TANTE AMBAR

20 0 0
                                        

"Ku menangis.... Membayangkan betapa kejamnya dirimu---"

Teloteotoeloelot...

Zara yang sedang membersihkan rumah sembari bernyanyi menghentikan aktivitas nya karena ada panggilan masuk di ponselnya.

Ia mengambil ponselnya di meja, dilihatnya id penelpon yang ternyata Refika.

"Halo, kenapa fik? Tumben banget nelpon?"

"Mama nyuruh kamu kesini, katanya di rumah mau ada arisan."

"Lah? Gue disuruh ikut arisan gitu?"

"Enggak gitu, mama buat makanan banyak banget. Jadi aku disuruh buat ngundang kamu sama anak anak. Tapi Ersha gak bisa, soalnya dia lagi ke rumah neneknya, Arka juga kesini kok. Kamu kesini juga ya."

"Oh oke oke gue kesitu."

"Sip, aku tutup dulu ya zar, dipanggil mama soalnya. See you jam 9 nanti ya zar."

"Oke."

Zara meletakkan ponselnya, lalu melanjutkan kegiatannya membersihkan rumah. Setelah selesai ia menuju taman belakang rumah untuk menghampiri mami nya.

"Mi, mami."

Dita yang sedang menanam bunga mawar menoleh ke arah putri kesayangannya.

"Apa sayang?"

"Mi, nanti aku ikut mami arisan ya."

Dita menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh ke arah Zara. Punggung tangannya ditempelkan pada dahi anak gadisnya.

"Tumben? Kesambet apaan kamu ar?"Dita benar benar keheranan.

Biasanya saja jika Dita mengajak Zara pasti Zara akan menolak mentah-mentah bahkan dengan iming iming ada cowok ganteng. Namun kali ini Zara malah mengajukan diri.

Haruskah Dita melaksanakan tumpengan dalam rangka syukuran Zara mau diajak arisan?

"Mami arisan di rumahnya Refika kan? Tante Sofi nyuruh Ara kesana sama Arka juga."penjelasan Zara membuat Dita membulatkan mulutnya.

"Oh gitu, ya bagus lah. Sekali kali kamu ikut arisan, jadi kamu bisa ngerti sekalian belajar jadi mak mak sosialita."

"Hadeh, iyain deh mi."

Zara akhirnya membantu mami nya dari atas kursi roda.

"Mi, Ara capek deh naik kursi roda terus."

"Yaudah besok mami cariin dokter therapy terbaik di kota ini."

"Beneran?"

"Iya, untuk sementara kamu bisa ngandelin mami, papi, bang Ian, sama temen temen kamu."

Zara memaksakan senyumnya, bang Ian ya? Hubungan mereka belum membaik.

"Kamu masih marahan ar sama abangmu?"

Zara menghembuskan nafasnya kemudian mengangguk lemah.

"Lama banget sih, emang kenapa sih kalian marahan kaya gini?"

"Biasa mi, bukan masalah yang besar kok. Mami gak perlu tau, masalahnya cuma masalah sepele kok. Lagian Ara sama bang Ian udah besar kan, kita pasti bisa menyelesaikan masalah kita sendiri."

"Iya deh, tapi jangan lama lama ar. Cepet baikan gih."ucap Dita.

"Males ah, Ara masih pengen marahan haha."mendengar ucapan ngawur Zara, Dita mencubit lengan gadis itu.

"Masih pengen marahan masih pengen marahan! Gak mami kasih uang jajan sebulan kalian baru tau rasa."

"Ya jangan lah mi. Iya iya Ara usahain baikan sama bang Ian."pasrah Zara.

About HisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang