TEAM: 48: ANTI-HERO

280 46 6
                                    

HAPPY READING

...

Jam tujuh pagi, Airin sudah sampai di sekolah. Gadis itu terlalu semangat hari ini karena perbannya akan dibuka sehingga tak perlu mempermasalahkan kejelekan wajahnya lagi. Sejak pakai perban, Airin kelihatan seperti orang yang baru operasi hidung karena lipatan mendekati kantung matanya sedikit bengkak. Untung saja tidak memengaruhi pernapasannya. Sejujurnya Airin juga cemas kalau saja luka ini akan membuat kesehatannya memburuk, bisa-bisa orang tuanya semakin khawatir lagi.

"Pagi, Pak. Ya ampun! Saya lupa bawain Bapak bekal. Maaf ya, Pak. Tapi Bapak tahu, nggak? Perban saya bentar lagi dibuka lho!" ujar Airin pada satpam sekolah yang berdiri di gerbang.

Sebuah keajaiban dunia, Pak Udin meliriknya penuh minat, "Hidung kamu kenapa?"

Semula Airin melotot tak menyangka. Untuk pertama kalinya dia mendengar Pak Udin bersuara. "Loh? Bapak bisa bunyi juga? Kirain manekin!"

Pak Udin kembali diam dengan wajah datar. Airin terkekeh. "Hidung saya ... habis kena chidori Sasuke, Pak. Tapi jangan khawatir, pemulihan saya sangat cepat karena saya Jinchuriki."

Apa yang gadis bodoh ini bicarakan? Pak Udin menyesal meladeninya. Dia kembali menghadapkan wajah ke depan dan mengabaikan Airin yang sudah mengerucutkan bibir. Kecewa curhatannya tidak tanggapi.

Sesaat sebelum meneruskan langkah, Airin melihat Adnan di kejauhan sedang bicara dengan mentornya yang bekerja sama dalam ujian SAT. Minggu depan adalah ujian akhir sekolah dan satu hal yang Airin tahu, lelaki itu sudah diterima dalam salah satu kampus bergengsi di Ivy League. Betapa mulusnya perjalanan nasib lelaki itu. Tak heran karena Adnan lahir dari keluarga berpendidikan tinggi dan sering dihormati banyak orang.

Mungkin sebentar lagi Leon akan jadi sepertinya; pemegang PIN emas dengan penghargaan tertinggi di sekolah dan masa depan yang terlihat seterang mentari. 

"Kenapa berdiri di situ?" tanya Adly. 

Airin tersadar dari lamunannya dan melirik Adly. Gadis itu menggeleng hingga keduanya masuk sekolah bersamaan. 

"Tumben nggak ke perpus dulu," ucap Airin. Ketika Adly memilih mengabaikan perpustakaan dan malah mengikutinya ke kelas. 

Adly menatapnya, "Hidung lo masih sakit?"

Airin menghela napas kasar. Sejak kemarin Adly selalu menanyakan kabar hidungnya membuat Airin agak jengkel. "Nggak. Nanyain hidung mulu, lo mau bilang gue jelek lagi?"

Adly hanya berdecak. Tak mau menanggapi celetukan gadis itu. 

"Gue mau tanya sesuatu."

Airin menghentikan langkah ketika Adly mengatakannya, mereka berdiri tak jauh dari ruang OSIS. Airin jadi deg-degan, entah apa yang mau Adly tanyakan karena lelaki itu kelihatan serius sekarang.

"Tanya apa?"

"Lo ada masalah sama Aurel? Dia ngomongin lo?"

Airin memainkan ujung ranselnya dengan tampang berpikir. "Ng---nggak ada kok. Kenapa sih pada nanyain gue ada masalah apa sama dia?"

"Dia ngomongin lo. Dia nyebarin kalau dia benci lo. Lo tahu itu," balas Adly.

Ya, Aurel memang mengatakannya pada Sessa. Entah apa maksudnya mengatakan itu pada Sessa---yang notabenenya haters Airin di sekolah, tapi Airin yakin Aurel tak benar-benar membencinya.

Mau tak mau, Airin pun mengiakan. "Ya iya sih. Gue tahu. Tapi gue nggak merasa itu masalah. Nggak tahu. Gue juga bingung, Orely agak aneh akhir-akhir ini. Waktu di toilet gue denger dia ngomong gitu ke Sessa, tapi ...,"

Team II: Reach The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang