50 | Forgive

68 2 2
                                    


¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Seharian mereka kembali bersama walau masih terasa canggung di sana, Erin masih keras kepala dengan rasa gengsinya. Walaupun dia sudah berlapang dada memaafkan tapi dia masih gengsi mengakuinya. Meskipun dia sudah luluh tapi Erin tak menampakkan jelas di depan Jimin. Apa yang Jimin lakukan? Dia pantang menyerah membujuk dan selalu menempel padanya.

"Sayang, itu ke...."

Kalimat Jimin terpaksa di tahan karena ia menemukan Erin yang sudah memejam dengan posisi tidurnya yang meringkuk memeluk bantal. Padahal baru sebentar dia pergi keluar, tapi Erin sudah nyaman dengan alam mimpinya.

Tidak ada niatan untuk mengganggu tidur sang istri, Jimin dengan pelan mendekat. Lelah, mungkin itu yang kini Erin rasakan hingga damai dalam tidurnya. Jimin mengamati wajah Erin dari dekat sembari mengusap sayang rambutnya.

"Terima kasih, selamat malam sayang.."

Tahu jika Erin memang lebih senang tidur dengan memeluk sesuatu, dengan sangat pelan Jimin mengambil bantal yang ada di pelukan Erin untuk ia gantikan dengan dirinya. Nampaknya ia tidak rela posisinya di gantikan oleh sebuah bantal.

Namun, hal itu membuat Erin menggeliat dan perlahan membuka matanya yang terasa amat berat.

"Maaf sayang.. Biar aku yang memelukmu, kemarilah.."

Dengan setengah sadar, Erin merapatkan tubuhnya ke arah Jimin untuk mendapatkan kenyamanan darinya. Mereka berdua berakhir saling mendekap dan pergi ke alam mimpi masing-masing.

•••
Sekitar pukul 4 pagi Erin terbangun karena merasa kosong di sampingnya padahal seharusnya ada Jimin di sana. Dia pun meraih outer kimono-nya dan berjalan keluar kamar.

Dengan keadaan cahaya lampu yang redup, Erin menemukan Jimin tengah duduk di sofa. Dua botol champagne beserta gelas di atas meja menandakan dia sedang minum sendirian di sana.

Masih berdiri di tempat yang sama, Erin mengamati Jimin yang terlihat sedikit frustrasi, Erin pun bertanya-tanya apa alasannya. Yang sebenarnya Jimin sedang menatap ponselnya melihat rekaman video atas insiden tamparan yang sebelumnya tidak ia sadari jika itu adalah Erin.

Sesal sangat Jimin rasakan, tanpa ia sadari dia telah menyeret Erin ke dalam masalah hingga menyebabkan wanitanya menerima kesakitan yang menyesakkan.

Tak beberapa lama kemudian Jimin menyadari kehadiran Erin yang mematung di sana.

"Kamu mengejutkanku sayang, kenapa hanya berdiri di situ?"

"Apa yang oppa lakukan di sana?"

Perlahan Erin mendekat ke arahnya dan duduk di sofa tak jauh dari Jimin duduk, dari matanya sudah terlihat jika laki-laki itu sedang menahan sesuatu, tapi entahlah Erin tidak tahu itu.

"Aku? Sedang berpikir dan minum, mau ikut minum denganku?"

"Memikirkan apa?"

"Kamu,"

Jawaban singkat yang Jimin berikan membuat keduanya terdiam sesaat dan hanya saling menatap.

"Aku kenapa?"

"Cantik, keke.."

Melihat tawa dan senyum manis Jimin padanya, lantas membuat Erin juga ikut tersenyum ke arahnya.

"Aku tahu,"

Tiba-tiba raut wajah Jimin berubah dari senyum menjadi wajah yang datar seperti sedang memikirkan sesuatu, sangat jelas sekali.

"Ada apa? Oppa ingin mengatakan sesuatu padaku?"

"Sayang, kenapa kamu tidak mau memberitahuku dari awal? Untuk semuanya. Kenapa kamu tidak bilang yang sebenarnya terjadi denganmu saat itu?"

L I F E  | {Park J•M} {Bae E•N}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang