HAPPY READING
...
Aurelie menghela napas panjang saat menutup pintu ruangan kepala sekolah. Berada di ruangan itu benar-benar menguras energinya. Bagaimana tidak? Kepala sekolah terus merecokinya dengan daftar kegiatan yang harus dia ikuti sebagai perwakilan SMA Bintang Favorit, anggap saja tribute terakhirnya dalam program PIN sebelum naik ke kelas ujian.
"Aurelie, kamu itu murid kesayangan saya. Tolong jangan melakukan hal yang membuat posisi kamu di mata saya itu menurun seperti kemarin. Kamu nggak bisa ikut-ikutan dengan Airin Clark yang aneh itu. Mengerti?"
Bagaimanapun juga dia masih Aurelie Sevenor yang berada di bawah tuntutan ambisi baik dari keluarganya maupun sekolah. Citranya sebagai murid cerdas dan peraih peringkat dua kemarin masih ada dalam bayang-bayang semua orang, seakan Airin Clark yang mengganti posisinya dianggap sebagai celah kosong. Aurelie juga tak mengerti, kenapa mereka begitu meragukan Airin?
"Orely!" tegur Airin berniat mengagetkan Aurelie dengan menyentuh bahunya.
Aurelie refleks menoleh dan tersenyum.
"Orely barusan masuk di ruangan kepala sekolah yah?" bisik Airin.
Aurelie mengangguk. "Kamu juga mau masuk?"
"Nggak ah. Hawa di dalem nggak enak. Kayak ada mistis-mistisnya."
Aurelie terkekeh mendengarnya. Sedetik kemudian, pintu kepala sekolah terbuka membuat Airin dan Aurelie kompak melirik dengan raut tegang, takut kalau kepala sekolah mendengar pembicaraan mereka.
"Aurelie, Airin, apa yang kalian lakukan di sini?"
"Hehe, nggak bu. Kita baru aja mau ke kantin," jawab Airin sambil merangkul lengan Aurelie. "Permisi, bu."
Dua murid itu ngebow tiga puluh derajat dan segera menarik tungkai menjauhi kepala sekolah yang sudah memicing memperhatikan tubuh mereka sampai benar-benar menghilang dari pandangannya.
"Menurut Orely, kepala sekolah denger nggak sih tadi?" bisik Airin.
"Hm ... nggak mungkin sih," jawab Aurelie.
Sebenarnya Aurelie lebih tak menyangka ada manusia seperti Airin yang punya nyali membicarakan ketidak-sukaannya pada kepala sekolah di depan ruangannya sendiri. Tapi memangnya siapa yang tidak greget membicarakan kepala sekolah yang ambis itu? Semua pemegang PIN perak bahkan membencinya. Mungkin bedanya dengan Aurelie, dia hanya bisa menyimpan semua kekesalan dan amarahnya nya dalam hati, meledakannya dalam waktu tertentu.
Kini keduanya memasuki kantin. Salah satu tempat paling ramai di sekolah. Sepanjang perjalanan, Aurelie bisa membalas belasan sapaan yang tertuju padanya dari adik kelas, kakak kelas maupun teman angkatannya. Seperti biasa, Aurelie masih menjadi icon sekolah tercantik dan terbaik versi mereka. Kehadirannya yang selalu terasa bagaikan musim semi tak pernah gagal membuat pandangan tertuju ke arahnya. Hampir semua orang menegurnya di sekolah, dan melewatkan Airin yang ada di sampingnya.
Ah, entah kenapa hal itu malah membuat Aurelie tidak enak dengan Airin. Padahal gadis itu kelihatan biasa saja.
"Woy kosongin tempat itu, neng Relie datang!"
Aurelie tidak terkejut lagi mendengar teriakan itu. Tentu saja sosok yang mau repot-repot berteriak seperti itu adalah Bang Eka, fanboy garda terdepan Aurelie yang selalu menunggu kehadirannya di kantin. Dia juga yang paling tahu di mana spot duduk kesukaan Aurelie.
Airin yang masih di samping Aurelie mendelik kesal mendengar teriakan Bang Eka.
"Rel, yakin makan di sini? Mending kita ngecook aja di mini market," bisik Airin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Team II: Reach The Stars
Teen FictionSetelah masuk dalam program PIN, Airin baru sadar ia mempertaruhkan banyak waktunya untuk lebih giat belajar. PIN perak adalah motivasinya sekarang. Masalahnya ini bukan hanya tentang PIN perak lagi, tapi tentang menemukan bakatnya di tengah-tengah...