NUMBER TWO

137 6 0
                                    

"Sakit banget, pengen nangis. Mana berdarah lagi."

Gadis bodoh itu menangis karena keteledorannya sendiri. Tadi dia terjatuh karena tali sepatu nya tidak terikat.

"Butuh ayang buat sandaran, mana tadi di liatin anak anak di koridor."

Zara menelungkupkan badannya di lipatan tangan lalu berteriak untuk melampiaskan rasa malunya, mana tadi orang orang menertawakannya.

"Ehem."

Deheman seseorang membuat Zara mendongakkan kepalanya dan menoleh ke sumber suara. Melihat kedatangan seseorang yang ditunggunya membuat Zara langsung berlari dan memeluk lelaki yang sejak kemarin menjadi pacarnya.

"Akhirnya kamu dateng juga, aku udah nunggu lama hiks."

Erlan mengernyit mendengar isakan Zara, gadisnya menangis?

"Lo kenapa?"

"Tadi pas jalan jatuh gara gara kesandung tali sepatu, diketawain sama anak anak di koridor hiks hiks."

"Makannya jangan pecicilan."

Zara memberenggut kesal didalam pelukan Erlan."Ih kamu mah gitu hiks hiks, pacarnya jatuh gak ditanyain keadaannya malah dikatain."

"Gak usah lebay, gue kesini bukan mau denger cerita lo. Gue gak bisa pulang bareng sama lo, gue pulang sama Gladys."

Zara melepaskan pelukannya, ia menatap Erlan tak percaya."Hah? Kamu mau ninggalin disaat kondisi aku kaya gini?"

"Gladys lagi butuh gue."ucap Erlan.

"Aku juga butuh kamu."ucap Zara lirih seraya menatap Erlan harap.

"Gladys lebih."

Sedih rasanya, namun ia berusaha tegar di depan Erlan. Ia memaksakan senyumnya di depan lelaki itu. Tanpa mendengar ucapan Zara, Erlan berjalan begitu saja keluar kelas.

Zara mengintip dari jendela kelasnya, ia melihat kekasihnya mencium puncak kepala Gladys yang sedang lelaki itu rangkul.

Tes...

"Orang Gladys ketawa kaya gitu, butuh dia nya dari mana? Matanya Erlan buta ya, gak bisa bedain mana yang lagi butuh dia sekarang."

"Mana Gladys dicium, gue mah mana pernah dicium kaya gitu, orang dia deket gue aja langsung istighfar."Zara mengusap air matanya kasar.

Zara mengemasi barangnya, ia menenteng tas nya keluar kelas menuju halte. Di halte ia mati matian menahan tangisan yang ingin keluar.

"Loh Adis kok belum pulang? Gue kira udah pulang sama Erlan."

Mendengar suara Divo, Zara mengelap air mata yang mengalir di pipi cantiknya tanpa seizinnya.

"Enggak, tadi Erlan pulang sama Gladys. Ini gue lagi nunggu taksi."

Divo yang melihat mata Zara sembab, ia memakirkan motornya di pinggir jalan, dan menghampiri Zara.

"Lo nangis?"tanya Divo seraya mengusap bekas air mata di bawah mata Zara.

Zara menggeleng, namun anehnya air matanya malah mengalir dengan derasnya. Dengan sigap, Divo memeluk Zara.

"Gue gak akan maksa buat lo cerita ke gue, lo yang tenang dulu, baru lo cerita sama gue ya."Divo mengelus puncak kepala Zara, membuat air matanya semakin deras.

"Hiks hiks, dia jahat hiks."

Divo setia mendengarkan curahan Zara, terbesit sedikit rasa bersalah dalam dirinya.

"Dia gak peduli sama gue, gue yang lebih butuh dia. Liat penampilan gue kucel gini, dia malah mentingin cewek yang malah ketawa keras. Matanya abis diludahin pocong kali makannya buta."

About HisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang