03.11.2023
_______________________________________
"Kalau kamu nggak siap, nggak apa-apa. Kita bisa bilang kalau nggak bisa hadir."
Yumna tidak menjawab. Dia hanya duduk dengan pandangan jauh ke luar. Dia hanya menatap halaman belakang rumahnya yang terlihat jelas dipenuhi oleh bunga-bunga yang ditanam olehnya. Rintik-rintik hujan yang sedang turun membasahi tanah juga ikut menjadi fokusnya.
Tiba-tiba, satu pelukan hangat dari belakang tubuhnya mengubah atensi Yumna.
"Kalau begitu, kita di rumah aja. Suasana hujan begini memang lebih cocok untuk berdua saja menikmati hujan, kan?" Suara Rawi kembali terdengar. Dia hanya memeluk Yumna dengan usapan yang sesekali dia lakukan pada lengan istrinya tersebut.
"Rawi... kenapa aku nggak pernah bisa melupakan kenangan masa kecil aku, ya? Harusnya, bagian itu aja yang aku lupakan. Bukan bagian masa remaja yang selalu ingin aku kenang." Cicit Yumna setelah sekian lama terdiam.
Rawi mengeratkan pelukannya. Dia melihat sisi wajah Yumna dari arah pelukannya.
"Kenapa harus melupakan? Bukannya sebelum itu kamu bahagia bersama orangtua kamu?"
Yumna tersenyum kecut. "Sebelumnya memang iya. Tapi, masa membahagiakan itu pudar karena perpisahan. Aku cuma ingat tentang hidup tanpa ayah dan ibu. Aku cuma mau mengingat kesalahan mereka sama aku. Dan sekarang, aku udah mau lupain semuanya, Rawi. Tapi, kenapa Mama malah buka luka lama?"
Rawi menganggukkan kepalanya. Dia paham. Meski tidak sepenuhnya mengerti, namun dia mencoba memahami kesedihan yang di simpan apik dalam ingatan Yumna. Dia tidak berhak memberikan paksaan untuk melupa, sebab orang-orang memiliki caranya sendiri untuk menyimpan memori mereka.
"Tapi, setelah dipikir-pikir, aku harus datang. Meskipun aku nggak akan pernah ingat kalau sebelumnya aku pernah berdamai dengan keluarga baru mama, kayaknya memang ada yang berbeda di masa ini. Maira yang ada dalam ingatan aku berbeda dengan Maira yang sekarang. Dia nggak mungkin sanggup berpura-pura baik hingga selama ini 'kan?" Wajah Yumna berpaling untuk melihat Rawi di sampingnya.
Rawi tersenyum simpul. Yumna pasti masih meragukan Maira dewasa. Sebab dalam ingatannya, Maira terlanjur dirinya cap buruk. Rawi menggoyangkan tubuhnya hingga Yumna ikut bergerak juga bersamanya. Dia membalikkan arah Yumna menjadi ke arah depannya. Lalu, dia menangkup kedua sisi wajah Yumna dengan telapak tangannya.
"Menurut kamu, dia tulus atau nggak?" Tanya Rawi.
Yumna menatap mata Rawi. Lalu, dia mengangguk pelan.
"Kalau begitu, menurut kamu, hari ini kita harus pergi ke rumah mereka atau nggak?" Tanya Rawi lagi.
Yumna menghela napasnya. Dia kembali menganggukkan kepalanya dengan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Cinta Yumna
General Fiction"Aku tau kamu bohong. Tapi aku tetap tersenyum untuk semua yang kamu lakukan. Aku tetap merasa bahagia karena bisa bersama dengan kamu. Karena aku sungguh-sungguh mencintai kamu, Rawi." Rawi termenung di depan ruang tunggu pasien. Kepalanya tidak la...