Happy reading
🌷🌷🌷
Semenjak kepergian Syafila dari rumah, Damar sering melamun. Bahkan dirinya pun jarang makan, kadang ia lebih memilih menyibukkan dirinya di kantor daripada harus pulang ke rumah.
Meski egonya mendominasi, tapi tetap saja jiwa ayahnya masih ada. Ia juga memikirkan perkataan Varo waktu itu.
Saat ini ia sedang berada di salah satu restoran yang dekat dengan kantornya.
"Sstttt...." Damar meringis memijat pelipisnya yang sedikit pusing.
"Sepertinya aku harus ke dokter" ujarnya.
(◍•ᴗ•◍)
"Kak Varo, hari ini aku ingin makan banyak. Jadi kak Varo jangan marah yah kalau uangnya habis" ujar Syafila dengan tidak tau dirinya.
Varo tergelak mendengar penuturan Syafila yang begitu sangat jujur.
"Tidak papa jika saya harus menjual salah satu saham saya untuk membayar makanan kamu" canda Varo.
"Kenapa cuman salah satu?, kenapa nggak semuanya aja?" semakin kesini omongan Syafila semakin melunjak.
"Definisi di kasih hati minta jantung, usus, ginjal" Syafila tertawa lepas di buatnya.
"Kalau saya jual semua, nanti saya kasih makan kamu pake apa?" ujar Varo seperti layaknya seorang suami.
"Kita ngamen aja kak" ujar Syafila ngelantur.
"Saya tidak bisa menyanyi" ujar Varo yang fokus menyetir.
"Terus bisanya apa dong?".
"Nari balet".
Sekali lagi Syafila tertawa hinggah tangan kirinya menggedor-gedor kaca jendela, untung saja tidak pecah. Sedangkan tangan kanannya juga tidak tinggal diam, ia memukul-mukul bahu Varo menyalurkan tawanya. Varo hanya bisa pasrah menerima semua pukulan-pukulan itu.
"Sekarang saya tau fungsi tangan prempuan selain di gunakan untuk makan" ujar Varo dengan wajah datarnya.
Semenjak hamil, tingkah Syafila semakin aneh. Kalau dulunya Syafila terlihat kalem dan anggun, tapi tidak dengan sekarang. Tingkahnya semakin bar-bar dan brutal bahkan Varo sendiri kadang kewalahan di buatnya. Ntah ini efek kehamilan Syafila atau memang sifat aslinya.
"Aduh perut ku sakit, ternyata kak Varo bisa ngelawak juga yah" tutur Syafila.
"Sudah-sudah, hentikan tawamu dulu liat kita sudah sampai, jangan sampai orang-orang disini semuanya lari liat kamu seperti orang gila".
Syafila menghentikan tawanya, ia dan Varo keluar dari mobil. Saat keluar dari mobil ia tiba-tiba teringat kalau restoran ini berdekatan dengan kantor milik abinya, ia begitu merindukan Damar.
"Hei. Ada apa?".
"Tidak papa" ujar Syafila berbohong, padahal sebenarnya Varo tau.
"Ayok kak" Varo mengangguk kemudian kembali melangkah memasuki restoran.
Saat ingin mencari tempat duduk, tiba-tiba retina Syafila tertuju pada seorang paruh baya yang begitu ia kenali, orang itu adalah Damar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SETULUS CINTA SANG MUALAF
Teen Fiction"kenapa?". "Kenapa harus aku?, Ini ujian atau siksaan" ujar seorang gadis yang sedang merengkuh dirinya dalam keadaan gelab. "Fila udah capek ya Rabb. Fila pengen pulang, jemput Fila sekarang, Fila kangen umi" air mata sudah mengalir sperti derasnya...