HAPPY READING
...
"Meow!"
Airin tersentak saat kucing gemuk dengan wajah datar meloncat di pahanya. Matanya terbuka lebar, melihat jam bekernya yang menunjukan jam enam pagi.
"Duh, Ai. Aku ketiduran," gumam Airin. Sadar melihat buku-buku bertumpukan di meja belajarnya.
Ya. Airin belajar semalaman karena dia baru saja mendapat kabar akan bergabung dalam kompetisi Internasional. Catat kawan, Internasional. Maksud Airin—apakah dunia bercanda? mana mungkin seorang Airin Clark diikut sertakan dalam kompetisi bergengsi anak sekolahan itu!
Ini bukan lagi candaan mengingat Airin adalah pemegang PIN perak, peringkat dua paralel serta peraih piagam emas di kompetisi Nasional kemarin. Bisa dibilang, ini salah satu impian Airin juga sih beberapa bulan yang lalu.
Menjadi anak pintar, terkenal, masuk dalam jejeran murid berprestasi bahkan masuk ke kelas unggulan ... ya, impian Airin beberapa bulan yang lalu dengan perjuangan yang sungguh berat. Airin bersyukur karena usahanya tidak sia-sia juga selama belajar dengan guru privatnya, atau sebut saja dia Adly Nirlangga si nomor satu di SMA Bintang Favorit.
Masalahnya, Airin masihlah Airin yang dulu—yang sering stress dengan pelajaran akibat berusaha mendalami materi. Karena posisinya sekarang adalah peringkat dua, Airin tak mau mengecewakan dirinya juga orang lain. Ia tak ingin orang-orang memandang peringkatnya sebagai kebetulan belaka, ya meski memang begitu sih.
Apa lagi sekarang ini Airin di hadapkan dengan kenyataan menjadi peserta Olimpiade Fisika Internasional yang diselenggarakan di luar negeri. Sekali lagi tolong dicatat, Internasional.
"Jangan stress-stress banget, Rin. Olimpiade yang kemarin aja lu bisa, pasti yang ini juga bisa." Begitu kata Leon, sahabat tertampannya yang menyemangati Airin kemarin.
"Beda, Yon. Kemarin lawannya sama-sama anak Indo. Lah ini orang-orang pinter di seluruh dunia. Lo tahu sendiri orang Luar Negeri tuh pinternya kayak apa."
"Lah, kok lo malah remehin Negara lo sendiri? Lihat dong, di Indo juga banyak kali orang-orang berprestasi. Mendiang B.J Habibie tuh orang Indo, Pril. Pinter banget beliau."
"Nah itu masalahnya. Masalahnya otak gue nggak kayak B.J Habibie, Yon."
Iya juga sih. Leon malah menggaruk kepalanya.
"Pokoknya lu tenang aja. Gue yakin lu bisa. Lu kan punya guru privat yang jenius."
Ah mengenai guru privatnya, Adly Nirlangga—manusia ambis abad ini, Airin tidak ragu kalau lelaki itu bisa bersanding dalam olimpiade fisika bersama orang-orang dari luar negeri. Otak yang pernah merakit robot memang pantas berada diposisi tertinggi. Sementara otak Airin yang penuh dunia fiksi dan dunia paralel lain hanya bisa diam dalam tingkat terbawah.
Belum lagi ada tuntutan kalau Airin harus bisa memenangkan kompetisi ini. Kalau tidak, pasti Airin akan dikeluarkan dari program PIN. Begitu peraturan yang sudah disepakati bersama Kepala Sekolah.
Pagi ini setelah mendapat petuah Jean Clark, Airin turun dari mobil. Biasanya sih Airin akan mengabaikan nasihat papanya dan langsung turun sambil melambaikan tangan, tapi kali ini Airin tak mau melakukannya lagi. Nasihat orang tua adalah hal terpenting di dunia. Jadi dia mendengarkan semuanya sampai selesai dan meninggalkan jempol imutnya membuat Jean bingung ... wah tumben ditanggepin.
"Eh itu tuh si Airin Clark yang katanya ikut kompetisi Internasional sama Adly."
"Dia bukannya pacaran juga yah sama Adly?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...