¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤Udara malam menyapu tubuh Erin, kini dia sedang duduk bersantai di halaman belakang memandangi langit malam dengan taburan bintang.
Sejenak dia merenungi kehidupannya dan sedikit melihat kebelakang. Menghadapi banyak keinginan, keegoisan, dan ekspektasi yang berbeda dari orang lain terkadang membuatnya lelah tapi juga merupakan tantangan untuknya.
Nyatanya memang kehidupan baginya bukan melulu tentang harta, pekerjaan, maupun pendidikan tapi juga sebuah hubungan dengan orang lain dan bagaimana cara menjaganya.
Saat ini dia sangat menghargai pernikahannya bukan tidak ada alasan, karena sekarang dia sudah mulai merasakan keterikatannya pada Jimin. Bukan ketergantungan tapi rasa ingin menghargai dan menjaga hubungan yang semakin kuat ia rasakan.
Sungguh tidak mudah baginya untuk memenuhi tuntutan dan melewati tantangan pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Sifat independen-nya nyatanya baru sebatas dalam dunianya saja yang berhubungan dengan karir dan segalanya. Sedangkan itu tidak cukup dalam kehidupan pernikahan yang membuatnya harus terus-menerus belajar.
Setiap teguran yang Jimin berikan padanya kini ia artikan sebagai sebuah nasihat dan kritikan yang membantunya untuk terus memperbaiki diri. Walaupun awalnya dia begitu kesal dengan sikap laki-laki itu, kini ia sadar pernikahan bukan tentang dirinya sendiri sehingga ia akan mendengarkan dari sisi lain, yaitu pasangannya yang tak lain adalah Jimin.
Erin hanya bisa berusaha dan berharap yang terbaik bukan hanya untuk dirinya tapi juga orang di sekitarnya.
Tanpa sadar sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikannya duduk di sana. Jimin telah kembali dan dalam diam dia mengamati Erin yang termenung sendirian di sana.
Sempat ingin memutar tubuhnya menjauh, namun hati dan kakinya menginginkan dirinya untuk datang mendekat. Akhirnya dia pun melangkahkan kakinya menghampiri gadis itu.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Menunggumu. Memangnya oppa tidak bisa lihat? Aku sedang duduk di sini".
Jimin memposisikan dirinya duduk di samping Erin.
"Ya.. Bukankah kamu takut gelap? memangnya tidak takut di sini sendirian?"
"Ini tidak gelap, hanya cahayanya sedikit redup. Oppa sudah makan? Mau aku buatkan sesuatu?"
"Tidah usah, aku sudah makan".
Sejenak keheningan melanda ke duanya yang hanya fokus pada pemandangan langit di atas.
"Erin-ah, terima kasih.."
"Untuk?"
"Perhatianmu, maaf aku banyak menuntut".
"Kamu pasti menyesal dengan perjodohan ini kan?"
Pertanyaan Erin membuat Jimin kembali terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa.
"Oppa.. kamu tahu, karena perjodohan ini membuatku kehilangan kekasih yang aku cintai. Bahkan di saat pertama kali aku memperkenalkannya pada keluargaku, ayah malah berbicara mengenai perjodohan ini. Bukankah itu menyakitkan?"
Perkataan Erin berhasil membuat Jimin terkejut dan menatapnya. Ternyata selama ini dia berpikir jika gadis itu dari awal memang menyetujui pernikahan ini dan itu adalah salah besar.
Jadi selama ini aku salah? Dia menyimpan luka itu untuk datang kepadaku~Jimin
"Jadi sebelumnya kamu memiliki kekasih?"
"Iya.. Dia bukan orang yang pantas untuk disakiti, tapi aku sudah menyakitinya,"
Helaan nafas sedikit terdengar dari Erin yang sekarang teringat dan merasa bersalah dengan Jaehyun atas apa yang telah laki-laki itu alami karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I F E | {Park J•M} {Bae E•N}
FanfictionLIFE Sebuah kisah hidup dua insan yang terpaksa menyatu untuk mewujudkan sebuah janji yang bahkan tidak mereka pikirkan sebelumnya. Dengan siapa dia harus meminta pertanggungjawaban atas kebahagiaan yang seakan perlahan menghilang itu? Jawabannya...