18.07.2023
___________________________
Sakit adalah hal tabu untuk Yumna. Dia sebisa mungkin menjaga daya tahan tubuhnya agar tidak menurun. Karena jika dirinya sakit, maka ayahnya tidak akan menunggu lama untuk menerbangkan dia ke Singapura untuk tinggal bersama dengannya.
Dalam setahun, Yumna hanya demam atau flu beberapa kali. Setiap demam atau flu, dia tidak akan menerima telepon baik itu dari ayahnya atau ibunya. Dia sebisa mungkin hanya mengirim pesan dengan dalih sedang sibuk dengan sekolahnya.
Namun, sepertinya kali ini dia tidak akan lolos begitu saja. Karena dia tidak sedang demam atau flu, melainkan terkilir di pergelangan kaki. Lututnya lecet cukup parah karena dia terjatuh di bebatuan. Tangannya terasa nyeri karena dia sempat menggunakan bagian tubuhnya itu untuk menopang tubuhnya agar tidak jatuh, meski ternyata dia akhirnya terjatuh juga. Dagunya ikut lecet karena dia gagal menopang tubuhnya sendiri. Jika orang melihat keadaannya saat ini, mereka pasti mengatakan dia tidak boleh tinggal sendirian. Karena dengan kondisi seperti itu sudah pasti akan menyulitkan kegiatannya.
Yumna menatap Rawi yang juga menatapnya dengan lekat. Lalu, dia melirik ke arah ibunya yang duduk di samping ranjang UKS yang sedang didudukinya. Dia juga melirik ketiga temannya yang kini diam menikmati suasana setelah sempat kelimpungan saat mengetahui keadaannya tadi.
"Kali ini mau ya, Sayang? Mama nggak akan tenang kalau kamu tinggal sendiri. Pergerakan kamu pasti terbatas." Bujuk ibunya lagi.
"Yumna pasti mau, Tante."
Yumna melirik tajam ke arah Rawi yang mengambil haknya untuk menjawab.
"Aku udah bilang berulang kali 'kan? Aku nggak mau! Aku di apartemen aja." Kekeuh Yumna.
"Kamu bisa apa sendirian di sana? Jangan keras kepala."
Yumna berdecak kesal mendengar penuturan Rawi.
"Kamu nggak tau apa-apa tentang keluarga aku. Jadi percuma aja aku jelasin ke kamu kenapa aku nggak mau di sana."
Rawi menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Kamu bisa bilang alasannya. Mungkin aku bisa pertimbangkan kemauan kamu." Ujar Rawi. Dia melihat dengan jelas jika Yumna menghela napasnya.
"Aku memang akan kesusahan kalau tinggal sendirian. Tapi, setidaknya aku nggak akan mati konyol."
Ibu Yumna melebarkan bola matanya. Beliau dengan segera menggenggam tangan Yumna.
"Kamu bilang apa, Yumna? Jangan bicara tentang kematian semudah itu."
"Aku bicara apa adanya. Dulu, aku hampir mati karena tingkah konyol anak bungsu Mama. Kalian bilang aku harus maklum karena dia masih kecil dan labil. Terus, kalau misalnya dia celakain aku lagi gimana? Kalian akan bilang kalau dia nggak sengaja? Maafkan lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Cinta Yumna
General Fiction"Aku tau kamu bohong. Tapi aku tetap tersenyum untuk semua yang kamu lakukan. Aku tetap merasa bahagia karena bisa bersama dengan kamu. Karena aku sungguh-sungguh mencintai kamu, Rawi." Rawi termenung di depan ruang tunggu pasien. Kepalanya tidak la...