¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤Begitu hening dan begitu gelap bagi Erin semuanya nampak hitam sebelum akhirnya perlahan dia membuka matanya. Sejenak dia hanya mengedipkan ke dua matanya hingga pandangannya perlahan mengarah kepada seorang perawat yang sedang memeriksanya.
"Erin-nim.. Syukurlah anda sudah bangun."
Erin masih terdiam di sana. Dia mencoba kembali menelaah dan mengingat apa yang telah terjadi kepada dirinya hingga membuatnya berakhir di rumah sakit.
"Erin-nim? Apa ada yang tidak nyaman? Atau ada yang terasa sakit? Silakan katakan kepada saya Erin-nim.."
"Ganhosa-nim.. Bagaimana dengan bayiku?"
Dengan menahan tangisnya, Erin bertanya kepada sang perawat. Dia menyadari bahwa perutnya sudah kembali rata dan itu membuatnya tidak ingin mempercayai apa yang ada di pikirannya sekarang.
Namun, gestur dan ekspresi sang perawat padanya seakan membenarkan atas apa yang ia takutkan.
"Maaf Erin-nim.. Saya ikut bersedih atas apa yang menimpa anda."
Tidak ada lagi yang bisa ia katakan, air mata Erin kini tak terbendung lagi. Hati wanita mana yang tidak hancur saat mengetahui kenyataan jika calon malaikat kecilnya yang ia tunggu-tunggu telah pergi.
Rasa penyesalan tiba-tiba muncul dalam dirinya, sesal karena tidak memberikan ruang lebih untuk menjaga tubuhnya dan juga menjaga apa yang telah Tuhan titipkan padanya. Meskipun begitu kenyataannya penyesalan tidak bisa mengembalikan Angel kepadanya.
"Erin-nim.. Anda baik-baik saja?"
"Maaf ganhosa-nim.."
"Saya akan memberitahukan pihak keluarga jika anda sudah bangun.. Saya tinggal sebentar Erin-nim.."
Perawat itu segera undur diri untuk memberikan Erin privasi sekaligus untuk memanggilkan Bomi dan yang lainnya. Namun, saat perawat itu pergi meninggalkannya, Erin yang masih terisak perlahan bangun dari tempat tidurnya.
Entah apa yang ada dipikirannya, dia meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja nakas lantas beranjak dari sana. Dengan paksa dia melepas infus hingga menyebabkan darah berceceran di lantai. Beberapa kali dia pun sempat terjatuh, namun ia tetap berusaha berdiri dan ingin pergi dari sana.
Tindakannya kali ini sungguh membuat banyak orang begitu panik. Bagaimana tidak, Erin pergi membawa mobil sedangkan dia baru menyelesaikan operasi pembersihan rahimnya tadi pagi, tentu tubuhnya pasti masih terasa lemah dan butuh istirahat.
Begitu juga apa yang Jimin rasakan. Jimin begitu khawatir dengan Erin hingga setibanya di perusahaan Erin dia segera menuju tempat yang ia yakini jika sang istri berada di sana. Langkah tergesanya membuktikan betapa dia cemas dengan Erin sekarang. Kesana-kemari dia mencarinya, namun pandangannya tidak melihat sosok wanita itu.
Sampai akhirnya dia mendengar suara yang sangat lirih. Tanpa berpikir panjang Jimin segera mencari sumber suara tersebut. Seorang wanita dengan baju pasien sedang duduk meringkuk di belakang kursi. Terlihat begitu menyesakkan bagi Jimin.
"Erin-ah.."
Dengan begitu menyedihkan Erin memperlihatkan wajahnya yang di penuhi dengan air mata. Jimin pun segara menghampiri dan memeluk tubuh Erin yang terasa sangat gemetar.
"O-oppa.."
"Iya sayang aku di sini, maaf membuatmu terlalu lama menunggu."
"Oppa.. B-bagaimana sekarang?"
Tidak ada tenaga lagi yang tersisa darinya sehingga Erin tak lagi mampu membalas pelukan dari Jimin. Tubuhnya begitu gemetar dan kalimatnya sangat terbata-bata dengan tangis yang tak kunjung usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
L I F E | {Park J•M} {Bae E•N}
FanfictionLIFE Sebuah kisah hidup dua insan yang terpaksa menyatu untuk mewujudkan sebuah janji yang bahkan tidak mereka pikirkan sebelumnya. Dengan siapa dia harus meminta pertanggungjawaban atas kebahagiaan yang seakan perlahan menghilang itu? Jawabannya...