HAPPY READING
...
Berada di tempat yang tenang tanpa gangguan siapa pun memang diinginkan Arian dulu, tapi kalau tempat itu jauh dari jangkauan orang-orang terdekatnya terasa menyebalkan. Apa lagi memikirkan malam ini gender reveal keluarga Airin yang dihadiri banyak orang, ah pasti rasanya seru bukan?
Sekarang kehidupannya tak lebih dari sekedar main piano dan menjaga gadis bawel---yang bahkan kadang suka mogok makan karena keinginannya tidak dipenuhi; keluar rumah. Itu terjadi karena Arian terlalu strict menjaganya, tak mau kesusahan mengkhawatirkan Sunny kalau gadis itu di luar jangkauannya. Tapi mau bagaimana lagi? Ini demi kebaikannya.
"Apa? Lu berantem sama Sessa trus lo cedera hidung? Lo diapain anjir sama cewek gila itu?" seru Arian, waktu video call dengan Airin.
"Lu nyimak nggak sih? Kan gue sama dia berantem, dia jedotin kepala gue di sekat indoor, muka gue ketimpuk tembok! Dilihat dua orang anjir, gue malu banget, lu bayangin gue nempel tembok kek slime!" Airin menjelaskan dengan penuh kesabaran. "Katanya besok perbannya boleh dibuka, tapi ntar kan gender reveal gue pengen kelihatan cantik. Menurut lu gue jelek, nggak pake perban? Gue kayak lagi operasi hidung kan? Ntar Adly lihat gue jelek, nggak ya?"
Arian sebenarnya khawatir dan ingin marah mendengar berita itu, tapi Airin berusaha membawanya dengan candaan agar Arian tidak emosi-emosi amat.
"Ya kenapa lu sama dia berantem? Dia ngelabrak lu?" tanya Arian, tak mau melewatkan pembahasaan Sessa.
"Nggak tahu deh. Emang lagi mood berantem aja kali. Udahlah," sela Airin, tak mau membahasnya lagi. "Oh ya, lu tahu nggak? Jessy sama Marlen putus?"
"Hah? Putus kenapa lagi?" tanya Arian.
"Marlen selingkuh."
"Hah? Orang begitu selingkuh?"
Untuk kesekian kalinya Arian merasa seperti baru keluar gua, tak tahu menahu soal hubungan tetangga tercintanya itu. Mendadak fear of missing out, dia harus aktif sosial media terus kalau begini!
Airin pun menjelaskan semua permasalahan Jessy dan Marlen, mulai dari ide-ide gilanya yang tak berjalan mulus hingga hasil akhirnya mereka putus dan Jessy patah hati hingga melampiaskannya di rambut.
"Makanya, kita harus bikin strategi ngembaliin hubungan Jessy dan Marlen. Gue punya ide!"
"Maaf, Rin. Gue harus runtuhin kepercayaan diri lu. Ide lu nggak ada yang beres. Sadar dirilah."
"Sialan lu!"
Percakapan mereka berakhir setelah Airin bilang dia harus mempersiapkan dekor acara malam nanti bersama Adly. Mendengar itu Arian semakin merasa ingin terbang ke Jakarta karena ingin ikut merayakan calon adik barunya juga.
"Pergi tinggal pergi, lagian lo sering bolak-balik Jakarta juga kan?" ucap Sunny seketika. Gadis itu mengaduk-aduk yogurt di dapur membuat Arian meliriknya.
"Lo nggak mau ikut?" tanya Arian.
"Kenapa gue harus ikut?" Sunny bertanya balik, lalu pergi meninggalkan Arian sendirian.
Arian merotasikan netra kesal. Heran kenapa gadis itu tak pernah mau menginjakkan Jakarta lagi, lebih tepatnya dia tak mau bertemu mereka. Waktu menonton Prity tanding juga, dia ke Jakarta hanya beberapa jam---bahkan secara sembunyi-sembunyi tanpa Prity tahu gadis itu di sana menontonnya langsung. Seolah Sunny ingin keberadaannya jadi misterius bagi mereka; seolah mereka tak pernah menganggapnya ada.
Padahal dia juga bagian program PIN dulu. Rasanya ini jadi aneh karena dunia mereka sudah berbeda. Sejujurnya Arian merasa sangat ketinggalan segala sesuatu tentang teman-temannya di Jakarta. Namun, dia tak bisa menyesali apa pun karena ini adalah jalan ninja yang sudah dia pilih sendiri. Dia tak punya hak mengubah jalan itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...