alana.

Alana menghela nafas pelan, dia mengusap dadanya agar amarahnya mereda. Dia mengangkat Al ke pangkuannya dan beranjak dari duduknya.

"Ku kira perjalanan kisahku telah selesai, ternyata masih jauh. Huft ...,"




Siapa yang mau triple up nih🤭🤭🤭

Plot Twist TransmigrationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang