"Erlan, temenin aku di rumah dong aku lagi sendirian nih."
"Ck nyusahin, yaudah ayo."
Zara dan Erlan baru saja pulang sekolah, dan Zara meminta Erlan menemani nya karena memang ia dirumah sendirian. Papi dan Mamin pergi ke Lembang untuk pekerjaan dan Vian seperti biasa sedang apel di rumah pacarnya.
Entah Zara yang lebay atau apa, dia merasa setelah abangnya punya pacar, abangnya jadi tidak perhatian padanya. Ya bukannya apa apa, tapi Zara adalah gadis yang manja apalagi dengan abangnya.
Kembali di dalam rumah, Zara mengganti bajunya di kamar sedangkan Erlan menunggu di ruang tengah.
Lelaki itu menaruh tas nya di sofa, dan dia duduk di bawah karpet seraya meluruskan kakinya. Tak lama Bi Inah datang dengan membawa senampan snack juga dua gelas jus jambu.
Setelah selesai membersihkan diri dan mengganti baju seragamnya dengan kaos dan celana selutut, Zara menghampiri Erlan.
"Mau main PS gak?"tawar Zara, dan Erlan menyetujuinya.
Dua anak remaja itu larut dalam permainan selama beberapa jam, mereka sesekali memakan camilan dan meminum jus buatan bi Inah.
Telotelotet....
Suara nada dering di dalam ponsel Erlan berbunyi, lelaki itu mempause game nya dan mengangkat telfon.
"Halo dys?"
Erlan berbincang bincang cukup lama dengan Gladys, Zara mati kutu di tempat dengan stik PS yang masih ia genggam.
"Lan, masih lama ya?"
"Lo main sendiri aja, dia lagi butuh gue."ucap Erlan.
Zara mengangguk pasrah, ia memunggungi Erlan dan memilih menonton film horror. Ia bukan wanita penakut, bahkan biasanya Zara menonton film horror sendirian di malam hari jika ia tak bisa tidur.
Erlan masih setia telfonan dengan Gladys, bahkan sampai tertawa terbahak bahak, Zara sejujurnya tidak terlalu fokus dengan film nya, namun ia memperhatikan percakapan Erlan dan Gladys.
Zara tersenyum getir, lihatlah betapa bahagianya Erlan walau hanya berbincang lewat telfon dengan Gladys, sedangkan bersamanya? Hahaha membayangkannya saja membuat dia ingin bunuh diri saja.
Tanpa sadar air matanya menetes, dan Erlan sama sekali tak menyadari hal itu. Apalah dirinya yang tak berarti apa apa untuk lelaki itu. Ia hanya tokoh pengganti saat tokoh utama pergi, dan saat tokoh utama datang ia akan pergi.
"Eh zar, gue mau kasih tunjuk lo sesuatu."ucap Erlan.
Zara dengan cepat menyeka air matanya, menoleh ke arah Erlan yang ternyata sudah selesai telfonan dengan Gladys.
Gadis itu berantusias, kira kira apa yang akan ditunjukkan pacarnya sehingga pacarnya bisa tertawa.
Erlan mengarahkan ponsel ke arah Zara, dan senyum antusias Zara berubah menjadi senyuman kecut.
Disana terpampang foto Erlan dan Gladys yang sedang bergaya absurd lalu dibubuhi dengan beberapa emoticon.
"Lucu banget ya? Hahahaha."
Zara memaksakan senyumnya walau hatinya terasa sakit, tapi tak apa sudah biasa bukan?
"Hahahahaha iya."
"Loh, lo kok nangis?"Erlan bertanya saat menyadari air mata yang menumpuk di pelupuk mata Zara.
"Hah, nangis? Enggak sayang. Kan kamu tau aku kalau ketawa suka keluar air mata gini."elak Zara.
Dan tanpa protes, Erlan percaya begitu saja kemudian kembali fokus pada ponselnya. Lagi lagi Zara harus menahan rasa sialan yang bergejolak di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About His
Teen FictionIni bukanlah kisah sahabat antara good boy dan good girl, Bukan juga kisah dua orang sahabat sesama anak jenius, ataupun kisah dua orang sahabat yang menjadi most wanted. Inilah kisah dua orang sahabat yang dipisahkan oleh takdir yang kejam, dan kis...