HAPPY READING
...
Di jam dua malam ini, lampu belajar di kamar Adly masih menyala terang. Padahal dia sudah menutup semua buku dan tak melakukan aktivitas belajar atau membaca lagi. Dia malah duduk di meja belajar sambil memperbaiki cajon kotak musik, tiba-tiba saja ada keinginan melakukannya; ingin membuat kotak musik baru.
Sebenarnya, Adly sedang mengalihkan diri dari pikiran yang berisik. Dia tidak bisa tidur, padahal tubuhnya sangat menginginkan istirahat. Seringkali dia menutup mata dan rangkaian kejadian masa-masa kelamnya bermunculan, ingatan mengenai kata-kata yang tak pantas dan tak ingin dipikirkannya lagi selalu muncul. Pulang dari olimpiade, rasanya perasaan itu semakin memburuk. Dia tak pernah lagi tidur dengan tenang.
Terkadang dia berpikir, ini semua berkat dia yang tak pernah kembali konsultasi ke psikolog. Dia selalu mengabaikan pesan text dokter Elegi yang selalu mengingatkannya untuk kembali. Tentu saja dia mengira pesan text itu hanya basa-basi karena tiga hari sekali selalu ada pesan yang muncul; Selamat pagi, Adly. Apa kabar hari ini? Mungkin ada yang ingin kamu sampaikan selama kegiatan di olimpiade itu? Terkait apa yang kamu rasakan, kamu bisa melakukan journaling. Kita bisa bicarakan ini lewat pesan kalau kamu tidak keberatan.
Atau pesan lainnya yang kira-kira seperti ini; Saya mendengar kabar penghargaan medali emas kamu, Adly. Selamat atas penghargaannya. Omong-omong, kamu bisa kembali ke sini sesuai dengan jadwal yang kita bicarakan.
Pesan-pesan itu mengganggunya. Dia tak ingin kembali. Lagi pula, dia memutuskan ke sana waktu itu hanya karena ingatan-ingatan buruknya datang dan mengganggu aktivitas belajar. Sekarang, ingatan itu kan hanya mengganggu aktivitas tidurnya. Dia tak separah itu untuk butuh penanganan ahli jiwa. Ya, begitu yang Adly sering yakinkan.
Karena jika dia kembali ke sana, dia hanya akan mengulang semua kejadian traumatis di masa lalu dan tak ingin ada kabar buruk dibaliknya.
Adly mendorong kotak cajon ke sudut meja. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga dan dia masih belum mengantuk juga. Dia beralih ke medali emas yang menggantung di hadapannya. Kalau kemarin hanya satu medali emas KSN yang dipajang, sekarang medali emas IPhO turut serta menjadi teman medalinya di kamar ini.
Adly menyentuh dan mengamati medali itu cukup lama. Berkat medali emas itu, dia bisa menutupi sedikit berita-berita keluarganya yang mencuat. Ada beberapa media yang memilih menyoroti profilnya sebagai peraih medali emas dan menyinggung prestasi lain yang sudah didapatkan sebelumnya dibanding menyoroti profilnya sebagai anak dari pasangan kasus KDRT. Ah, dipikir-pikir orang yang menulis berita itu kemarin sangat meresahkan!
Setidaknya medali emas itu berhasil diraih; berita keluarganya tertutupi sedikit; dia aman, walau tidak dengan kondisinya sekarang.
◽
Sejujurnya Adly merasa tak ada masalah serius antara dia dan Airin, pengecualian kejadian melihat bunga sakura kemarin. Selepas itu, mereka tak membahas lebih tentang keberhasilan Airin meraih medali emas. Terakhir hanya ucapan singkat Adly di panggung dan mereka berlagak seakan tak terjadi apa-apa.
Mungkin mereka sedang menunggu bom waktu yang menyelesaikannya. Bukan berarti Adly mengulur waktu meminta maaf, dia hanya tak menemukan waktu yang pas saja untuk mengatakannya. Dia merencanakan akan mengatakannya saat belajar nanti. Tapi, gadis itu malah kelihatan menghindar seolah menunjukkan kalau dia ingin belajar sendiri saja.
Sikap gadis itu jadi agak aneh pulang dari olimpiade. Sesekali Adly merasa Airin mencoba bicara dengannya, tapi gadis itu menahan diri. Mungkin saja dia gengsi memulai percakapan lebih dulu atau memang merasa agak canggung. Lihat saja ketika jam istirahat, dia menghampiri Adly ragu karena lelaki itu kelihatan hanya diam di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Novela JuvenilSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...