HAPPY READING
...
Sebenarnya, Arian sudah sering ikut acara-acara besar dengan para miliarder di luar negeri sejak kecil. Kalau dipikir kembali, sungguh, acara mereka tidak semembosankan itu. Seperti menghadiri turnamen golf tahun kemarin di Georgia, Amerika Serikat yang pesertanya didominasi miliarder muda atau pertemuan sebesar Forum Ekonomi Dunia yang di mana mereka sering membahas kolaborasi proyek dan topik global perekonomian lainnya, lalu mereka akan mengisi malam hari dengan perjamuan dan hiburan. Tentu saja setiap negara akan bergiliran menjadi tuan rumahnya.
Dan yang paling Arian suka adalah acara malamnya.
Arian punya beberapa kenalan dari anak-anak miliarder lain. Kebetulan mereka punya kisah hidup yang hampir serupa alias terpaksa ikut pertemuan ini demi orang tua mereka, soalnya orang tua mereka juga berpesan; kelak mereka yang akan meneruskan acara ini. Anehnya, Arian percaya hal itu.
Malam ini pula, sebelum perjamuan di mulai Arian sudah siap sedia di lounge, memainkan jemarinya di atas tuts piano. Not-not ciptaannya berhasil diabadikan dalam beberapa menit, memodifikasikan karya Philip Glass menjadi sesuatu yang lebih berwarna. Arian senang menamakannya dengan seni.
Seperti yang sudah dia duga, banyak orang menyukainya. Terbukti dengan tepuk tangan meriah disertai pujian dari mereka yang menghampiri Morgantara di depan pintu lounge.
"Our young composer, wow, dia sangat mengagumkan, Morgant!" seru Dixon—salah satu investor MG Group. Pria itu datang membawa anak gadisnya yang masih SMP, memberi kode pada putrinya untuk berkenalan dengan Arian.
Morgan sudah tahu ini akan terjadi. Setiap tahun selalu begitu; banyak yang datang membawa putrinya dan mengajak Arian kenalan. Ujung-ujungnya pasti akan berkata kalau mereka kelihatan cocok dan serasi yang dengan basa-basinya, Morgan hanya merespons dengan tawa.
"Thank you, Dixon." Morgan menjawab dengan senyuman lebar. "Omong-omong, baru kali ini aku melihat putrimu, biasanya hanya lewat internet."
"Ya ampun! Aku pikir kamu tidak punya waktu buka internet?"
Morgan tertawa. Walaupun tahu itu hanya basa-basi semata. Mana mungkin di zaman sekarang ini ada orang yang tidak buka internet? Setidaknya di jam-jam istirahat, mereka pasti punya satu sosial media yang akan dibuka.
Dan begitu saja Arian menghampiri mereka, berjabat tangan dengan Dixon serta putrinya.
"Daniela." Begitu kata anak gadis Dixon yang tersenyum malu-malu.
"Akhirnya kalian kenalan juga. Arian, kamu boleh ajak Daniela main, tapi jangan jauh-jauh dari sini ya?" ucap Dixon pada Arian.
Buset, yang mau ngajak main siapa coy? Arian berdesis dalam hati. Heran pula kenapa pria ini bisa dengan mudah menawarkan anaknya diajak main pada orang yang baru dia kenal. Oh, Arian kenal jelas kok siapa Dixon karena dia salah satu investor di perusahaan ayahnya. Tapi kan Dixon kan belum kenal baik siapa Arian.
Arian sedikit lupa kalau Daniela ini blasteran. Dia sudah lama menetap di Amerika, jadi mungkin Dixon sudah terbiasa kalau anak gadisnya kenalan dengan laki-laki.
Pada akhirnya Arian mengajak Daniela jalan-jalan di sekitar kolam.
"Aku harus panggil kak Arian ya?" tanya Daniela.
Arian meliriknya. "Nggak usah, panggil Arian aja."
Gadis itu mengangguk, "Kebetulan aku follow instagram Arian kemarin, tapi belum difollback."
"Ah itu ...," Arian menggaruk kepalanya, "Aku belum buka handphone dari kemarin. Maaf ya."
Padahal memang Arian yang tidak berniat follback. Ya, bukan tidak berniat juga sih. Soalnya ada banyak akun yang masuk di bar notifikasnya, jadi Arian tidak kepikiran melihat satu per satu akun yang masuk dan merespons akun Daniela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...