Beberapa tahun sudah berlalu, namun laki laki itu masih memikirkan seorang gadis yang pergi dengan meninggalkan rasa dihatinya.
Tatapannya lurus memandang jalanan dari jendela gedung pencakar langit perusahaan miliknya yang ia dirikan dua tahun setelah kelulusan sekolah.
"Sudah beberapa tahun berlalu, tapi kamu masih mengisi ruang hatiku. Aku selalu menunggu kamu, kamu yang entah kembali atau tidak. Hati ini sudah terlalu sepi hanya untuk menanti kamu yang tak pasti."
"Aku kira perpisahan ini tak akan lama, tapi ini sudah enam tahun sejak kepergianmu saat itu dis. Sejak waktu itu aku membenci takdirku, takdir yang membuat kamu pergi."
"Adis kembalilah, Aldi butuh separuh nafasnya."
Erlan menuju kursi kebesarannya, menyenderkan badannya di kursi kerjanya sembari memejamkan matanya.
Sampai kapan ia harus begini? Setiap hari bayang bayang Zara terus menghantui pikirannya. Ia sudah mencari gadis itu tapi nihil tak pernah ketemu, ia bahkan sampai memohon pada teman teman Zara yang pastinya tau keberadaanya tapi mereka benar benar tutup mulut.
Mereka benar benar ingin memberi pelajaran pada Erlan, dan tak akan ikut campur lagi pada masalah mereka. Karena mereka semua yakin, jika Erlan memang ditakdirkan untuk Zara sejauh apa pun mereka terpisah, tuhan akan mempertemukannya.
Tok tok tok...
"Pak, Bu Gladys ingin bertemu dengan anda."ucap sang sekertaris dari balik pintu kerjanya.
Erlan tersadar dari lamunannya.
"Suruh dia masuk."Tak lama pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita berbadan dua masuk dengan membawa satu kotak makan.
"Hai lan, ini aku bawain makanan buat kamu."ucap Gladys seraya meletakkan kotak makan yang dibawanya ke meja.
"Makasih, seharusnya lo gak usah repot repot bawain makanan."ucap Erlan dingin.
"Gakpapa kok, kamu kenapa lagi? Masih mikirin Zara?"tanya Gladys seraya mendekat pada Erlan.
Erlan diam tak menjawab, namun Gladys tau arti diamnya Erlan. Gladys menghembuskan nafasnya, lagi lagi ia diselimuti rasa bersalah.
"Sampai kapan kamu menunggu dia? Apa kamu yakin dia akan kembali ke kamu? Bagaimana kalau dia sudah punya pendamping?"
"Gue gak peduli, pokoknya dia harus kembali dulu kesini. Yang terpenting bukan untuk memilikinya, ketemu dia dan ngeliat wajahnya itu yang paling gue harapkan sekarang. Gue udah terlalu rindu sama dia."jawab Erlan.
Gladys mengusap pundak Erlan, kebodohannya di masalalu membuat lelaki di depannya ini seperti orang gila yang tak tau tujuan hidup.
"Coba buka hati untuk orang lain lan, jangan terus berharap pada orang yang kamu pun gak tau keberadaannya."
"Tapi hati gue selalu bilang kalau dia pasti bakal balik dys, gue selalu yakin itu lebih tepatnya berharap."
"Huft, ikuti hati mu lan. Aku pulang dulu ya, mau belanja keperluan di rumah."pamit Gladys.
"Iya hati hati."
Setelah kepergian Gladys, Erlan mencoba untuk melupakan sejenak gadis yang dicintainya. Namun nihil, bayang bayang gadis itu malah terus menari nari di dalam benaknya.
"ARGH!"
"Lo goblok banget sih lan, lo goblok udah bikin dia pergi."
Erlan memutuskan untuk keluar dari kantornya mengelilingi kota Bandung dengan motor sport kesayangannya.
Ia tak tahu arah tujuannya, ia hanya terus berjalan tanpa arah. Entah kebetulan atau memang keinginan hatinya, tak sadar lelaki itu malah berhenti di sebuah taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
About His
Teen FictionIni bukanlah kisah sahabat antara good boy dan good girl, Bukan juga kisah dua orang sahabat sesama anak jenius, ataupun kisah dua orang sahabat yang menjadi most wanted. Inilah kisah dua orang sahabat yang dipisahkan oleh takdir yang kejam, dan kis...