TEAM: 2: PRECIOUS TIME

690 104 6
                                    

HAPPY READING 

...

Adly meraih susu kotak cokelat yang ada di rak mini market. Terhitung sudah seminggu ini, ia tak pernah melakukan aktivitas rutin dengan susu kotak favoritnya karena sibuk dalam beberapa hal. Salah satunya belajar untuk mempersiapkan diri ke International Competition bulan depan.

Sebenarnya bukan hanya Adly yang mempersiapkannya, tapi sekolah juga. Tentu saja ini kesempatan emas bagi mereka mengingat kepala sekolah sangat berambisi mengusung berbagai prestasi untuk menjadi satu-satunya sekolah terbaik di Indonesia—walaupun sorotan utamanya nanti bukan sekolah melainkan peserta lombanya.

"Adly kamu tahu kan kalau ini International Competition, apa kamu yakin kalau Airin Clark bukan penghambat kemenangan? Kamu juga tahu kan kalau nanti dia kalah, dia akan dikeluarkan dari program PIN?" tanya kepala sekolah.

Itu bukan pertama kalinya Adly mendengar pertanyaan dari kepala sekolah seolah dia ingin Adly berpikir kembali untuk berpasangan dengan Airin. Walaupun kepala sekolah masih ingin Aurelie Sevenor yang jadi pasangannya, tetap saja nama yang sudah terdaftar adalah Airin Clark. Sekolah tak bisa menuntut lebih untuk itu. 

Mereka terlalu meremehkan Airin.

"Saya harap ibu juga nggak lupa, siapa pun yang keluar dari program PIN... itu artinya ibu membubarkan program ini."

Sukses membuat kepala sekolah mengejap kesal karena Adly menyinggung soal pemegang PIN yang bekerja sama membubarkan program PIN sewaktu dirinya nyaris dikeluarkan. Adly benar. Mereka bisa senekat itu melepas PIN perak berharga demi solidaritas—yang mana solidaritas itu tak ada dalam kamus kepala sekolah.

Tapi pada akhirnya, sekolah takkan menang melawan anak-anak nekat ini.

Sebenarnya dibanding kesal dengan hal itu, kepala sekolah lebih kesal dengan kenyataan kalau murid kesayangannya ini akan berani membela murid bodoh seperti Airin Clark. Oh, tidak. Mereka bahkan sedang dirumorkan kencan sekarang dan itu sudah tersebar di sekolah. Benar-benar tak bisa dibiarkan.

"Adly, sebaiknya kamu fokus dengan ambisi kamu. Punya hubungan semacam itu di usia remaja hanya akan membuat apa yang kamu perjuangkan selama ini sia-sia. Saya yakin kalau papa kamu tahu kamu punya hubungan dengan gadis di sekolah, kamu akan dimarahi habis-habisan."

Adly bisa bersikap biasa saja mendengar larangan dari kepala sekolah. Tapi entah kenapa mendengar tentang papanya membuat jantungnya tersentil—seperti ada yang memukul di sana dan rasanya aneh. Adly tak suka perasaan itu. Perasaan yang mendadak mentriggernya jauh ke dalam masa-masa suram yang sebenarnya sudah berusaha dia lepaskan.

Adly benci mengakui bahwa dia masih punya luka itu.

Adly pun membuyarkan lamunannya setelah merasakan ponsel di saku blazernya bergetar. Teringat sesuatu, Adly mengambil satu susu kotak lagi dan segera membayarnya.

Di kelas, hanya tersisa Airin sendiri yang sedang membaringkan kepalanya di meja. Entah apa yang gadis itu lakukan di jam pulang sekolah ini, membuat Adly lekas menghampirinya dan menaruh satu susu kotak di depan wajah Airin. Melihat itu, Airin langsung bangkit dan tersenyum lebar.

"Ih makasih lho, tumben baik," cicit Airin sambil mengambil susu kotak itu.

"Kenapa nggak pulang?" tanya Adly.

"Gue lagi nunggu bu Ara, kan disuruh evaluasi bimbingan."

Adly hanya diam mendengar itu. Ya, berkat kompetisi Internasional yang akan Airin tempuh nanti, Airin dapat bimbingan khusus dari guru fisika mereka—yang pasti hal itu disuruh kepala sekolah.

Team II: Reach The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang