HAPPY READING
...
Open ceremony berlangsung meriah di Tokyo, disambut antusias oleh partisipan sebanyak 500 siswa dari negara yang beragam. Airin, Adly, Fahren, Yoana dan Antonius duduk dengan tenang menyimak pembukaan acara, pidato inspiratif, pentas seni sebagai hiburan serta mengikuti arahan untuk melakukan ikrar sebagai bentuk hormat dan bersikap adil di olimpiade nanti. Terakhir, mereka dibuat terkesima setelah obor olimpiade dinyalakan. Menandakan bahwa olimpiade resmi dibuka.
Mereka akan menghabiskan waktu di hotel selama kurang dari lima hari. Tes eksperimen akan dilaksanakan besok, sedangkan tes teori akan dilaksanakan dua hari setelahnya. Mereka diberi kesempatan istirahat setelah menghadiri open ceremony, jadi setelahnya mereka meminjam ruangan di stadium untuk evaluasi dan menuju hotel.
"Ini udah jam makan siang. Pak Hendry nyuruh kita ke restoran bufet di lantai satu," ucap Fahren.
"Nggak kerasa ya, perasaan kita baru aja kekenyangan sarapan tadi," seloroh Yoana.
"Gizi kita bakal dijamin aman kalau masa-masa olimpiade gini. Jadi jangan disia-siain," Antonius menyahut. Dan disetujui oleh Airin.
Bagaimana tidak? Pukul tujuh mereka mengawali sarapan dengan baik. Bukannya picky soal makanan, tapi sungguh makanan di hotel yang mereka tempati sangat enak membuat mereka semangat kalau harus tambah lagi. Apa lagi Airin yang doyan makan. Belum lagi selama open ceremony mereka dijamu dengan makanan ringan membuat mereka lumayan kekenyangan. Tapi kalau harus memulai lagi di jam makan siang, tak ada yang akan menolaknya.
Mereka dalam perjalanan menuju hotel menumpangi microbus. Sedikit bercengkrama mengenai upacara pembukaan yang menakjubkan tadi, lalu tiba-tiba saja Yoana menunjuk microbus yang ada di depan.
"Itu microbus dari kontingen Turki kan?" tanya Yoana, menunjuk beberapa siswa yang duduk tak jauh dari tempat mereka.
"Iya. Eh, tadi dengar nggak dari pembimbing kalau Turki ngirim peserta tahun kemarin di IPhO," jawab Antonius. "Mereka nggak keluar dari zona nyaman, ya."
"Loh, bagus dong kalau masih ngirim peserta di tahun kemarin. Pengalaman sama pengetahuannya bisa jadi bekal ke SAT," balas Yoana.
"Betul juga. Tapi kalau mau antisipasi, kalian harus segan sama China sih. Statistiknya yang paling tinggi di medali emas. Mereka yang paling siap kalau olimpiade begini." Fahren menyahut.
Airin yang tadinya ikut interaksi kecil-kecilan sekarang hanya diam mendengarkan obrolan mereka. Biasanya gadis itu suka asal ngomong kalau mereka bertiga sudah bicara, ya maklum Airin suka menggunakan mode sok akrabnya pada orang yang baru dikenal agar tak terkesan canggung. Tapi yang ini Airin tak tahu harus ikut nimbrung di bagian mana. Dia kan tidak tahu soal orang-orang pintar di luar sana, data statistik peserta olimpiade pun dia acuh tak acuh, jadi dia ganti jadi pendengar. Sedangkan Adly yang duduk di belakang juga tak tertarik nimbrung, dia malah sibuk membaca buku.
Bahkan setelah topik beralih pun, Airin masih tetap jadi pendengar.
"Eh, lihat deh itu hologram 3D yang gerak semalam ...," tunjuk Fahren.
Mereka semua melihat keluar jendela. Ada layar raksasa di persimpangan toko yang menampilkan animasi seekor kucing berjalan. Lalu, beberapa saat kemudian kucing itu meloncat seolah-olah keluar dari layar membuat mereka yang ada di microbus berdecak kagum. Persis seperti orang primitif. Terlebih Airin, si cat lovers yang berandai-andai kalau dia membawa Aishiteru, kucingnya akan sangat senang.
"Nggak kelihatan kayak animasi ya, malah kayak kucing hidup yang direkam," ucap Yoana.
Airin meliriknya. "Emang itu bukan kucing beneran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Novela JuvenilSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...