46 | Something Happened

39 2 1
                                    


¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤

Sejak pagi Jimin sudah terbangun, tadi malam dia terpaksa tidur di kamar lain karena Erin mengunci pintu kamarnya. Sekarang dia sedang duduk di meja makan menunggu Erin keluar dari sana. Setelah pertengkaran mereka, Erin belum keluar juga dari kamar. Beberapa kali Jimin sudah mengetuk pintunya tapi tidak kunjung di buka.

"Imonim, apa tidak ada cara lain untuk membukanya?"

"Apa perlu saya panggilkan seseorang untuk membantu membuka pintunya Tuan?"

Sejenak dia berpikir, Jimin tidak suka berlarut dalam masalah, artinya dia ingin menyelesaikan secepat mungkin dengan cara bertatap muka dengan istrinya, tapi menimbang sikap Erin yang masih enggan sepertinya dia memilih mengurungkan niatnya.

"Erin pasti akan lebih marah jika aku melakukannya, tidak perlu imonim."

Dia pun melakukan sarapan sendirian. Sampai selesai pun Erin belum keluar padahal untuk jam kantornya ini sudah sangat terlewat. Jimin kembali mendekatkan dirinya ke pintu kamar dan mengetuknya lagi berharap ada jawaban dari dalam.

"Erin-ah.. Keluarlah.."

"Kamu tidak ke kantor? Erin-ah.."

"Baiklah, maafkan aku sudah membentakmu, sekarang keluarlah atau biarkan aku yang masuk."

"Sayang, Erin-ah.."

Tetap saja tidak ada respon dari dalam, sedikit ada kekhawatiran namun rasa kekesalannya dan emosi yang masih menguasai dirinya juga bertambah, karena dia diabaikan tentu saja.

"Arrasseo lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan, kamu memang tidak ingin aku larang kan? Makanya kamu melakukan itu di belakangku. Berkat itu aku melihat sisi baru darimu Erin-ah."

Setelah mengatakan nada tingginya Jimin pun melenggang pergi dari rumah tanpa bisa melihat wajah Erin. Dia sedang dalam perjalanan dengan masih dalam perasaan kesal dia hanya memainkan ponselnya melihat perkembangan berita Seojong.

"Apa?! Penyerangan dan kekerasan? Apa sungguh dia melakukan hal itu?"

Berita terbaru mengenai Seojong kembali menjadi konsumsi publik. Tindakan tercelanya lagi-lagi terungkap dan menggiring sepenuhnya opini publik tentang tabiat buruk dari perempuan itu.

"Keke.. Memang salah jika hanya melihat dari tampilannya saja, nyatanya tindakannya sangat murahan."

"Hyung kenapa kasar sekali bicaramu,"

"Kau dengar? Ah.. Erin-ssi sudah memberitahu sesuatu padamu Jimin-a?"

"Apa itu?"

"Belum rupanya, lupakan saja."

Jimin tidak puas dengan jawaban itu, dia terus memaksa manajernya untuk memberitahunya. Namun, manajer Jimin memilih untuk tetap menutup rapat mulutnya.

"Berhentilah Jimin-a, nanti kau akan tahu itu sekarang fokuslah dengan pekerjaanmu."

Jimin pun terpaksa diam dengan rasa penasarannya.

Setelah kepergian Jimin, Erin yang sedari tadi mengunci diri di dalam kamar pun akhirnya keluar dengan kaca mata hitam berusaha menyembunyikan swollen eyes-nya yang membuktikan dia menangis dalam waktu yang lama.

Dia segera menuju dapur sembari menghubungi Kim ahjussi untuk datang menjemputnya.

"Nyonya, sebelum pergi Tuan sudah menyiapkan sarapan ini untuk Nyonya."

Sebuah piring berisi roti panggang dengan banyak selai stroberi di atasnya yang merupakan kesukaannya. Dan juga tak lupa semangkuk penuh buah stroberi segar Jimin siapkan untuknya.

L I F E  | {Park J•M} {Bae E•N}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang