Happy reading
🤍🤍🤍
Seusai menemani cucunya, Arman pun hendak pulang, namun langkahnya terhenti saat melihat Damar seperti orang linglung. Mata yang memerah dan pandangan kosong ke depan seraya menatap foto cantik istrinya yang sedang tersenyum manis.
"Ayah tau kamu sangat terluka, Ayah juga terluka atas kepergian Hanum, tapi kita semua harus iklas dan terima kenyataan nya" ujar Arman, namun tidak ada sahutan sama sekali dari bibir Damar.
Arman mengusap bahu Damar. "Ayah pergi dulu jaga anakmu baik-baik, jangan salahkan Fila atas kepergian Hanum, jika kamu masih memperlakukan Fila sperti tadi, Hanum pasti akan sedih melihatnya".
"Ayah pergi dulu assalamualaikum" Arman melangkah keluar meninggalkan Arman yang masih setia memandangi foto istrinya.
"Wa'alaikuumussalam" lirihya bersamaan dengan air mata yang turun.
***
"Umi?" Ujar Fila yang tak menyangka, kalau di hadapannya sekarang sudah ada Hanum yang sedang berdiri.
Hanum tersenyum lembut seraya mendekap Fila dengan erat. "Anak Umi kuat, jangan nangis dong, sayang air matanya di buang-buang" ujar Hanum.
Pecah sudah tangisan Syafila dalam dekapan Hanum. "Ini umi kan? Umi jangan pergi ninggalin Fila lagi, Fila butuh Umi" Syafila memeluk Hanum dengan erat, seakan tidak membiarkannya pergi.
"Iya sayang, Umi nggak akan ninggalin Fila, Umi selalu bersama Fila, jadi Fila jangan sedih lagi yah jangan takut" ujar Hanum seraya menatap anak tunggalnya itu.
"Janji yah?" Fila mengangkat jari kelingkingnya untuk di kaitkan dengan jari Hanum.
"Janji" Hanum mengaitkan kelingkingnya dengan jari mungil Fila.
"Wahh Umii, bunga itu cantik sekali, Umi mau? biar Fila yang ambilkan" ujar Syafila seraya menatap Hanum membuat Hanum mengangguk.
"Bentar yah Umi, Umi disini jangan kemana-mana" Syafila berlari kecil untuk memetik mawar putih itu.
"Cantiknya" puji Syafila kemudian kembali ke tempatnya dengan membawah setangkai mawar putih.
"Umi in..." Syafila terdiam jantungnya berdetak sangat cepat, sosok yang memeluknya tadi sudah tidak terlihat lagi di hadapannya. Ia menoleh ke segala arah, namun tidak di menemukan siapapun.
"UMI!! UMI DIMANA? JANGAN TINGGALIN FILA UMI" Syafila berteriak kesana kemari, namun tidak satu pun orang ia temui.
"Umi! Jangan pergi jangan tinggalin Fila lagi....Fila takut umi" lirih Syafila yang sudah bermandikan keringat dan air mata namun masih memejamkan matanya.
"Umi! Jangan pergi!" Syafila terus meracau.
"Non bangun, non Fila ayok bangun" ujar bi Inah selaku asisten rumah tangga.
"Non ayok bangun waktunya makan malam" bi Inah sangat iba melihat majikan kecilnya ini terus meracau memanggil ibunya.
"Umi!!" Fila berteriak dengan mata yang sudah terbuka, ia pun menoleh ke samping melihat bi Inah.
"Bih Inah hiks ...hikss tadi Fila ketemu umi bahkan Fila peluk umi tapi kenapa sekarang umi nggak ada hiks..." Syafila memeluk bi Inah dengan sangat erat.
Bi Inah mendekap Fila memberikan kehangatan padanya, bi Inah pun ikut menangis di buatnya namun ia harus terlihat lebih kuat untuk majikan kecilnya.
"Non Fila jangan nangis terus nanti uminya sedih loh. Sekarang non Fila makan yah dari tadi pagi non Fila belum makan" Syafila hanya mengangguk lemah.
...
Syafila pun sudah duduk di depan meja makan, ia menoleh ke arah pintu kamar Damar.
"Bi , Abi masih di kamar yah" ujar Syafila.
"Iya non tadi bibi udah panggil tapi nggak ada suara sama sekali mungkin tuan sedang tidur" ujar bi Inah yang sedang menyajikan makanan.
"Abi belum makan yah bi"
"Belum non, dari tadi siang belum makan" Syafila hanya manggut-manggut saja.
"Ayok dimakan non bibi ke belakang dulu yah"
"Iyah, makasih bi"
"Sama-sama" kini di ruang makan hanya tersisa dentuman sendok dan piring yang terdengar menemani Syafila. Sangat sunyi membuat Syafila kembali menitikkan air matanya.
Syafila memandang kursi di sampingnya, biasanya Hanum duduk manis bersamanya namun sekarang sudah tidak lagi.
"Umi, Fila pengen di suap sama umi" lirihnya tapi masih tetap melanjutkan makan malamnya. Tau bagaimana rasanya menangis sambil makan?.
Syafila sudah selesai dengan makan malamnya ia meneguk stengah gelas air putih dengan pandangannya menatap pintu kamar Damar.
"Abi belum makan, tapi kenapa belum keluar juga, apa Fila bawain aja yah makanannya ke kamar Abi" Syafila pun berdiri mengambil makanan untuk di bawahkan ke Damar.
Setelah semuanya lengkap dengan nampan yang sudah berada di tangannya, ia mengumpulkan keberaniannya menemui Damar.
Tok tok
Tidak ada sahutan sama sekali, Syafila meraih gagang pintu yang tidak terkunci, ia langsung saja membuka pelan-pelan hinggah menampakkan Damar yang sedang duduk di lantai, penampilannya sudah awut awutan.
"Abi" dengan pelan Syafila melangkah menghampiri Damar.
"Abi makan dulu yah" ujar Syafila yang ikut duduk menghadap Damar, namun Damar hanya menatap kosong ke lantai, Syafila sampai menitikkan air mata melihatnya.
Syafila memberanikan diri untuk menyentuh lengan Damar. "Abi ayok makan biar Fila yang suapin".
"Pergi kamu!" Damar membentak Syafila dengan tatapan masih kosong ke lantai.
"Fila tau ini salah Fila tapi jangan hukum diri abi, kalau abi nggak makan umi pasti sedih liatnya" ujar Syafila.
"Abi makan yah, demi umi biar Fila yang suapin" Syafila menyendok makanan kemudian mengarahkannya di mulut Damar dan di terimah dengan baik oleh Damar membuat Syafila sangat legah.
Hening tidak ada suara kecuali dentuman sendok yang beradu dengan piring.
"Nih Abi minumnya" Syafila membantu Damar untuk minum.
"Ayok Abi naik di kasur jangan di lantai nanti masuk angin" Syafila membantu Damar naik ke atas kasur.
"Abi tidur yah jangan capek-capek".
"Pergi!" Sentak Damar.
"Iya iya Fila keluar, selamat malam abi Fila sayang Abi ummmachhh" Syafila mengecup singkat pipi Damar kemudian melangkah keluar meninggalkan Damar yang masih menatap kosong ke lantai.
Tinggalkan jejak 📌
KAMU SEDANG MEMBACA
SETULUS CINTA SANG MUALAF
Teen Fiction"kenapa?". "Kenapa harus aku?, Ini ujian atau siksaan" ujar seorang gadis yang sedang merengkuh dirinya dalam keadaan gelab. "Fila udah capek ya Rabb. Fila pengen pulang, jemput Fila sekarang, Fila kangen umi" air mata sudah mengalir sperti derasnya...