lebih banyak narasi di chapter ini, semoga nggak muntah ya h3h3h3
HAPPY READING
...
Satu hal yang Arian tahu tentang Sunny, Morgan selalu menyebut nama itu sebagai seseorang yang harus dia lindungi di masa depan. Sejak pertemuan pertama di Sunday Classics, Morgan selalu antusias membahas nama Sunny membuat Arian berpikir, jangan-jangan mereka akan dijodohkan.
"Mommy, kenapa sih Ayah selalu ngomongin Sunny? Arian mau dijodohin, ya? Kan Arian masih kecil ...," protes Arian, kala itu berusia tujuh tahun.
Shivia tersenyum dan menepuk kepala Arian pelan, "Emang kata siapa kamu mau dijodohin? Kamu sendiri? Masih kecil kok udah tahu jodoh-jodohan?"
Arian mengerutkan kening, kesal. "Mommy kan pernah cerita tentang Pangeran Philip dan Princess Aurora."
Ah, itu dongeng yang dia ceritakan beberapa tahun lalu saat Arian masih tertarik mendengarkan dongeng. Shivia tak menyangka anak itu masih mengingat dengan baik dan sudah mengerti konsep perjodohan.
"Sunny itu bakal jadi teman Arian nanti. Jadi, Arian harus baik-baik sama Sunny, ya? Kalau dia butuh bantuan, Arian harus bisa jadi teman yang bersedia bantuin Sunny."
"Kenapa Arian harus temenan sama dia?" tanya Arian lagi, masih belum puas dengan jawabannya.
"Karena cuma kamu yang bisa dipercaya."
Tampaknya Shivia tahu kenapa anaknya dipercayakan melindungi Sunny karena Glory hanya percaya sahabatnya---Morgan. Nael punya banyak musuh dan dia tidak peduli jika anak-istrinya jadi target penumpahan dendam. Selain karena musuh-musuhnya, Morgan juga sadar kalau Nael itu agak aneh. Bukan hanya karena jadi mafia. Lihat saja begitu mengetahui Glory divonis mengalami infeksi peradangan paru, Nael menelantarkannya.
Nael benci orang yang penyakitan karena menurutnya mereka lemah dan menyusahkan. Barangkali pria itu trauma karena semua keluarganya meninggal karena terserang penyakit dan hanya Nael yang selamat. Dia pernah membunuh bawahannya karena mengetahui mereka diserang flu semalaman. Penyakit itu menular, jadi Nael menyingkirkan mereka dalam waktu singkat. Sejak saat itu, Morgan tahu Nael punya pemikiran yang tidak normal lagi tentang penyakit.
Sahabatnya itu---mengerikan.
Arian mulai terbiasa jika Morgan selalu membicarakan tentang Sunny dan berharap usia tujuh belas tahun, Arian akan mengerti kalau Morgan mendekatkan mereka bukan hanya perjodohan, tapi lebih dari itu. Arian dijadikan perisai masalah internal dan eskternal Sunny. Di malam natal, Arian bertemu lagi dengan gadis itu dan ya ... dia tahu setelah ini, mereka akan selalu bertemu.
Sebentar lagi mereka akan mendarat. Mr. Bee menginstruksikan agar mereka tidak mendarat di landasan pendaratan gedung itu karena pasti akan sangat sulit menghadapi mereka seandainya banyak orang yang berjaga di sana.
"Sepertinya mereka udah lihat helikopter kita, sir," ucap co-pilot.
Mr. Bee tahu mereka pasti sudah melihat ada helikopter yang mengudara sekarang.
"Buat pendaratan cepat di titik ini, saya dan Arian akan turun di sini. Kalian bisa pura-pura jadi penjaga patron dan buat pengalihan. Bilang ke mereka kalau patron udah dibongkar," saran Mr. Bee sambil menunjuk arah maps---yang agak jauh dari markas.
Arian melirik cepat. "Hah? Bukannya kita bakal ngadepin mereka semua, ya? Ngapain malah akting-akting segala? Lo buang-buang waktu kalau gitu!"
"Kita belum tahu kondisi di sana, Tuan Muda. Percayalah, kita bisa langsung mati kalau mendarat di markas mereka," tegas Mr Bee.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...