19.07.2023
_______________________________Apa itu keluarga? Apakah mereka yang tinggal se atap, ataukah mereka yang terikat hubungan darah? Pertanyaan itu berputar dalam pikiran Yumna saat dia tiba dan disambut oleh suami beserta ketiga anak sambung ibunya.
Dia merasa asing dengan senyuman mereka yang merekah seolah senang dengan kehadiran dirinya. Terlebih lagi raut wajah bersahabat Maira. Gadis itu tidak bisa di percaya. Wajah lugunya tidak berjalan lurus dengan sifatnya.
Kini, Yumna hanya bisa duduk bersandar di ranjang yang telah disiapkan untuknya. Kamar ini adalah kamar yang pernah dia tempati saat dirinya masih berada di rumah ini. Tidak ada perubahan signifikan yang terlihat, hanya seprai dan isi lemari saja yang kini tidak lagi sama.
Dia merasa bosan dengan keadaan sepi ini. Padahal jika di apartemen, dia juga hanya sendiri. Tetapi rasanya sangat berbeda. Entah mengapa dia lebih nyaman ditempat tinggalnya dua tahun ini.
Drrtr drttr.
Kepala Yumna langsung menoleh ke arah suara ponselnya. Dia dengan segera mengangkat telpon tersebut setelah melihat nama yang tertera di sana.
"Rawi! Mana janjinya?" Tagih Yumna.
"Ini aku mau ke sana. Bentar lagi sampai."
Senyum Yumna langsung merekah. Dia dengan segera mematikan sambungan telponnya. Kini, dia sedang mencoba untuk bangun dari tempat tidur. Pertama, dia mengambil tongkat yang diberikan ibunya atas permintaannya sendiri. Kedua, dia menghembuskan napasnya. Ketiga, dia mencoba untuk berdiri. Keempat, dia mulai melangkahkan kakinya meski masih terasa agak nyeri saat digerakkan.
Yumna membuka pintu kamarnya dengan perlahan. Dia melihat situasi disekelilingnya dengan melirik ke arah kiri dan kanannya. Setelah tidak menemukan siapa pun, dia baru keluar dari kamar untuk menuju ke depan teras. Setelah sampai di sana, dia memutuskan untuk duduk di kursi sembari menunggu kedatangan Rawi. Namun, sayangnya yang pulang malah Maira.
Gadis itu melihatnya dan menyapa dengan ramah.
"Hai, Kak. Kok di luar? Mama mana?"
Yumna masih tidak terbiasa dengan tingkah Maira yang seperti ini. Karena dulu, gadis itu akan memilih melengos atau bahkan mengejeknya yang menumpang hidup pada ayahnya.
"Papa keluar banyak uang untuk Kak Mishall. Jadi, Kakak harus rajin. Hitung-hitung balas budi karena udah diambil sama Papa."
Itulah ucapan Maira sebagai salam pembuka mereka dulu.
"Kak?" Panggil Maira.
Yumna hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain. Kenangan buruk mereka dulu masih membekas di kepalanya. Apalagi gadis itu tidak pernah meminta maaf. Sekarang, dia malah belagak seperti tidak punya salah padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Cinta Yumna
General Fiction"Aku tau kamu bohong. Tapi aku tetap tersenyum untuk semua yang kamu lakukan. Aku tetap merasa bahagia karena bisa bersama dengan kamu. Karena aku sungguh-sungguh mencintai kamu, Rawi." Rawi termenung di depan ruang tunggu pasien. Kepalanya tidak la...