HAPPY READING
...
Jean menunggu cemas di koridor rumah sakit, menanti keputusan dokter tentang istri dan calon anaknya. Setelah menghubungi Airin sepuluh menit lalu, gadis itu sudah tiba ditemani Adly. Tak enak rasanya membuat langkah gadis itu tergesa-gesa karena khawatir. Jean juga menemukan kecemasan dari wajah Airin yang sudah duduk di samping Jean seraya meminta penjelasan.
"Pa, Mama udah mau melahirkan?" tanya Airin.
Jean mengulur waktu lama menjawabnya, apa lagi melihat mata Airin yang sudah berkaca-kaca. Gadis itu bukan lagi anak kecil yang tak mengerti keadaan darurat di rumah sakit, dia pasti paham ada sesuatu yang terjadi dengan Arista.
"Mama lagi diperiksa, sweetie."
"Kontraksi, ya?"
Jean menggigit bibirnya, ragu menjawab tapi pada akhirnya dia pun mengelus pundak Airin dan mengatakan yang sejujurnya. "Mama---nggak sengaja kepeleset di kantor."
Airin membesarkan netranya. Gelisah mendengar kenyataan selanjutnya. "Kepeleset? Kok bisa?! Trus sekarang gimana?"
Sebelum menjawab, ketiga orang itu menaruh atensi ke arah dokter yang sudah keluar ruangan meminta mereka segera masuk mendengarkan penjelasan lebih lanjut tentang kondisi Arista. Dilihatnya wanita itu sudah tergeletak lemas di brankar dengan selang oksigen di hidung.
"Kami sudah memeriksa kondisi Bu Arista dan bayi anda, Pak Jean. Maaf, tapi kondisinya cukup serius. Kami menemukan bahwa Bu Arista mengalami abrupsi plasenta, di mana plasenta terlepas dari dinding rahim sehingga menyebabkan pendarahan. Ini juga yang menyebabkan aliran oksigen pada bayi terhambat. Kalau kelahiran dipercepat, kami bisa menghentikan pendarahannya, pak."
Mendengar itu, Jean mengusap wajahnya kasar sembari menelan saliva. Melihat Arista yang sudah lemas, tapi masih sanggup meraih tangannya untuk menenangkan.
"Kelahiran---dipercepat, dok? Ttt---tapi usia kandungannya---belum cukup kan?" tanya Jean mendadak tak bertenaga lagi mendengar penjelasan itu.
"Ya. Kami memperhatikan risiko juga, pak. Kami bisa menginduksi kelahiran untuk menyelamatkan bayi jika kelahiran dipercepat. Tapi risikonya, bayi pasti mengalami gangguan pernapasan, infeksi, atau kerusakan organ lain karena organ tubuhnya belum matang seutuhnya. Itu pilihan yang bisa diambil sebelum---Bu Arista kehilangan banyak darah dan tidak bisa bertahan."
"Bayinya? Bayinya masih bisa selamat juga kan, dok?" tanya Airin. Gadis itu menatap dokter penuh minat, berharap dia salah memahami perkataan dokter kalau baik ibu dan calon adiknya, mereka bisa diselamatkan tanpa kehilangan apa pun.
Pada dasarnya, kecelakaan kecil pada kehamilan pasti berdampak besar baik terhadap ibu maupun bayi. Dan karena usia kandungan Arista belum genap 36 minggu, maka sudah pasti hal-hal seperti ini akan terjadi pada mereka.
Dokter pun mengangguk dengan wajah tegas. "Kami akan mengusahakan itu, tapi kemungkinannya kecil."
Jean menarik napas berat, melirik Arista yang masih meringis kesakitan---menunggu keputusan mereka. Tak ada waktu lagi, wanita itu bisa kehilangan banyak darah jika terlalu lama menunggu kematangan bayi. Dia bisa kehilangan segalanya.
Akhirnya, Jean mengangguk yakin. "Apa pun itu, utamakan keselamatan istri saya, dok. Saya terima risiko calon anak saya, tapi---selamatkan Arista. Tolong, dok ...,"
Setelah bilang begitu, dokter pun memutuskan untuk melakukan operasi dalam kondisi darurat. Bersiap dengan peralatan resusitasi untuk bayi yang akan segera dilahirkan. Hanya Jean yang bisa menemani Arista di dalam ruangan, sedangkan Airin dan Adly diminta menunggu di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...