TEAM: 32: BATTLE?

309 56 12
                                    

HAPPY READING 

...

Sebenarnya, Prity cukup tahu dia tidak mungkin diterima baik di keluarga siapa pun; kalau saja mereka tahu tentang ibunya. Sejak SD, seluruh orang tua sering melarang anak mereka berteman dengan Prity menjadikan Prity selalu sendirian dan dimusuhi beberapa orang. Terkadang dia berpikir mungkin akan berbeda jadinya kalau mereka tahu siapa ayahnya. Richo Deenata, lahir dari keluarga konglomerat. Tapi Prity tak berniat flexing soal pria itu sih.

Kelas sosial selalu menjadi syarat utama di segala tempat. Tak ada yang membuat aturannya, tapi hukum alam selalu seperti itu. Itu yang Prity yakini. 

Sejak menjemput Lea, Leon selalu berulangkali mengatakan maaf. Jika bertemu, di chat, saat video call membuat Prity sedikit jengkel. Maksud Prity—bisakah lelaki itu melupakan kejadian memalukan kemarin? Prity berusaha tak membahasnya karena tak mau berujung canggung, tapi Leon kelewat khawatir kalau Prity tersinggung. 

Di hari selanjutnya, Prity melihat ayah Leon datang ke sekolah mengikuti rapat kelanjutan studi Leon sebagai peraih PIN emas. Prity tak berniat menemuinya, hanya saja dia melihat pria itu sangat ramah pada Aurelie. Bahkan pria itu yang terlebih dulu mengulurkan tangan dan berbicara dengan baik tanpa menekuk wajah. Cukup jelas bukan perbedaannya? 

Prity tak mau terlalu memikirkannya dan berpura-pura tak melihat pertemuan mereka. Apa lagi setelah melarikan diri dari sana, dia tak sengaja berpapasan dengan Aurelie yang mulai mengajak bicara. Prity tak mau canggung karenanya.

"Hey, barusan aku ketemu papanya Leon. Kamu udah ketemu?" tanya Aurel dengan tampang polos. 

"Belum sih," jawab Prity sambil mengelus punggung lehernya. 

"Ah ...," Aurel tampak kebingungan. Terbesit pertanyaan menggoda seperti apakah Leon sudah mengenalkan Prity ke keluarganya? Tapi sepertinya itu tidak sopan. Dia pun mengganti topik. "Aku nggak nyangka Leon secinta itu sama basket. Dia punya rencana besar gabung program basket di perguruan tinggi demi jadi atlet nasional."

Prity lantas menatapnya. Tentu saja gadis itu tahu setelah diberitahu ayah Leon. Prity pun menerbitkan senyuman.

"Iya. Itu impian dia dari dulu. Nggak heran sih , dia kan emang hobi banget ngebasket," jawab Prity. 

Mendengar itu, Aurel pun menyenggol lengannya dengan senyuman manis, "Kayaknya nanti kalian berdua jadi pasangan terkeren deh, sama-sama kebanggaan nasional."

"I hope so." Prity balas dengan sok percaya diri. Lalu mereka berdua tertawa. 

Bicara tentang menjadi atlet, sepertinya itu bukan rahasia besar melihat betapa Leon sangat menyukai basket. Bahkan di saat-saat terakhir masa jabatannya sebagai kapten basket di klub sekolah, Leon masih aktif dalam melatih adik-adik kelas. Mereka pernah membicarakan ini sebelumnya; tentang ke mana lelaki itu akan pergi setelah mendapat PIN emas. 

Ya, lelaki itu pasti takkan menyia-nyiakan kesempatan gemilang PIN emas. PIN yang dapat menjamin masa depan—dan Leon punya masa depan yang tertata rapi.

Kalau dipikir lagi, dia bisa mengimbangi Leon. Mereka berdua sama-sama dikatakan sebagai atlet sekolah. Prity si perenang hebat yang sering membawa pulang medali dan Leon yang selalu dapat diandalkan di klub basketnya. Tapi walaupun dia bisa mengimbangi lelaki itu, tetap saja seperti ada sekat antara mereka. Sekat yang mungkin saja tidak bisa dihancurkan, jikapun mereka berniat menghancurkannya.

Prity baru saja keluar gerbang sekolah. Sesekali dia melirik Sessa yang bisik-bisik tak jauh dari tempat dan yang gadis itu lakukan menyuruh teman-temannya mempercepat langkah agar tak ketahuan sedang membicarakan Prity. 

Team II: Reach The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang