_____________________
11.07.2023
Merajut asa dalam keputusasaan adalah hal yang paling membanggakan untuk Yumna. Tidak mudah berdamai dengan jalan takdir yang cukup berbeda dengan kebanyakan orang. Hidup dalam keluarga terpisah sejak akhir sekolah dasar membuat Yumna kini lebih terbiasa untuk tinggal sendiri. Dia lebih leluasa untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Tidak akan melihat kesenjangan di dalam kehidupan baru orang tuanya. Dan hal terpenting adalah, dia merasakan damai saat mengikhlaskan jalan hidupnya.
"Pa, uang saku Yumna tinggal dikit. Kayaknya nggak sampai akhir tanggal udah abis deh."
Yumna saat ini sedang menelpon ayahnya yang kini tinggal di Singapura. Setiap akhir tanggal, dia pasti akan mengeluh kehabisan uang karena takut jika awal tanggal ayahnya akan lupa mengirimkan uang untuknya.
"Udah mau abis? Kebutuhan kamu di sana lagi naik-naiknya, ya Sayang?"
"Nggak juga, Pa. Jaga-jaga aja. Siapa tau nanti Papa lupa ngirimin Yumna duit."
Terdengar suara tawa di ujung sambungan sana.
"Mana mungkin Papa lupa sama anak sendiri. Kamu nggak tau aja kalau Papa di sini selalu kepikiran sama kamu."
"Nggak usah dipikirin, Pa. Yumna baik-baik aja kok di sini."
"Apanya yang baik? Mama kamu bilang kamu nggak mau pulang ke rumahnya. Malah milih tinggal di apartemen Papa. Tau begitu, Papa bawa aja kamu ke sini."
Yumna jelas saja merengek. Dia tidak mau pergi dari Indonesia. Dia memiliki banyak alasan untuk tetap tinggal di sini, selain sekolahnya yang hampir selesai, dia juga tidak mau meninggalkan Rawi dan teman-temannya.
"Papa aja yang balik ke sini. Yumna nggak mau ke sana. Nggak ada temannya, Pa."
"Pekerjaan Papa sekarang di sini, Sayang. Papa udah nggak bisa bolak-balik ke Indonesia kayak dulu."
Yumna tentu tau. Alasan itu pula yang menjadikan orangtuanya berpisah. Ibunya tidak sanggup menjalani rumah tangga jarak jauh. Sementara ayahnya tidak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja dan berusaha kembali dari nol di Indonesia.
"Makanya, jangan ajak Yumna ke sana. Yumna mau di sini aja. Jangan minta Yumna untuk tinggal di rumah Mama juga. Yumna nggak betah di sana. Keluarga baru Mama banyak." Keluh Yumna.
"Ya sudah. Papa izinkan. Asal kamu harus belajar yang giat. Nggak boleh malas-malasan. Jaga diri juga. Zaman sekarang banyak sekali pergaulan yang curam. Hati-hati, ya?"
"Iya, Pa. Yumna akan jaga diri dan jaga hati. Pokoknya menjaga semuanya. Asal Papa nggak putus kirimin Yumna uang bulanan."
Yumna kembali mendengar ayahnya tertawa. Rasanya rindu sekali ingin melihat wajah ayahnya yang sudah setahun lebih tidak dia jumpai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Cinta Yumna
General Fiction"Aku tau kamu bohong. Tapi aku tetap tersenyum untuk semua yang kamu lakukan. Aku tetap merasa bahagia karena bisa bersama dengan kamu. Karena aku sungguh-sungguh mencintai kamu, Rawi." Rawi termenung di depan ruang tunggu pasien. Kepalanya tidak la...