HAPPY READING
...
Adly sudah bersahabat dengan rumus sejak kecil. Dia selalu mendengar orang dewasa yang melihat kemampuannya berdecak kagum sambil memujinya di depan Reno, "Kok bisa anak sekecil ini pintar banget. Pasti pas masa muda, orang tuanya juga pintar, ya."
Suatu ketika Reno mendengar berita Adnan Sevenor yang berusia setahun lebih tua dari Adly mendapat banyak perhatian publik karena kecerdasannya. Selain karena tergolong anak cerdas, dia juga berasal dari keluarga sosialita. Tentu saja Reno tak ingin kalah, terutama Sevenor adalah kompetitor bisnisnya sejak orang tua mereka terdahulu. Jadi dia memutuskan membawa Adly ke berbagai kelas dengan harapan agar Adly punya banyak keahlian dan mencuri perhatian banyak orang dibanding Adnan.
Reno berhasil. Adly hampir menguasai banyak hal di usia yang masih lima tahun. Adly selalu berada di kelas yang berbeda setiap harinya. Bahkan anak itu menjadi satu-satunya yang diapresiasi para tutor karena cepat menangkap dan mempelajari segalanya. Sejak kecil, Adly terkenal sebagai anak Reno Nirlangga—keluarga yang berpendidikan serta pengusaha sukses—dan terkenal sebagai anak tercerdas. Semua orang kagum dengan hasil test IQ-nya, pembuktian di mana dia memperlihatkan kecerdasannya dengan mengoleksi berbagai medali dan piala. Mereka tahu dan tak pernah meragukan Adly.
Tapi mereka tak tahu apa yang dialami Adly agar mencapai titik ambisi itu.
Andai mereka tahu, kekaguman itu pasti berganti dengan rasa kasihan.
Bahkan berada di olimpiade yang ia incar sejak SMP ini, tidak mudah. Adly ingat bagaimana Reno selalu menyebut-nyebut olimpiade bergengsi yang akan membuatnya diakui banyak orang. IPhO salah satunya. Ya, Reno selalu bilang begitu setiap Adly sukses membawa pulang piala dari kompetisi nasional; yang diinginkannya adalah diakui banyak orang. Ironisnya, Adly melakukan itu bukan untuk meminta pengakuan banyak orang melainkan pengakuan ayahnya sendiri.
Walau hanya sesederhana itu, sampai sekarang ia tetap saja tak mendapatkannya.
Lebih sulit mendapatkan pengakuan ayahnya sendiri dibanding mendapat pengakuan dari orang asing.
Waktu sudah berjalan dua jam. Adly masih belum selesai dengan eksperimennya. Di tengah-tengah kefokusannya, tiba-tiba saja dia merasa perasaan yang tidak nyaman. Tentu ini tidak biasanya terjadi atau bisa dibilang, Adly merasakannya beberapa pekan terakhir. Kadang dia bertanya-tanya, apa mungkin karena sebentar lagi keputusan resmi pengadilan tentang perceraian orang tuanya akan keluar?
Pulang Indonesia nanti, berita itu pasti mencuat sementara di luar sana banyak komentar yang menyalahkan Raya karena argumen Reno. Tidak sedikit juga yang bersimpati dan menormalisasi perselingkuhan Raya karena sikap Reno. Keluarganya memang jadi sorotan sejak beberapa bulan terakhir ini. Argh! Pokoknya berita dan komentar itu tidak penting. Tapi selalu berulang di kepala Adly.
Dia memejamkan mata, menghitung dalam hati.
Satu.
Dua.
Tiga.
Jangan pikirin apa pun. Selesain ini dan bawa pulang medali emas.
Lalu setelah menghela napas panjang, Adly kembali dengan lembar instrumennya.
Ada soal yang melambai, minta diselesaikan.
Ada waktu yang tidak bisa terbuang sia-sia.
Dan sekeras apa pun pikiran buruk itu, ada hidup yang masih harus dijalani.
◽
Seperti yang dikatakan Airin kemarin, bunga sakura mekar hari ini. Seolah sudah ditakdirkan, mereka bertemu dengan musim semi di tempat asing membuat masing-masing mereka excited. Sebenarnya mereka sudah tahu kalau jadwal IPhO akan berlangsung ketika musim semi dan hal itu menjadi salah satu penyemangat mereka untuk berangkat ke Jepang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...