HAPPY READING
...
Walau tak terlalu paham mengenai masalah yang muncul belakangan, Airin merasa sedikit sonder. Ini bukan lagi masalah tentang Kepala Sekolah yang menuntut mereka membawa pulang medali emas di setiap olimpiade dan mengancam mengeluarkan mereka dari program PIN sebagai formalitas. Masalah ini layaknya benang merah yang berkelit cukup panjang. Diawali dengan keluarga Sevenor, diakhiri dengan pemberontak anggota mereka.
"Rel, lo yakin sama keputusan ini?" tanya Airin, usai Rosalia bertandang ke sekolah. Beberapa menit setelahnya, Kepala Sekolah mengumumkan bahwa pemegang PIN harus hadir dalam pertemuan bersama komite dan dinas pendidikan besok.
Aurelie mengangguk, "Yakin. Aku udah rencanain ini dari lama, Rin."
Airin menghela napas lesu, "Kalau ini tentang peringkat, gue--"
"Airin, ini bukan tentang peringkat lagi." Aurel memotong ucapannya dengan cepat membuat Airin mencebikkan bibirnya. "Ini tentang keluargaku. Aku harus akhirin semua kutukan buruk keluargaku karena kalau nggak, mereka bakal doktrin banyak generasi untuk ambisi yang nggak masuk akal dan ngelakuin hal buruk ke banyak orang termasuk kamu."
Mendengar itu, Airin pun tak dapat menyela lagi.
Aurel benar, keluarga mereka sudah bertahun-tahun hidup dalam stigma bahwa menjadi pemenang adalah kewajiban dan memandang aib hal-hal yang bertentangan dengan aturan mereka. Mereka terbiasa dihormati dan dikagumi masyarakat di luar garis sosial, hingga membuat mereka congkak dan melakukan berbagai cara untuk mempertahankan eksistensi terpandang di tengah Kota. Tekanan internal untuk menjadi sempurna dalam semua hal, nyatanya mereka harus menerima fakta bahwa tak selamanya mereka dipandang keluarga yang sempurna dalam segala aspek.
Dibanding memberi kata-kata penenang dan bijak, Airin mendekat dan memeluk Aurel. Merasa gadis itu membutuhkannya.
"Kalau ada bantuan lain yang lo butuhin lagi, bilang aja," lirih Airin.
Semula Aurel kaget Airin malah memeluknya. Dia bisa merasakan kehangatan Airin---merasa ketulusannya. Airin selalu terkenal sehangat ini. Pasti dari lubuk hati terdalam, gadis itu sedang mengasihaninya sebagai korban ambisi destruktif keluarga Sevenor.
"Makasih ya, Airin." Pada akhirnya, Aurel balas memeluk gadis itu sambil tersenyum.
◽◽◽
Jessy menghela napas panjang ketika Johan menyambut kepulangannya dengan raut cemas dan marah. Tentu reaksi itu yang akan Johan perlihatkan karena sekarang yang jadi sasaran amukan keluarga besar mereka adalah Johan---wanita yang sukarela mengurus Aurelie dan Adnan---yang dipercayakan menjadi pengasuh terbaik karena menghasilkan generasi keluarga yang patuh pada aturan. Nyatanya malah menghasilkan pemberontak.
"Semuanya hancur! Mama nggak ada harga dirinya lagi di depan mereka! Kamu mau lihat Mama diasingin sama mereka, Jessy? Padahal Mama udah susah payah dorong Adnan ke titik sekarang---jadi kebanggaan keluarga tapi kenapa? Kenapa kamu ngelakuin ini ke Mama?!"
Jessy mengerjap nanar. "Ya udah, kalau gitu berhenti ngelakuin sesuatu buat keluarga ini. Emang penghargaan yang bakal Mama dapat apa aja? Huh?" balas Jessy. "Nggak lebih dari pengakuan nggak masuk akal, emang ada artinya?"
Johan tak dapat menahan emosinya lagi, dia mengangkat tangan hendak menampar Jessy tapi gadis itu cekatan hingga berhasil menahan pergelangan tangannya sebelum mendarat.
"Aku nggak akan biarin Mama jadi orang tua kolot kayak mereka. Maaf banget, Mama harus terima ini, tapi aku lebih suka diasingin daripada harus gabung jadi bangkai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Подростковая литератураSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...